tirto.id - Pemerintah Indonesia menyatakan kontak senjata antara pasukan militer Filipina dengan kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina, Sabtu (9/4), tidak terkait dengan upaya pembebasan 10 warga negara Indonesia(WNI).
Hal itu disampaikan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla ketika dikonfirmasi di Jakarta, Senin (11/4/2016).
"Sama sekali tidak ada kaitannya. Itu di tempat lain, di pulau lain," kata Wapres Kalla di Kantor Wapres Jakarta.
Terkait dengan upaya pembebasan 10 WNI, Wapres mengatakan Pemerintah RI berusaha keras untuk menyelamatkan sandera tersebut. "Tentu kita berusaha keras untuk menjaga keselamatan mereka, mudah-mudahan ini bisa cepat selesai," tambahnya.
Saat ini, kata Wapres, pemerintah Indonesia masih terus berkomunikasi dengan Pemerintah Filipina terkait upaya negosiasi guna membebaskan ke-10 sandera tersebut. "Ya, saya masih bicara dengan Pemerintah Filipina, mudah-mudahan bisa cepat selesai. Selama belum selesai berarti masih (proses negosiasi)," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan terjadi baku-tembak di Filipina Selatan. Kontak senjata terjadi pada pukul 07.55 waktu setempat, Sabtu (9/4/2016), di Desa Baguindano, di sebuah kota kecil Tipo-tipo di Basilan.
Kontak senjata melibatkan pasukan dari Batalion Pasukan Khusus Ke-4 Angkatan Darat dan Batalion Infantri Ke-44 melawan sebanyak 120 petempur Abu Sayyaf.
Sebanyak 18 prajurit Pemerintah Filipina dan lima gerilyawan tewas. sementara, 53 prajurit dan 20 gerilyawan terluka, kata Juru Bicara Komando Militer Mindanao Barat Mayor Filemon Tan.
Mayor Tan mengatakan pertempuran itu berlangsung sampai sekitar pukul 17.30 waktu setempat.
Kantor Berita Cina, Xinhua seperti dikutip Antara melaporkan bahwa Juru Bicara Divisi Infantir Ke-1 Angkatan Darat Letkol Benedicto Manquiquis mengatakan tentara mereka sedang melancarkan operasi tempur ketika bentrokan terjadi.
"Mula-mula, saya mengkonfirmasi bahwa ada bentrokan di Barangay (Desa) Baguindano, Tipo-tipo, Basilan. Hasilnya ialah di pihak pemerintah 18 prajurit KIA (gugur dalam tugas) dan 53 prajurit WIA (cedera dalam tugas)," kata Tan.
Untuk diketahui, kelompok Abu Sayyaf, yang memiliki 400 anggota dan didirikan pada awal 1990-an oleh gerilyawan garis keras, adalah kelompok perusuh yang beroperasi di Filipina Selatan.
Kelompok itu memiliki citra negatif karena melakukan serangkaian penculikan, pemboman dan pemenggalan selama beberapa dasawarsa belakangan. (ANT)