Menuju konten utama

KPAI Minta Hukuman Pelaku Pedofil pada 9 Anak Diperberat

KPAI meminta hukuman terhadap pelaku pedofil, Gondes, diperberat karena telah melakukan kekerasan seksual terhadap 9 anak laki-laki di Jakarta Barat.

KPAI Minta Hukuman Pelaku Pedofil pada 9 Anak Diperberat
Ilustrasi kekerasan anak. ISTOCk.

tirto.id - Kasus kekerasan seksual terhadap anak kembali terungkap. Kali ini pelaku pedofil Agus Winarno (27) diduga melakukan kekerasan seksual terhadap sembilan korban anak laki-laki berusia di bawah umur di Cengkareng, Jakarta Barat.

Pada Mei 2014 lalu, kasus kejahatan seksual yang mencuat dengan pelaku Andri Sobari (Emon) yang melakukan sodomi puluhan korban anak-anak di Sukabumi pada Mei 2014 silam.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) saat diwawancarai Tirto membenarkan atas kejahatan seksual terhadap sembilan korban ini. Keterangan ini disampaikan langsung oleh Komisioner KPAI Bidang Napza, Pornografi, dan Cyber Crime, Margaret Aliyatul Maimunah, jika pihak KPAI sendiri mendapatkan informasi tersebut melalui pemberitaan media massa bukan pengajuan dari pihak luar.

“Kami mendapat kabar tersebut beberapa hari kemarin dari media massa,” ucap Margaret Aliyatul Maimunah, Senin (28/8/2017).

Pasca mencuatnya kasus kejahatan seksual ini, Ketua KPAI Susanto, yang didampingi Ai Maryati Solihah Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak, beserta Jasra Putra Bidang Hak Sipil dan Partisipasi mendatangi Polsek Cengkareng, Jakarta Barat, Senin (28/8/2017) lalu.

Dalam kunjungan tersebut, KPAI bersama-sama pihak Polsek Cengkareng mendalami kasus yang dilakukan oleh tersangka Gondes (nama samaran). KPAI juga memantau berjalannya proses hukum serta mendorong pihak kepolisian untuk melakukan pengembangan saksi-saksi atau pelapor untuk mengetahui kemungkinan adanya korban lain yang belum terindikasi. Dalam kunjungan tersebut, KPAI juga mengagendakan pertemuan dengan keluarga korban untuk mengkomunikasikan masalah pemulihan dan pencegahan pasca kejahatan tersebut.

KPAI mengutuk keras eksploitasi seksual yang dilakukan Agus Winarno (Gondes) dan mendorong agar proses hukumnya dilakukan seberat-beratnya.

“Mengingat banyak korban akibat kejahatan seksual yang dilakukan tersangka, Gondes, maka perlu adanya pemberatan hukum,” ungkap Susanto.

“Kami sangat mengapresiasi kesigapan Kapolsek Cengkareng dan jajarannya yang cepat menangani kasus itu. KPAI juga mendukung dan mendorong pihak Polsek agar pendalam kasus tetap berjalan. Karena kemungkinan ada korban lain yang belum terdata," lanjutnya.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan, KPAI dan Makapolsek Cengkareng juga bersepakat membuat Tim Terpadu yang terdiri dari Kepolisian, KPAI, P2TP2A dan Kemensos. Tugas tim tersebut adalah melakukan penanganan atau rehabilitasi secara intensif bagi korban yang sesuai dengan pemenuhan hak-hak korban sendiri, serta adanya perlindungan bagi saksi.

Selain itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengimbau bagi seluruh anggota keluarga agar selalu melakukan tindakan preventif terkait munculnya kasus kekerasan seksual terhadap anak.

“Pencegahan anak dari segala bentuk kekerasan seksual harus dilakukan secara simultan dan pendekatan yang ramah. Orang tua jangan lupa memeriksa HP dan gadget anak secara terus-menerus, agar anak terhindar dari paparan pornografi dan tontonan yang tidak layak.”

“Untuk meningkatkan kualitas pengasuhan di keluarga, setiap orang tua dan keluarga tetap mengedepankan keterbukaan diri seluas-luasnya terhadap anak. Orang tua harus secara intens berkomunikasi secara efektif, selalu mencurahkan perhatian, kasih sayang, menceritakan pengalaman, dan membahas tiap permasalahan anak. Pendekatan tersebut bertujuan untuk mendeteksi secara dini dan mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan keluarga, pendidikan, dan lingkungan sosial," lanjutnya.

Dalam pertemuan itu, pihak kepolisian setempat tidak membeberkan secara terbuka kronologis kejadian, hal ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap identitas korban dan keluarga korban.

KPAI menyarankan kepada semua pihak agar melindungi identitas korban dan keluarganya supaya tidak berakibat pada bullying dan perlakuan diskriminasi secara sosial, budaya dan pendidikan.

“Semua pihak harus memberikan dukungan moral kepada anak dan keluarga korban. Menjaga nama korban, tempat kejadian, kronologis perlakuan, agar tidak terjadi sesuatu yang diinginkan," tutupnya.

Tetapi saat dihubungi Tirto, Margaret Aliyatul menyebutkan kejahatan tersebut berawal dari kedekatan emosional antara pelaku dan korban. “Pelaku berteman dengan anak-anak. Bahkan mampu mendekati dan membuat nyaman anak-anak itu.”

“Korban juga kerap diiming-imingkan uang dan permen, serta meminjamkan HP hanya sekedar bermain-main game. Malah pelaku sempat menjemput salah satu korban di sekolah. Itu modus yang dilakukan pelakunya," lanjut Margaret.

Kejahatan ini terkuak ketika salah satu orang tua korban melaporkan kekerasan seksual yang diderita anaknya kepada Mapolsek Cengkareng. Hal tersebut ketika sang anak (korban) mengalami perubahan sikap.

“Korban adalah anak yang periang, tiba-tiba jadi pendiam. Ibu korban bingung dengan perubahan sikap anaknya itu, ya sebagai orang tua, mau nggak mau dia memaksa anaknya agar menceritakan apa yang terjadi. Tak lama ibu korban melaporkan ke pihak Polsek jika anaknya mengalami kekerasan seksual," lanjut Margaret.

Pelaku sendiri dibekuk di kediamannya di kawasan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat pada Rabu, 8 Agustus lalu. Dan saat ini pelaku dalam penahanan Mapolsek Cengkareng untuk diperiksa lebih lanjut. Namun belum ada keterangan resmi apakah pelaku mengalami gangguan kejiwaan atau psikologis. Tim psikologi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), memaparkan jika kebanyakan pelaku kejahatan seksual merupakan korban seksual yang pernah dialaminya dulu.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN SEKSUAL KEPADA ANAK atau tulisan lainnya dari Suparjo Ramalan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Suparjo Ramalan
Penulis: Suparjo Ramalan
Editor: Maya Saputri