tirto.id - Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menjelaskan tersangka gratifikasi Gubernur Jambi Zumi Zola dan Arfan tidak tertutup kemungkinan menerima uang lebih banyak dari total gratifikasi yang diterima sejumlah Rp6 miliar. Ia mengingatkan, konstruksi perkara Zumi dan Arfan dalam gratifikasi ada dua macam, yakni penerimaan gratifikasi bersama-sama dan maupun sendiri.
"Yang perlu dipahami ada dua konstruksi pertama ZZ dan ARN diduga bersama-sama menerima gratifikasi. Yang kedua mereka juga diduga menerima secara sendirian. Jadi tidak secara bersama-sama, itu dua konstruksi yang berbeda jadi untuk konsumsi yang diduga bersama-sama," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (2/2/2018).
KPK sampai saat ini masih menelaah jumlah uang gratifikasi secara individu. Penyidik pun masih mendalami pembagian besaran uang untuk Arfan maupun Zumi dari total Rp6 miliar tersebut. Saat disinggung jumlah perusahaan, Febri masih belum bisa bicara karena belum ada laporan dari penyidik. Sepengetahuan Febri, uang Rp6 miliar diserahkan secara bertahap.
"Ada dugaan penerimaan Rp6 miliar dari sejumlah proyek tentu saja dugaan penerimaan itu tidak terjadi satu kali," kata Febri.
Febri menjelaskan Zumi dan Arfan disangkakan dalam kasus gratifikasi karena unsur dugaan pidana telah terpenuhi. Mereka pun bisa menetapkan keduanya tersangka karena menerima hadiah dalam status sebagai pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara tanpa melihat rentang waktu.
"Ini tentu rentang waktunya dapat berbeda selama mereka menjabat atau berposisi sebagai penyelenggara negara atau PNS. Karena subjek hukum di kasus ini adalah penyelenggara negara dan PNS," kata Febri.
KPK menetapkan Gubernur Jambi Zumi Zola tersangka korupsi gratifikasi. Anak dari mantan Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin itiu dinilai menerima uang gratifikasi bersama Plt Dinas Bina Marga PUPR Provinsi Jambi Arfan hingga miliaran rupiah selama menjabat sejak menjabat pada 2016.
"Tersangka ZZ baik secara bersama-sama dengan ARN maupun sendiri diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di provinsi Jambi dan pengiriman lainnya dalam kurun waktu jabatan sebagai gubernur sebagai Gubernur Jambi periode 2016 sampai dengan 2021 jumlahnya sekitar Rp6 miliar," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat.
Basaria mengatakan, uang Rp6 miliar tersebut diperoleh dari sejumlah kontraktor yang terlibat dalam proyek di lingkungan Pemprov Jambi. Uang tersebut dikumpulkan oleh orang kepercayaan Zumi. KPK masih menelaah siapa saja pihak yang ikut patungan uang hingga Rp6 miliar tersebut. "Nanti para pengusaha itu akan diumumkan berikutnya, tapi tidak hari ini," kata Basaria.
Kasus Gratifikasi Zumi Zola Pengembangan dari OTT Jambi
Basaria mengatakan pengungkapan penerimaan gratifikasi Zumi dan Arfan saat KPK mengembangkan penanganan perkara OTT Jambi beberapa waktu lalu. KPK melakukan operasi tangkap tangan sejumlah pejabat tengah bertransaksi sebesar Rp 400 juta. Uang sebesar Rp400 juta merupakan bagian penyerahan uang Rp4,6 miliar untuk 'uang ketok' agar APBD Jambi 2018 disahkan DPRD.
Diduga sekitar Rp4,6 miliar yang digunakan oleh Zumi dan Arfan untuk menyuap DPRD adalah bagian dari uang Rp6 miliar tersebut. Namun, Zumi mengaku membantah ada inisiatif menyuap. KPK pun tetap melakukan pendalaman meskipun disangkal oleh Zumi.
"Dalam pemeriksaan, memang yang bersangkutan saat pemeriksaan saat jadi saksi bilang itu tidak ada inisiatif itu. Tapi logika, apa itu hanya inisiatif oleh Plt Sekda dan Plt Kadis PU untuk berikan ini?" tanya Basaria.
"Jadi penyidikan itu tidak harus berdasarkan pengakuan dari orang tersebut. Penyidik bekerja berdasarkan pembuktian," lanjut Basaria.
Perkara suap pengesahan APBD Jambi 2018 berawal saat KPK menangkap tangan SPO (Anggota DPRD Jambi 2014-2019), EWM (Plt Sekda Jambi), ARN (plt. Kepala Dinas PUPR Jambi), dan SAI (Asda 3 Provinsi Jambi) November 2017 lalu.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri