Menuju konten utama

KPK Panggil Fahd El Fouz Terkait Kasus Alquran

Fahd dipanggil sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Alquran.

KPK Panggil Fahd El Fouz Terkait Kasus Alquran
Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Fahd El Fouz bin A Rafiq (kanan) menunggu di ruang tunggu sebelum menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di gedung KPK, Jakarta, Jumat (28/4). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Ketua Umum Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengurusan anggaran dan pengadaan Alquran.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pengadaan Alquran itu masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2011 dan APBN 2012. Selain, itu Fahd juga menjadi tersangka kasus dugaan korupsi untuk pengadaan laboratorium komputer MTs 2011 di Kementerian Agama.

"Hari ini KPK memanggil FEF (Fahd El Fouz) sebagai tersangka," kata Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (28/4/2017).

Pada Kamis (27/4/2017) lalu KPK baru mengumumkan Fahd sebagai tersangka ketiga dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alquran.

Dua orang tersangka lainnya sedang menjalani hukuman karena sudah dijatuhi vonis. Mereka adalah mantan anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Golkar Zulkarnaen Djabar yang divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 1 bulan kurungan dan anaknya Dendy Prasetia yang divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 1 bulan kurungan pada 2013.

Selain memanggil Fahd, KPK juga memeriksa sembilan saksi lain yaitu PNS di Sekretariat Komisi VIII DPR Kalpika Hendra, Kepala Bagian Sekretariat Komisi VII DPR Yanto Supriyanto, Kepala ULP Direktorat Jenderal Bina Masyarakat Islam 2011-2012 Mashuri, PNS di Ditjen Pendidikan Islam Kemenag Mohamad Zen, dan Sekretaris Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Affandi Mochtar.

Selanjutnya, Pejabat Pembuat Komitmen Ditjen Pendidikan Islam Kemenag Undang Sumantri, Kepala Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Oktober 2009-sekarang Syamsuddin, Direktur Marketing PT. Macanan Jaya Cemerlang Murdaningsih, serta Administration Manager PT Cahaya Gunung Mas Sammy Adam.

Indikasi kerugian negara dalam perkara ini adalah Rp3,4 miliar. Fahd disangkakan pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 KUHP dengan ancaman pidana seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Dalam perkara ini Zulkarnaen, Dendy dan Fahd menerima Rp14,39 miliar dari Abdul Kadir Alaydrus sebagai commitment fee sebesar Rp4,74 miliar untuk pengadaan laboratorium komputer dan Alquran pada 2011 dan 2012 sejumlah Rp9,25 miliar, ditambah Rp400 juta karena berhasil memperjuangkan anggaran dalam APBN-Perubahan.

Zulkarnaen Djabar menurut hakim terbukti memperjuangkan anggaran Kementerian Agama dalam APBN-Perubahan 2011 sebesar Rp3 triliun, termasuk pengadaan Alquran sebesar Rp22 miliar direvisi menjadi Rp22,8 miliar dan anggaran laboratorium komputer MTs sebesar Rp40 miliar, sehingga ia memperjuangkan total anggaran Kemenag sebesar Rp130 miliar termasuk anggaran buku keagamaan sebesar Rp59 miliar padahal usul awal adalah Rp9 miliar.

Selanjutnya Zulkarnaen, Dendy, dan Fahd El Fouz yang saat itu menjabat sebagai Ketua Gerakan Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (Gema MKGR) melakukan intervensi kepada pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Batu Karya Mas dalam proyek pengadaan laboratorium komputer MTs dan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (PT A31) dalam proyek penggandaan Al Quran 2011.

Fahd adalah narapidana pemberian suap kepada mantan anggota badan anggaran dari Fraksi PAN Wa Ode Nurhayati terkait bantuan pengalokasian anggaran bidang infratstruktur jalan pada Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) 2011 untuk Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah dan sudah divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta pada 2012.

Baca juga artikel terkait KORUPSI ALQURAN atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra