tirto.id - Konflik komunal merupakan konflik yang terjadi antar kelompok bukan negara, dan diorganisir berdasarkan identitas komunal bersama. Konflik komunal ini merupakan salah satu produk dari hubungan sosial dalam masyarakat.
Konflik komunal melibatkan ancaman atau tindakan suatu pihak yang ditujukan kepada pihak atau komunitas lain karena perbedaan masalah ekonomi, kekuasaan (otoritas), nilai-nilai budaya dan kepercayaan.
Hugh Miall (2002:65) berpendapat bahwa konflik adalah aspek intrinsik dan tidak mungkin dihindarkan dalam perubahan sosial serta sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai, dan keyakinan yang muncul sebagai formasi baru yang penting, ditimbulkan oleh perubahan sosial yang muncul bertentangan dengan hambatan yang diwariskan.
Penanganan dan Pencegahan Konflik Komubal Menurut UU Nomor 7 Tahun 2012
Indonesia merupakan negara dengan keberagaman etnis, budaya, adat istiadat dan agama yang mewarnai realitas kehidupan sosial masyarakat.
Keberagaman ini tentunya dapat menjadi kekuatan identitas dan modal sosial yang penting dalam kehidupan berbangsa.
Akan tetapi di lain sisi, hal ini dapat menjadi latar belakang munculnya konflik komunal dalam masyarakat yang sering kali mengakibatkan timbulnya kerugian materi maupun non materi di Indonesia.
Selain itu, kerugian yang ditimbulkan akibat dari kekacauan konflik komunal adalah terhambatnya pelaksanaan progam pembangunan di Indonesia karena hal tersebut juga menghambat pelayanan publik.
Diperlukan upaya yang strategis agar konflik komunal dapat dicegah dan ditangani secara memadai. Oleh karena itu pemerintah Indonesia membuat Undang-undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Dalam UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial menyebutkan bahwa, terdapat 3 hal yang menjadi ruang lingkup penanganan konflik, yaitu pencegahan konflik, penanganan atau penghentian konflik, dan pemulihan pasca konflik.
Mengutip dari laman Sekretariat Kabinet Republik Indeonsia, hal yang perlu diperhatian dalam menangani kekerasan komunal antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Konflik
Mitigasi potensi munculnya konflik dan kekerasan komunal di tengah masyarakat. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui profil potensi konflik yang ada di dalam suatu masyarakat.
Potensi-potensi tersebut tidak melulu harus berupa perbedaan atribut sosio-kultural warga (misal perbedaan latar budaya, bahasa, adat istiadat, dan agama), namun juga bisa berupa kesenjangan status sosial antar warga, akses ke sumber daya ekonomi yang timpang, sampai tingkat kesejahteraan warga yang tidak merata.
Semua hal tersebut dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan bahkan memunculkan kekerasan komunal bila tidak ditangani dengan baik.
Oleh karena itu, Pemerintah saat ini telah berupaya agar tidak hanya mengetengahkan pendekatan security approach dalam mengelola potensi-potensi tersebut, namun juga mendorong penerapan prosperity approach dalam menanganinya.
Sehingga, harapannya potensi-potensi konflik tersebut dapat dikelola secara baik sehingga tidak meletus menjadi konflik terbuka bilamana terdapat trigger di tengah masyarakat.
2. Penanganan Konflik
Strategi dan langkah-langkah penanganan saat terjadinya konflik sangat penting dan krusial karena di titik inilah akan terlihat apakah konflik akan mereda dan kemudian berhenti, atau justru tidak berhenti dan malah mengalami eskalasi sehingga konflik menjadi melebar/meluas.
3. Penanganan Pasca Konflik
Penanganan pasca konflik tidak dapat dipandang sebelah mata mengingat kerugian/kerusakan yang diakibatkan oleh meletusnya konflik atau kekerasan komunal tidak jarang bersifat masif.
Bukan hanya persoalan fisik semata (rekonstruksi/rehabilitasi), penanganan pasca konflik juga perlu diarahkan untuk menghilangkan beban trauma para korban (trauma healing), merekatkan kembali kohesi sosial, menghidupkan kembali roda perekonomian masyarakat, termasuk menciptakan kembali rasa aman dan nyaman bagi masyarakat pasca konflik.
Penulis: Risa Fajar Kusuma
Editor: Maria Ulfa