tirto.id - Bermula sejak 18 April, banyak beredar unggahan yang mengklaim Anies Baswedan sebagai sahabat Amerika Serikat (AS) dan mempermudah urusan negara tersebut di Indonesia. Unggahan itu, misalnya dibagikan akun Twitter @AnakLolina2 (tautan) pada 22 April.
Akun Twitter tersebut membandingkan Anies dengan mantan Presiden Soeharto yang dianggap sebagai sahabat AS. Hal ini mungkin berhubungan dengan peristiwa sejarah di Indonesia tahun 1965-1966, ketika Washington dilihat beberapa pihak ikut memberikan dukungan kepada Soeharto dan Angkatan Darat untuk menghabisi gerakan kiri di Indonesia.
Unggahan serupa juga ditemukan di akun Twitter @kartarahardja (tautan) pada 21 April. Dalam deskripsinya ditulis, “*Di bagian akhirnya, kawat itu dilengkapi keterangan bahwa Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta telah mengirimkan permohonan lain lewat surel, yg disertai penjelasan "pentingnya Dr. Baswedan dlm memajukan tujuan-2 kebijakan luar negeri AS di RI”.
Unggahan-unggahan seperti ini berlalu lalang di Twitter dalam seminggu ke belakang. Kumpulan unggahan dapat dilihat di sini. Satu kesamaan dari unggahan-unggahan ini adalah tautan artikel Tirto dengan judul serupa, yakni "DR. Anies Baswedan, Sahabat Amerika Serikat". Foto dari artikel tersebut menampilkan wajah Gubernur DKI itu dan stempel WikiLeaks.
Lantas, benarkah narasi yang dibagikan oleh warga Twitter terkait Anies yang merupakan sahabat AS? Apa hubungannya dengan artikel Tirto?
Penelusuran Fakta
Satu hal yang bisa dilakukan untuk memastikan itu semua adalah dengan membaca artikel yang dipublikasikan Tirto tersebut. Artikel "DR. Anies Baswedan, Sahabat Amerika Serikat" sendiri diterbitkan pada 21 Februari 2017 ketika nama Anies mendapat banyak sorotan media, terutama terkait pencalonannya sebagai Cagub DKI Jakarta.
Artikel itu sendiri bercerita tentang kejadian pada 2009 ketika Kedutaan AS di Jakarta mengirim kawat ke Washington. Kawat sepanjang sekitar 3.000 karakter itu dikirimkan ke beberapa institusi keamanan Amerika, dari Central Intelligence Agency (CIA), Defense Intelligence Agency, National Security Council, dan tentu saja kepada Kementerian Luar Negeri AS.
Kawat tersebut berisi permohonan Kedutaan agar Anies Baswedan diberikan visa. Saat itu Anies hendak pergi ke Northern Illinois University untuk menerima penghargaan sebagai alumnus istimewa dan mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan hadir dalam pertemuan dengan sejumlah akademisi AS di Boston.
Informasi itu termuat dalam laporan "Visa Clearance Needed for Noted Indonesian Scholar" yang diterbitkan oleh WikiLeaks. Kodenya 09JAKARTA1612_a.
Kawat itu menggambarkan Anies sebagai: "Sahabat Amerika Serikat sekaligus kenalan pribadi Pak Duta Besar", "muslim moderat yang termahsyur", "salah satu intelektual paling cemerlang di Indonesia", dan "orang yang ramah terhadap Amerika Serikat, baik secara privat maupun di muka publik."
Lalu, di bagian akhirnya, kawat itu dilengkapi keterangan bahwa Kedutaan AS di Jakarta telah mengirimkan permohonan lain lewat surel, yang disertai penjelasan "pentingnya Dr. Baswedan dalam memajukan tujuan-tujuan kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Indonesia."
Bagian inilah yang berpotensi menyesatkan dan dikutip oleh unggahan di Twitter. Padahal, konteks kutipan dari Kedutaan di atas adalah pada 2009. Selain itu, pesan telegram tersebut adalah untuk permintaan visa dan bukan hal lainnya. Pada 2009 sendiri, Anies masih menjabat rektor Universitas Paramadina. Di tahun itu pula, ia memulai inisiasi Indonesia Mengajar, setara dengan program Teach for America di AS.
Artikel Tirto mengenai Anies Baswedan juga menegaskan tidak ada yang istimewa atau rahasia dalam kawat yang dikirimkan Kedutaan AS untuk Indonesia yang dibocorkan Wikileaks itu. Laporan WikiLeaks sendiri menyebutkan kawat itu termasuk kategori "sensitif tetapi bukan rahasia”. Kawat itu hanya menegaskan keperluan untuk mempermudah pengurusan visa bagi Anies Baswedan. Apalagi salah satu agenda kunjungan Anies adalah mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden RI.
Artikel yang sama juga menegaskan, aspek yang menarik dari kawat itu adalah penilaian Amerika, persisnya Kedutaan AS untuk Indonesia, terhadap sosok Anies. Saat itu, setidaknya hingga beberapa bulan lalu pada 2017, penilaian bahwa Anies adalah tokoh intelektual muslim yang berhaluan moderat adalah anggapan jamak. Seorang tokoh muslim intelektual yang moderat dan kemudian dianggap sebagai sobat oleh AS sekaligus ramah kepada AS juga hal yang wajar.
WikiLeaks sendiri adalah organisasi media multinasional sekaligus semacam sebuah perpustakaan, menurut halaman "About"-nya. Organisasi ini didirikan oleh Julian Assange pada tahun 2006 dan menerbitkan informasi-informasi rahasia dari negara-negara di seluruh dunia. WikiLeaks memiliki spesialisasi analisis dan publikasi data-data besar dari dokumen pemerintah yang disensor atau terlarang, terkait peperangan, mata-mata, dan korupsi. Hingga saat ini, organisasi ini telah mempublikasikan lebih dari 10 juta dokumen dan analisis terkait.
Sebagian besar bocoran WikiLeaks yang terkenal adalah dokumen-dokumen berbasis AS atau membicarakan kesalahan pemerintah AS. Banyak di antaranya berhubungan dengan kejahatan perang yang ditutup-tutupi.
Namun, tak ada aspek yang berbahaya atau pun aneh terkait kawat dari Kedutaan mengenai Anies Baswedan. Apalagi, kawat itu hanya menegaskan keperluan untuk mempermudah pengurusan visa.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa unggahan di Twitter terkait Anies Baswedan sahabat AS bersifat sengaja menyesatkan (disinformasi/misleading). Meski kawat dari Kedutaan Besar AS di Indonesia menyatakan "pentingnya Dr. Baswedan dalam memajukan tujuan-tujuan kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Indonesia", ada tendensi politik untuk menyudutkan Anies dengan penyebutan "Anies Baswedan sahabat Amerika" akibat kurangnya konteks, yakni terkait permintaan pembuatan visa untuk Anies.
==============
Tirto mengundang pembaca untuk mengirimkan informasi-informasi yang berpotensi hoaks ke alamat email factcheck@tirto.id atau nomor aduan WhatsApp +6287777979487 (tautan). Apabila terdapat sanggahan atau pun masukan terhadap artikel-artikel periksa fakta maupun periksa data, pembaca dapat mengirimkannya ke alamat email tersebut.
Editor: Farida Susanty