Menuju konten utama

KontraS Desak Polda Papua Usut Kasus Penembakan Warga Deiyai

KontaS desak Kapolda Papua mengusut secara transparan terkait dugaan penyalahgunaan senjata api oleh aparat.

KontraS Desak Polda Papua Usut Kasus Penembakan Warga Deiyai
Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Amar. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Menyusul penembakan di Deiyai, Papua, Selasa (1/8/2017) lalu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menduga ada penyalahgunaan senjata api oleh aparat kepolisian. Untuk itu, KontraS mendesak Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Amar untuk mengusut secara transparan penembakan itu.

"Kapolda Papua harus melakukan penyelidikan dan penyidikan secara adil dan transparan terhadap peristiwa penembakan tersebut, termasuk penyidikan atas dugaan penyalahgunaan senjata api," kata Koordinator KontraS Yati Andriyani dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Jumat (4/8).

Dugaan tersebut, menurut Yati, berdasar pada kronologi kejadian yang diterima oleh pihaknya. Menurut dia, peristiwa penembakan tersebut bermula ketika beberapa orang warga melihat Ravianus Douw tenggelam di Kali Oneibo, yang kemudian ditolong oleh warga yang melihat.

Di saat yang bersamaan, beberapa pekerja dari PT. Dewa Kresna yang berada tak jauh dari lokasi kejadian sedang mengerjakan proyek jembatan kali Oneiba. Beberapa warga kemudian meminta bantuan kepada para pekerja untuk membantu mengantarkan Ravianus Douw ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Madi untuk mendapatkan pertolongan, namun diabaikan.

Akibatnya, setelah beberapa jam kemudian korban diantarkan oleh warga ke RSUD Madi, namun nyawa Ravianus Douw tidak terselamatkan.

Melihat nyawa Ravianus Douw tidak tertolong, warga kemudian marah dan mendatangi camp perusahaan karena menganggap perusahaan turut bertangungjawab atas kematian Ravianus Douw.

Lantas, pihak perusahaan menghubungi aparat keamanan dan langsung membubarkan warga dengan disertai tembakan yang kemudian menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

"Aparat Kepolisian harus berpedoman pada Pasal 3 huruf b dan c Perkap No. 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian yang menyatakan: Prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian meliputi: b. Nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi; c. Proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan," ungkap Yati.

Dalam proses hukum kejadian itu, Yati pun meminta Kapolda agar tidak menggunakan mekanisme internal Polri sebagai cara untuk menutupi atau melindungi anggota Polri yang terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus ini.

"Bagi anggota yang terbukti melakukan kesalahan, penyalahgunaaan wewenang dalam peristiwa tersebut harus diproses melalui mekanisme pidana," tulis Yati.

Selanjutnya, Yati juga ingin Kapolri Tito Karnavian dan Kapolda Papua mengedepankan langkah persuasif di Papua dalam menangani tindak kekerasan. Mengingat menurutnya, sudah banyak korban akibat tindakan yang keras.

"Kami juga ingin mengingatkan bahwa Polda Papua harus mengedepankan tindakan yang lebih persuasif dalam menangani peristiwa kekerasan dan lain sebagainya di Papua," kata Yati.

Lalu, Yati juga menyatakan KontraS ingin Lembaga Pengawas Eksternal seperti Kompolnas, Komnas HAM dan Ombudsman RI menggunakan kewenangan sesuai mandat masing-masing lembaga untuk memastikan adanya penyelesaian yang akuntabel dalam kasus ini, dan Komnas HAM secara khusus harus melakukan investigasi kasus ini untuk memastikan adanya dugaan pelanggaran HAM.

"Lembaga-lembagan negara tersebut juga harus melakukan pengawasan terhadap aktor-aktor keamanan yang berada di Papua. Hal ini penting dilakukan mengingat bahwa selama ini Pemerintah lebih mengedepankan pendekatan keamanan di Papua, ditambah lagi Pemerintah pusat tengah gencar melakukan proses pembangunan di wilayah Papua sehingga kerentanan terjadinya pelanggaran HAM dan konflik antara masyarakat dengan perusahaan sangat mudah terjadi," kata Yati.

Selain itu, Yati juga menyesalkan tindakan pengabaian yang dilakukan oleh pihak perusahaan dengan tidak memberikan bantuan terhadap korban Ravianus Douw ke rumah sakit terdekat meski telah dimintakan tolong oleh warga setempat, tapi justru menggunakan aparat keamanan untuk membubarkan warga sehingga memicu terjadinya tindakan represif oleh aparat kepolisian yang berbuntut pada peristiwa yang lebih besar lagi hingga memakan korban jiwa.

"Bahwa Kitab Undang – Undang Hukum Pidana mengatur tentang Pelanggaran Terhadap Orang yang Memerlukan Pertolongan Pasal 531: Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal dunia, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu rupiah," jelas Yati dalam tulisannya.

Perlu diketahui, atas peristiwa tersebut, satu orang warga dinyatakan tewas adalah keluarga komisioner Komnas HAM Natalius Pigai, bermana Yulius Pigai, sementara 13 orang lainnya mengalami luka – luka.

Baca juga artikel terkait KAPOLDA PAPUA atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto