tirto.id - Korea Utara kembali meluncurkan dua misil pada Rabu (31/7/2019), dua buah misil balistik jangka pendek di pesisir pantai timur.
Para ahli menyebut langkah yang dilakukan oleh Korea Utara ini akan memicu ketegangan diplomasi antara Korut dan AS, terutama dalam upaya negosiasi denuklirisasi, Aljazeera melaporkan.
Dua proyektil tersebut diluncurkan dini hari dari Semenanjung Hodo di Selatan Provinsi Hamgyong, di wilayah lepas pantai timur Korea Utara. Dua misil tersebut terbang sejauh 250km dengan ketinggian 30km sebelum jatuh ke Laut Timur atau dikenal sebagai Laut Jepang.
Kedua misil tersebut diduga berbeda dengan yang diluncurkan Korea Utara Kamis (25/7/2019) lalu. Pihak Gabungan Militer Korea (JCS) memantau situasi dan bersiap kalau-kalau ada peluncuran susulan.
"[Korea] Utara mengulangi peluncuran misilnya, hal tersebut sama sekali tidak membantu meringankan ketegangan yang berlangsung di Semenanjung Korea dan kami mengimbau Korea Utara menghentikan perilaku semacam ini," kata JCS dalam sebuah pernyataan.
Menteri Pertahanan Korea Selatan, Jeong Kyeong-doo mengonfirmasi bahwa misil yang diluncurkan pukul 05.27 waktu setempat tersebut memang berbeda dengan misil yang diluncurkan Korut sebelumnya.
Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe juga mengonfrimasi bahwa peluncuran misil kali ini maupun yang dulu tidak berdampak apa-apa terhadap keamanan negara Jepang, BBC melansir.
Misil pertama yang diluncurkan Korut Kamis lalu terbang 690km dan 430km sebagai bentuk kemarahan Korea Utara atas rencana Korea Selatan dan Amerika Serikat yang akan melaksanakan latihan militer gabungan mulai Agustus 2019.
Peluncuran Kamis lalu juga merupakan yang pertama sejak Kim Jong-un dan Donald Trump berbincang pada Juni di Zona Demiliterisasi (DMZ), di perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan), yang mana mereka setuju untuk melanjutkan perbincangan denuklirisasi.
Kemarahan Kim atas rencana AS-Korsel tersebut membuat para pengamat memperkirakan Korut akan meluncurkan misil susulan, yang kini terbukti kebenarannya.
"Korea Utara akan melampiaskan kemarahannya dengan menguji rudal dalam beberapa hari mendatang sebelum latihan dimulai pada awal Agustus," kata Harry Kazianis dari Badan Pusat Kepentingan Nasional.
"Ini adalah pesan untuk Korea Selatan dan AS, 'Hentikan Latihan gabungan atau kami akan melanjutkan pamer kemampuan militer kami."
Lebih lanjut, Korut menyebut rencana latihan militer bersama Korsel-AS tersebut menyalahi semangat perjanjian yang dibuat antara Kim dan Trump sejak di Singapura pada Juni 2018 lalu.
Korut memperingatkan bahwa kegiatan tersebut akan mempengaruhi keberlanjutan perbincangan denuklirisasi. Senin (29/7/2019), Mike Pompeo mengatakan ia berharap bahwa perbincangan akan dimulai sesegera mungkin, meskipun untuk saat ini belum ada rencana pasti mengenai perbincangan tersebut.
"Kami harap akan ada solusi kreatif untuk keluar dari masalah ini," kata Pompeo, dikutip oleh ABC News.
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yantina Debora