Menuju konten utama

KPK Temukan Adanya Masalah Pajak di Sektor Kelautan

Meskipun telah menemukan adanya penyelewengan pajak, Laode mengatakan KPK belum memiliki kewenangan untuk menyelidiki hal tersebut.

KPK Temukan Adanya Masalah Pajak di Sektor Kelautan
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (kiri) bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kanan) ketika memberikan konferensi pers terkait isu cantrang di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, Kamis (4/5). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif mengungkapkan kontribusi pendapatan negara dari sektor kelautan tidaklah besar. Berdasarkan data yang dimiliki Laode, kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) pada 2008-2013 lalu hanya sebesar 0,30 persen. Sementara kontribusi penerimaan pajak pada 2014, yakni sebelum Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjabat, dikatakan Laode hanyalah sebesar 0,02 persen.

“Lantas ke mana itu duitnya? Berapa jumlah kapal yang beroperasi? Apakah ini tindak pidana korupsi? Belum bisa dibuktikan. Tapi apakah ada masalah pajak? Iya,” ujar Laode dalam acara diskusi publik, di Hotel Ayana Mid Plaza, Jakarta pada Selasa (9/5/2017).

Meskipun telah menemukan adanya penyelewengan pajak, Laode mengatakan KPK belum memiliki kewenangan untuk menyelidiki hal tersebut. “Kecuali kejahatan pajak itu benar-benar masuk kantong, dan untuk itu, selidiknya sulit luar biasa,” kata Laode lagi.

Lebih lanjut, Laode turut memaparkan besaran pengusaha perikanan tanpa NPWP yang berhasil dideteksi KPK. “Berdasarkan data umum perpajakan pemilik kapal pada Januari 2015, tercatat ada 1.836 kapal. [Pengusaha] yang memiliki NPWP hanya 1.204, atau sebesar 66 persen saja. Sedangkan yang tidak punya [NPWP], ada 34 persen,” ucap Laode.

“Untuk daftar status perusahaan yang dioperasikan eks asing, berdasarkan database NPWP, tercatat ada 53 perusahaan, dan 28,3 persen di antaranya tidak teridentifikasi NPWP-nya. Sementara dari sebanyak 2.360 kapal di atas 30 GT, ada sebesar 70,9 persen yang tidak memiliki NPWP. Kalau kontribusinya kurang dari satu persen, karena inilah,” tambah Laode.

Meski KPK belum sepenuhnya memiliki kewenangan untuk menindak pelanggaran yang terjadi di sektor perpajakan, Laode mengungkapkan pemerintah saat ini telah berfokus pada pembentukan joint task force.

“KPK bisa bekerja sama dengan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, kalau ditemukan unsur korupsi. KPK bisa masuk, pelanggaran pajak bisa ditindak Dirjen Pajak, dan Kementerian Keuangan juga bisa masuk. Saya yakin Pak Presiden akan mendukung ini, karena perpajakan merupakan urat nadi negeri,” ungkap Laode.

Masih dalam kesempatan yang sama, Susi yang turut hadir mengistilahkan kelautan sebagai sektor yang “gelap gulita” karena pemerintah sempat tidak memiliki kemampuan penuh untuk mengawasi perairan Indonesia. Berdasarkan moratorium yang berakhir pada November 2015 lalu, Susi menyatakan instansinya menemukan banyak hal yang selama ini tertutup.

“Moratorium itu tujuan awalnya untuk analisa, evaluasi, dan investigasi. Tapi ternyata malah diadaptasi berbagai negara, seperti Tiongkok, Thailand, dan Vietnam,” kata Susi saat membuka acara diskusi publik tersebut.

“Dulu Indonesia tidak bekerja sama untuk dapat akses dari satelit negara-negara di dunia. Namun sekarang dengan izin komunikasi, kita bisa mengakses data kapan pun, dan dari ordinat mana pun di perairan kita. Jadi laut sudah tidak ‘gelap gulita’ karena kita bisa lihat. Kalau ada yang lolos, itu karena [keterbatasan] kapasitas kita dalam pengejaran,” ucap Susi lagi.

Menanggapi istilah Susi yang menyebut kelautan Indonesia sebagai sektor yang "gelap gulita", Laode pun memberikan perspektifnya.

“Adapun unsur gelap yang KPK lihat, di antaranya pemberian izin yang sangat gelap, penerbitan regulasi yang kadang tumpang tindih dan tidak memadai, pendataan dan monitoring yang kurang sehingga data-data sering dipolitisasi, serta kelembagaan yang tidak memadahi,” ungkap Laode.

Baca juga artikel terkait KASUS PAJAK atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Hukum
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari