Menuju konten utama

KontraS: 6 dari 17 Program HAM di Nawacita Gagal Dijalankan

Yati Andriyani menyatakan, pemerintahan Jokowi-JK gagal menjalankan 6 dari 11 program Nawacita yang diprioritaskan pada isu HAM.

KontraS: 6 dari 17 Program HAM di Nawacita Gagal Dijalankan
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani (kanan) didampingi tokoh dari Forum Aktivis HAM Marzuki Darusman (kedua kanan), anggota Perkumpulan KontraS Bambang Widodo Umar (kedua kiri) dan Franz Magnis Suseno (kiri) memberikan keterangan pers tentang catatan reflektif 20 tahun KontraS di Kantor KontraS, Kwitang, Jakarta, Senin (19/3).ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww/18.

tirto.id - Koordinator KontraS Yati Andriyani mengatakan bahwa dari 17 program Nawacita Jokowi-JK yang diprioritaskan pada isu HAM, terdapat 6 program yang gagal dijalankan. 11 program sisanya dijalannya namun tidak terpenuhi dengan baik.

Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator KontraS Yati Andriyani saat mempresentasikan Laporan Evaluasi 4 Tahun Kinerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla Kabinet Indonesia Kerja: Sektor Hak Asasi Manusia, di kantor KontraS, Jumat (19/10/2018) sore.

"17 program prioritas HAM Nawacita, 6 gagal dipenuhi, 11 dipenuhi namun tidak sepenuhnya. Satu pun tidak ada yang dipenuhi secara penuh. Contoh ketika menjawab dengan kebijakan, tapi kebijakan itu tidak menjawab persoalan yang ada," kata Yati.

Beberapa program yang gagal dijalankan oleh Jokowi-JK menurut Yati salah satunya adalah belum adanya perlindungan hukum dan pengawasan penegakan hukum khusus terkait anak, perempuan, dan kelompok marjinal.

"Karena pemerintah gagal merumuskan implementasi sistem peradilan pidana anak. Peradilannya ada tapi peraturan implementatifnya belum ada," kata Yati.

Berikutnya, pemerintah juga dinilai gagal mengesahkan RUU Kekerasan Seksual. Yati juga mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi-JK tidak berhasil melindungi kebebasan beragama dan menindak pelaku kekerasan atas nama agama.

Isi dari Laporan Empat Tahun KontraS

Dalam laporan tersebut, empat tahun pemerintahan Jokowi-JK masih menerapkan hukuman mati secara masif, yakni sebanyak 151 vonis yang dilakukan negara. Kendati saat ini tren internasional progresif untuk menghapus penerapan hukuman mati, Indonesia justru semakin regresif.

Praktik penyiksaan, kata Yati, juga menjadi salah satu kasus yang kerap dilakukan oleh pihak kepolisian. Tahun 2014 terdapat 64 kasus, 2015 terdapat 54 kasus, 2016 terdapat 122 kasus, 2017 terdapat 88 kasus, dan 2018 terdapat 45 kasus. Itu hanya dari pihak kepolisian, belum termasuk TNI dan sipir.

"Kepolisian juga masih menjadi salah satu pihak yang kerap membubarkan dan melarang kebebasan berkumpul dan berekspresi," katanya.

Dari tahun 2014 sampai 2018 pun terjadi peristiwa pelanggaran kebebasan beribadah dan berkeyakinan sebanyak 488 kasus, dengan jumlah korban mencapai 896 orang yang terdiri dari 408 korban individu dan 488 korban dalam bentuk kelompok.

Pelanggaran hak atas sektor sumber daya alam juga banyak terjadi selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK. Setidaknya hingga saat ini terjadi 702 konflik agraria, 1.665.457 hektare lahan dikorbankan, 455 petani dikriminalisasi, 229 petani mengalami kekerasan, dan 18 orang tewas.

Dalam ranah pesisir, setidaknya terdapat 28 titik area pesisir direklamasi, 20 titik area pesisir ditambang dan menimbulkan konflik horizontal, 40 kasus kriminalisasi nelayan, dan 107.361 KK yang tersingkir akibat reklamasi.

Jokowi-JK juga masih bermasalah terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak ramah HAM seperti UU No. 16 tahun 2017 tentang Ormas, belum merevisi RKUHP, UU No. 5 tahun 2018 tentang Terorisme, PP No. 43 tahun 2018, dan Reforma Peradilan Militer.

Dan juga KontraS menilai pemerintahan saat ini masih stagnan dalam penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, pembebasan berekspresi dan media di Papua, juga kasus HAM masa lalu di Aceh.

Baca juga artikel terkait KASUS HAM atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Yandri Daniel Damaledo