tirto.id - Hari ini tak terlupakan bagi Ardian I.M dan Harry Sidabuke, tersangka pemberi suap dalam korupsi bansos COVID-19 di lingkungan Kementerian Sosial.
Sebelum ditangkap, keduanya berada di tempat terpisah di Jakarta dan Bandung. Mereka punya tugas berat, harus mengepak segepok uang miliaran rupiah. Uang sebanyak Rp11,9 miliar, 171.085 Dollar Amerika Serikat (setara Rp2,42 M) dan 23 ribu Dollar Singapura harus dipak dalam amplop kecil, tiga tas ransel, dan tujuh koper. Total uang sekitar Rp14,5 miliar.
Uang itu rencananya akan diserahkan ke Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai fee atas proyek bantuan sosial sembako bagi warga terdampak covid-19.
"Penyerahan uang akan dilakukan pada hari Sabtu tanggal 5 Desember 2020, sekitar jam 02.00 WIB di salah satu tempat di Jakarta," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangan persnya pada Minggu (6/12/2020).
Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak awal tahun memukul kehidupan banyak warga. Karenanya, Kementerian Sosial menyiapkan 272 kontrak yang akan dilaksanakan selama dua periode untuk pengadaan bantuan sosial berupa sembako. Total anggarannya tak main-main, mencapai Rp5,9 triliun.
Proyek ini memang sudah diwanti-wanti oleh KPK berpotensi menjadi bancakan. Juliari tampaknya mengaikan peringatan.
Modus Sunat Bansos
Juliari Batubara memandatkan dua orang bawahannya di Kementerian Sosial yakni Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono menjadi Pejabat Pembuat Komitmen atas proyek ini. Tanpa melalui tender, kedua orang itu menunjuk langsung perusahaan rekanan yang akan mengerjakan proyek bansos, dengan syarat harus menyepakati fee yang harus disetor ke pihak Kementerian Sosial.
Salah satu perusahaan yang mendapat proyek ini ialah PT Rajawali Parama Indonesia yang diduga dimiliki Matheus sendiri plus perusahaan milik Ardian I.M dan Harry Sidabuke. Juliari mengetahui kesepakatan ini.
"Untuk fee tiap paket Bansos di sepakati oleh MJS [Matheus Joko Santoso] dan AW [Adi Wahyono] sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu perpaket Bansos," kata Firli.
Singkat cerita, dari perusahaan-perusahaan tersebut disepakati fee sebesar Rp12 miliar untuk pelaksanaan Bansos periode pertama. Pembagiannya dilakukan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari sebesar Rp8,2 miliar melalui Adi Wahyono.
Uang itu kemudian dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk membayar berbagai kebutuhan politikus PDIP tersebut.
Uang Rp14,5 miliar yang disebut di awal adalah penyetoran kedua, Rp8,8 miliar di antaranya akan disetor ke Juliari. Rencananya uang itu akan diserahkan pada tanggal 5 Desember pukul 02.00 di sebuah lokasi di Jakarta. Namun, sehari sebelumnya tim penyidik KPK telah mendengar rencana itu dan langsung menyiapkan penyergapan.
Akhirnya pada Sabtu, 5 Desember pagi hari, KPK memergoki transaksi itu dan langsung menggelandang Matheus, Shelvy, dan sejumlah pihak swasta ke Gedung Merah Putih KPK untuk pemeriksaan awal. Juliari sendiri tidak diciduk lantaran sedang berada di luar kota, ia pun sempat dimintai komentar atas OTT itu dan mengakui ada pejabatnya yang ditangkap KPK.
Setelah pemeriksaan hampir 24 jam, pada Minggu (6/12/2020) tengah malam, KPK mengumumkan 5 orang tersangka. Sebagai penerima, Juliari Batubara, Matheus, dan Adi Wahyono sementara selaku pemberi, Ardian I.M dan Harry Sidabuke.
Juliari dijerat dengan pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"KPK menghimbau kepada JPB (Juliari P Batubara tidak dibacakan) dan AW (Adi
Wahyono tidak dibacakan) untuk kooperatif segera menyerahkan diri ke KPK," kata Firli.
Dengan mengenakan jaket, topi, dan masker serba hitam, Juliari menyerahkan diri ke KPK sekitar pukul 02.45WIB. Ia hanya melambaikan tangan dan langsung naik ke lantai dua gedung komisi antirasuah. Hingga saat ini Juliari masih menjalani pemeriksaan intensif.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali