Menuju konten utama
Kasus Suap PLTU Riau-1:

Komentar Idrus Marham Usai Diperiksa 11 Jam di KPK

Usai diperiksa selama sekitar 11 jam sebagai saksi Kasus Suap PLTU Riau-1, Idrus Marham menyatakan menghargai proses hukum di KPK.

Komentar Idrus Marham Usai Diperiksa 11 Jam di KPK
Menteri Sosial Idrus Marham menjawab pertanyaan awak media seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/7/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto.

tirto.id - Menteri Sosial Idrus Marham baru tuntas menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis malam (19/7/2018).

Dia menjalani pemeriksaan selama sekitar 11 jam, sejak Kamis pagi, sebagai saksi kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1 dengan tersangka Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo.

Usai menjalani pemeriksaan itu, Idrus mengaku menghargai proses hukum yang dilakukan oleh KPK, termasuk penangkapan Eni di rumah dinasnya pada Jumat pekan lalu.

Eni yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari fraksi Golkar ditangkap KPK saat berkunjung ke acara di rumah dinas Idrus, di Kompleks Widya Chandra, Jakarta.

“Saya menghargai, karena setiap lembaga punya logika sendiri,” kata Idrus di Gedung KPK, Jakarta.

Saat ditanya mengenai materi pertanyaan penyidik KPK saat pemeriksaan dirinya, Idrus enggan berbicara banyak.

“Tentu tidak etis jika saya sampaikan semua. Karena proses hukum masih berlangsung,” ucap politikus Golkar tersebut.

Meskipun demikian, Idrus mengaku sejak lama telah mengenal Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo.

Selama ini, Idrus mengaku biasa memanggil Eni dengan sebutan “Dinda”. Sedangkan Budisutrisno Kotjo, biasa dipanggil Idrus dengan panggilan “Abang”. Namun, Idrus enggan menceritakan ihwal perkenalannya dengan Budisutrisno Kotjo yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.

“Panjang ceritanya, yang penting saya kenal,” kata Idrus.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemeriksaan Idrus bertujuan untuk mengonfirmasi sejumlah pertemuannya dengan para tersangka, khususnya posisinya saat menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar.

"Untuk memastikan beberapa informasi itu memang terkonfirmasi baik terkait pertemuan-pertemuan dengan tersangka, pembicaraan seperti apa, informasi tentang proses aliran dana, sejauh mana pengetahuan dari saksi tentang hal tersebut menjadi bagian yang dikonfirmasi," kata Febri.

KPK menetapkan Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka, pada 14 Juli 2018. Eni menjadi tersangka penerima suap. Adapun Budisutrisno sebagai tersangka pemberi duit suap.

KPK menduga Eni telah menerima uang dari Budisutrisno sebesar Rp4,8 miliar dalam beberapa tahap; pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp2 miliar, 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta dan terakhir Rp500 juta. Uang diberikan Budisutrisno kepada Eni melalui staf dan keluarganya.

Selain berstatus sebagai anggota DPR, Eni merupakan isteri Bupati Temanggung terpilih Muhammad Al Khadziq yang memenangkan Pilkada 2018. Khadziq juga telah diperiksa KPK dalam kasus ini.

KPK menduga pemberian uang dari Budisutrisno itu agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1, yang merupakan bagian dari proyek pembangkit listrik 35.000 MW.

Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima suap, Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PLTU RIAU 1 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom