tirto.id - PT PLN (Persero) mencatat pertumbuhan konsumsi listrik selama semester pertama 2016 sebesar 7,85 persen atau mencapai 107,2 Terra Watt hour (Twh). Angka ini naik sebesar 7,8 Twh dibandingkan periode sama 2015 yang mencatatkan konsumsi sebesar 99,4 Twh, demikian menurut Agung Murdifi selaku Manajer Humas Senior PLN dalam rilis di Jakarta, Minggu (2/10/2016).
Agus menambahkan, pertumbuhan konsumsi tersebut memberikan kenaikan pendapatan penjualan listrik selama enam bulan 2016 sebesar Rp3,2 triliun atau 3,15 persen menjadi Rp104,7 triliun dibandingkan periode sama 2015 sebesar Rp101,5 triliun. "Peningkatan konsumsi kWh ini sejalan dengan kenaikan jumlah pelanggan sampai Juni 2016 menjadi 62,6 juta pelanggan atau bertambah 1,4 juta pelanggan dari akhir 2015 yaitu 61,2 juta pelanggan," paparnya.
Pertambahan jumlah pelanggan, lanjutnya, juga menaikkan rasio elektrifikasi nasional dari 88,3 persen pada Desember 2015 menjadi 89,5 persen Juni 2016. Agung mengatakan, beban usaha perusahaan naik Rp1,9 triliun (1,66 persen) menjadi Rp119,7 triliun dibandingkan periode sama 2015 sebesar Rp117,8 triliun.
Realisasi subsidi listrik semester pertama 2016 mencapai Rp26,6 triliun atau turun Rp891 miliar dibandingkan periode sama 2015 sebesar Rp27,5 triliun. Agung menambahkan, EBITDA semester pertama 2016 tercatat Rp30,2 triliun atau naik Rp3,3 triliun dibandingkan periode sama 2015 sebesar Rp26,9 triliun. "Laba bersih semester pertama tahun ini tercapai Rp7,9 triliun," imbuhnya.
Meski demikian, Kantor Akuntan Publik Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan (anggota PwC) sebagai auditor ekternal PLN masih memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan PLN Tahun Buku Juni 2016 dikarenakan belum sepakat dengan hasil "reassessment" Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK)-8 yang dilakukan PLN.
Pada 2015, PLN melakukan "reassessment" atas ISAK-8 dan menyimpulkan bahwa perjanjian jual beli listrik antara PLN dan perusahaan pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) tidak tepat kalau dicatat seperti transaksi sewa guna usaha. Atas dasar itu, pada 2015, Direksi PLN mengajukan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk diberikan pengecualian (waiver) penerapan ISAK-8.
Menteri BUMN dan Menteri Keuangan telah memberikan dukungan atas pengecualian penerapan ISAK-8 pada laporan keuangan PT PLN (Persero) sesuai surat Menteri Keuangan kepada OJK dengan nomor S-246/MK/2016 tertanggal 5 April 2016. Namun, sampai dengan laporan keuangan per Juni 2016 diterbitkan, OJK belum memberikan persetujuan atas permohonan PLN tersebut.
Perlu 46.000 Tenaga Bidang Kelistrikan
Sementara itu untuk mencukupi konsumsi listrik yang terus tumbuh, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan setidaknya diperlukan 46.000 orang di sektor ketenagalistrikan untuk mendukung Program Penyediaan Listrik 35.000 MegaWatt.
Usai penandatanganan nota kesepahaman di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (30/9/2016), Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman mengatakan kepada Antara bahwa selain penyediaan listrik 35.000 MW, SDM juga dibutuhkan untuk instalasi perbaikan listrik yang sudah terpasang di beberapa rumah tangga.
Selama ini industri ketenagalistrikan tidak banyak menyerap tenaga kerja dari lulusan SMK karena ada ketidaksesuaian standar kompetensi yang diharapkan. Oleh karena itu, menurut Jarman, lulusan SMK diwajibkan memiliki sertifikasi kompetensi tingkat satu industri ketenagalistrikan sebagai syarat melakukan instalasi listrik tekanan rendah di rumah tangga.
Kementerian ESDM pun bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah agar siswa SMK memperoleh pendidikan dan bahan ajar tentang sektor ketenagalistrikan. Dengan demikian, setelah menamatkan sekolah, lulusan SMK mendapatkan dua bukti kelulusan, yakni ijazah dari Kemdikbud dan sertifikasi kompetensi dari Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM melalui Lembaga Sertifikasi Kompetensi.
Jarman meyakini bahwa tenaga kerja lulusan SMK ini dapat terserap oleh dunia usaha mengingat banyaknya jumlah pemasangan instalasi listrik di rumah tangga. "Kita tahu tiap tahun melakukan penyambungan rumah saja 3,5 juta instalasi. Itu baru sambungan rumah baru, belum lagi untuk rumah lama kan setiap 15 tahun perlu direnovasi. Itu kan harus dipasang oleh tenaga yang berkompeten," imbuhnya.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan