tirto.id - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) terbaru untuk periode 2017-2022, Wahyu Setiawan angkat bicara terkait wacana yang digulirkan Dewan Perwakian Rakyat (DPR) agar KPU provinsi, atau kabupaten daerah bersifat ad hoc. Menurut dia, KPU bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang artinya KPU berjenjang ada di semua wilayah NKRI sampai dengan wilayah administrasi kabupaten dan kota.
Terkait adanya kritikan KPUD banyak menganggur dan hanya bekerja pada momen-momen tertentu, ia menampik dan menganggap hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Menurut dia, KPU daerah tetap mengadakan kegiatan setelah diadakannya pemilu.
“Kita mulai KPU yang lalu sudah mulai merancang kegiatan untuk menghindari kesan kita melakukan hibernasi setelah politik usai. Jadi ada kegiatan dalam periode pemilu juga ada kegiatan periode pascapemilu. Kita tetap melakukan seperti itu. Kabupaten kota itu rutin dan kita punya informasi data terkait dengan kegiatan pendidikan pemilih yang sudah dilakukan KPU kabupaten kota. Itu di luar kegiatan periode pemilu. Jadi tidak tepat apabila kemudian ada persepsi bahwa setelah pemungutan dan perhitungan suara KPU kabupaten kota banyak nganggurnya,” tutur dia usai acara coffe morning bersama wartawan, di Media center, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/5/2017).
Bahkan, lanjut dia, pihaknya memiliki sistem menejemen partisipasi masyarakat, yakni upaya mempertajam kegiatan-kegiatan seperti KPU kabupaten yang telah melakukan kegiatan di beberapa sekolah dan komunitas. Jadi, terkait anggapan bahwa KPU daerah tidak bekerja dan hanya menganggur pascapemilu usai, merupakan anggapan yang tidak benar.
Sebabnya, ada banyak hal yang dilakukan KPUD, seperti proses pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPRD. Dalam hal ini, KPUD menjadi pihak yang memverifikasi calon anggota DPRD yang akan menjabat, dan kemudian melakukan pendidikan demokrasi.
Lebih lanjut, ia mengatakan seharusnya, UU Nomor 22 Tahun 2007 yang mengatakan bahwa KPU adalah lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri, menjadi rujukan utama.
Melengkapi rekan kerjanya, komisioner KPU Hasyim Asy’ari berharap bahwa KPU tidak jadi di-adhoc-kan tetapi permanen. Ia pun menampik anggapan DPR yang mengatakan bahwa KPU tingkat daerah tidak memiliki beban kerja setelah menyelenggarakan pemilihan.
KPU di daerah, lanjut dia, tetap memiliki beban kerja setelah pesta demokrasi usai. Hal tersebut disebabkan, KPU harus kembali mempersiapkan pemilihan presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif yang akan diselenggarakan 2,5 tahun yang akan datang.
"KPU tidak ada yang nganggur, sama di daerah juga tidak ada yang nganggur. Coba misalkan kalau pemilu dalam lima tahun dibuat dua jenis pemilu, pemilu nasional dan daerah, misalnya 2019 pemilu nasional dan dua setengah tahun berikutnya pemilu daerah," ungkap Hasyim di lokasi yang sama.
Untuk diketahui, wacana menjadikan KPUD sebagai lembaga yang bersifat ad hoc muncul dalam rapat Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu.
Menurut DPR, keberadaan penyelenggara pemilu di level provinsi dan kabupaten atau kota perlu kembali ditinjau ulang. Hal tersebut disebabkan mulai tahun 2024 mendatang, pemilu legislatif nasional serta daerah, presiden serta wakil presiden, serta kepala daerah, akan berlangsung dalam waktu satu tahun.
Karenanya, DPR menilai bahwa KPU dan Bawaslu di provinsi dan kota atau kabupaten hanya bekerja menjelang tahun pemilu. Kemudian, DPR mewacanakan struktur KPU di provinsi dan kabupaten atau kota bersifat ad hoc.
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Yuliana Ratnasari