Menuju konten utama

Komisi IX DPR Minta Nakes Pelaku Perdagangan Bayi Dihukum Berat

Kejahatan itu dinilai sistematis & merupakan sindikat jaringan dengan memanfaatkan kehamilan di luar nikah & ketidakmampuan masyarakat bayar persalinan.

Komisi IX DPR Minta Nakes Pelaku Perdagangan Bayi Dihukum Berat
Ilustrasi bayi di rumah sakit, Jakarta, Selasa (21/4/2020). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina mengecam keterlibatan oknum Tenaga Kesehatan (Nakes) yang melakukan praktik perdagangan bayi dengan modus adopsi.

Arzeti mendorong agar pelaku yang melakukan kejahatan tersebut dihukum seberat-beratnya.

“DPR tidak akan tinggal diam terkait hal ini. Kami menuntut tindakan dari Pemerintah dan penegak hukum,” kata Arzeti di Jakarta, Selasa (16/5/2023).

Hal ini sebagai respons atas laporan investigasi Harian Kompas yang menemukan, adanya sejumlah praktik perdagangan bayi yang bahkan telah dilakukan sejak janin berada di dalam kandungan.

Dari penelusuran tersebut, keterlibatan nakes pada praktik perdagangan bayi berkedok adopsi disinyalir terdapat di Provinsi Jawa Timur, Banten, dan DKI Jakarta.

“Kejahatan tersebut sangat sistematis dan merupakan sindikat jaringan. Memanfaatkan kejadian kehamilan di luar nikah dan ketidakmampuan masyarakat membayar persalinan, sangat tidak bisa ditolerir,” sambung Arzeti.

Salah satu modus yang dilakukan oknum pelaku praktik ini adalah dengan cara membujuk ibu yang melahirkan anaknya di luar nikah. Kemudian nakes dan dokter melegalisasi dokumen hingga mencarikan orang tua asuh lewat jalur tidak resmi.

Biaya pembelian bayi baru lahir, kata Arzeti, bisa mencapai puluhan juta rupiah yang dipakai untuk mengganti biaya persalinan dan pengurusan surat keterangan kelahiran.

Praktik ini terjadi di antaranya, di Probolinggo, Jawa Timur, di mana sebuah klinik yang dikelola dokter kandungan diduga kuat menerima layanan adopsi anak.

“Tidak ada pembenaran untuk menjual bayi, apapun alasannya. Apabila memang hendak menyerahkan anak untuk diadopsi, gunakan cara-cara benar yang legal,” ujar Arzeti.

Menurut Arzeti, banyak juga kejadian jual beli bayi dilakukan karena orangtua yang menginginkan anak, tidak sabar mengurus prosedur pengadopsian anak.

Ia menyatakan bahwa Komisi IX yang membidangi urusan kesehatan akan meminta Pemerintah mempermudah dan menyederhanakan proses dalam tahapan proses adopsi.

Dalam proses adopsi anak, Pemerintah Daerah (Pemda) telah menyiapkan tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak (TP3A) yang akan melakukan penilaian terhadap calon orang tua adopsi.

“Untuk keamanan dan kenyamanan pihak-pihak terkait, memang diperlukan berbagai langkah yang sangat rigid. Tapi penyederhanaan perlu dipertimbangkan agar praktik adopsi ilegal tidak semakin menjamur,” jelas Arzeti.

Sementara itu, Arzeti juga menyoroti adanya praktik-praktik perdagangan anak melalui sindikat luar negeri. Sebab, ia menilai ada beberapa kasus ditemukannya perdagangan bayi hingga ke luar negeri.

“Kita harus serius menangani permasalahan ini. Pemerintah juga harus memastikan nasib anak-anak yang tidak jadi diadopsi. Harus ada jaminan keselamatan untuk bayi atau anak yang menjadi korban perdagangan oleh pihak tidak bertanggung jawab,” tandasnya.

Sebagai informasi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat kasus perdagangan bayi dalam tiga tahun terakhir mengalami kenaikan, meski di tahun 2022 terjadi penurunan. Di tahun 2020 terdapat 213 kasus, tahun 2021 terdapat 406 kasus dan tahun 2022 terdapat 219 kasus.

Baca juga artikel terkait PRAKTIK PERDAGANGAN BAYI atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri