tirto.id - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) masih menolak dengan tegas Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Atas dasar itu, KSPI rencananya akan berdemo di depan Istana Merdeka pada tanggal 10 November 2017 mendatang.
Hal ini dikatakan oleh Ketua Harian KSPI, Muhammad Rusdi, pada saat konferensi pers terkait penolakan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta. Dalam kesempatan itu, Rusdi menegaskan bahwa pekerja dari berbagai daerah akan mendatangi Jakarta untuk berdemo. Tuntutan mereka jelas, mencabut PP 78 tahun 2015 yang sudah ditolak sejak awal diterbitkan November 2015 silam.
“Sementara kita ada 20-30 ribu dari KSPI-nya. Kita masih terus menghimpun dan sore ini kita ada konsolidasi dengan koalisi buruh non-KSPI,” jelasnya hari ini, Jumat (3/11/2017).
Dari sebagian besar wilayah Indonesia, Rusdi menegaskan bahwa sudah ada lebih dari 5 daerah di Indonesia, bahkan dari luar pulau. Sebelum ke Istana Merdeka, demo ini juga akan mengarah ke Balai Kota untuk mendemo Anies-Sandi yang tidak menetapkan upah minimum provinsi sesuai perjanjian kontrak politik buruh dan pemimpin Jakarta tersebut.
“Pasti Jakarta, Jawa Barat, Bogor, Tangerang, Karawang, Subang, Bandung, kemudian juga Banten, Serang, Cilegon, Jawa Tengah itu Semarang, Jawa Timur itu Mojokerto, dari Sidoarjo, Pasuruan, Gresik, termasuk juga dari Sumatera,” terang Rusdi.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, Riden Hatam Aziz mengatakan mereka akan mengarahkan massa sebanyak-banyaknya untuk bisa membuat pemerintah pusat mencabut PP 78/2015. Seluruh anggota buruh, utamanya dari FSPMI dan KSPI, akan dikerahkan ke Jakarta.
“Tahun ini Presiden Jokowi harus mencabut PP 78. Kami akan all out, kami akan lakukan di tanggal 10 November mendatang,” tegas Riden.
Riden menilai PP 78 sudah menyalahi aturan karena tidak mempertimbangkan kesejahteraan buruh. UMP dan UMK dibuat untuk kepentingan buruh, tetapi sistem pengambilan keputusan hanya diserahkan kepada pemerintah dan kementerian – dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja.
Menurut Riden, substansi PP 78/2015 seharusnya berkomunikasi dengan buruh terkait keputusan UMP dan UMK, karena mereka yang terkena dampak dari pengupahan tersebut. Riden menganggap bahwa PP 78/2015 keluar demi menghindari pemutusan hubungan kerja sepihak. Namun sampai sekarang, hal itu masih terjadi, bahkan daya beli berkurang karena penghasilan yang sedikit.
“Artinya penerbitan PP 78 ini tidak dapat mengatasi apa yang dimaksudkan pemerintah,” tandasnya. “Mulai hari ini kami akan konsolidasi dan kami akan terus menerus mobilisasi anggota kami dan kawan-kawan buruh di seluruh Indonesia.”
Untuk diketahui, UMP DKI Jakarta tahun 2017 ini mencapai Rp3,35 juta di bawah beberapa daerah lain di Pulau Jawa seperti Karawang atau bahkan Bekasi. Akibat PP 78 ini, kenaikan UMP pada 2017 dipukul rata 8,25 persen, sehingga upah buruh di Jakarta tetap lebih rendah dibanding beberapa daerah tersebut.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri