tirto.id - Kombinasi kebijakan yang dicanangkan pemerintah bisa memperkuat kinerja perekonomian pada 2017 dan tumbuh melebihi potensinya. Kombinasi kebijakan yang dimaksud tersebut mencakup pembenahan infrastruktur, deregulasi, sumber daya manusia, fiskal, dan kebijakan sektor.
Darmin memastikan kombinasi kebijakan tersebut, didukung asumsi pertumbuhan konservatif tahun 2017 sebesar 5,1 persen, bisa membuat kinerja pertumbuhan ekonomi lebih kuat dan bisa mencapai kisaran 5,2 persen - 5,4 persen pada tahun depan.
Seperti dikutip dari Antara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan untuk mendorong kinerja perekonomian, mempercepat pembangunan infrastruktur adalah hal yang penting untuk dilakukan dengan memanfaatkan pengalihan dana dari subsidi BBM serta tambahan kontribusi dari sektor swasta.
"Infrastruktur adalah investasi jangka panjang bukan jangka pendek. Kalau sudah jadi kita tidak perlu pusing menawarkan proyek pembangunan. Maka infrastruktur sangat penting," ujar Darmin dalam dalam acara Outlook Ekonomi Indonesia Tahun 2017 di Jakarta, Kamis, (10/11/2016).
Kemudian, kata Darmin, mendorong kebijakan deregulasi dengan melaksanakan secara konsisten paket kebijakan ekonomi, yang sejak September 2015 telah terbit sebanyak 13 jilid, untuk mengurangi hambatan berusaha dan memperlancar kegiatan investasi.
"Kita hanya perlu mempertajam, memperdalam dan menyempurnakan deregulasi. Hasilnya telah terlihat dan peringkat kemudahan berusaha (EoDB) Indonesia naik menjadi 91 dari sebelumnya 106. Indonesia juga termasuk salah satu negara top reformer," kata Darmin.
Untuk mendorong pembenahan sumber daya manusia, Darmin mengatakan pemerintah telah membentuk pelatihan dan pendidikan vokasi untuk menyiapkan tenaga pekerja berkualitas dalam waktu cepat, diantaranya di bidang kelistrikan dan juru ukur tanah.
Penyiapan tenaga kerja tersebut dibutuhkan untuk mendukung proyek pengadaan listrik 35 ribu MegaWatt dan memberikan kepastian kepemilikan lahan melalui proses sertifikasi tanah di daerah perkotaan maupun perdesaan.
"Dari awal tahun, kita sudah siapkan kurikulum vokasi, praktek dan program magang, karena harus ada perubahan dari komposisi kegiatan belajar mengajarnya. Masalahnya, ini melibatkan empat kementerian. Harus ada pekerjaan untuk menyamakan persepsi dan kelembagaannya," ujar Darmin.
Selain itu, melalui kebijakan fiskal, Darmin mengharapkan adanya tambahan penerimaan serta pembenahan administrasi pajak, karena selama ini postur pendapatan negara belum optimal untuk memberikan kontribusi kepada APBN.
"Kita harus bisa menggunakan teknologi informasi dan memperbaiki penerimaan menggunakan data amnesti pajak, agar ini bisa menjadi benchmark untuk mengejar pendapatan dan kepatuhan wajib pajak," katanya.
Kebijakan fiskal lainnya adalah terkait optimalisasi penyerapan belanja pemerintah di berbagai sektor seperti pertanian, pendidikan dan kesehatan, yang selama ini belum sepenuhnya efektif, agar bisa memberikan dampak kepada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
"Bicara APBN juga terkait kualitas penyerapan. Kita membangun irigasi di Kementerian PU, tapi sawah di Kementerian Pertanian. Mereka tidak pernah duduk bersama-sama. Harus ada penggunaan peta bersama dalam membangun sawah dan irigasi," kata Darmin.
Untuk kebijakan sektor, menurut Darmin, harus ada upaya untuk memperbaiki bahan baku industri di sektor tertentu agar tidak lagi bergantung dari impor yang bisa mengganggu kinerja neraca transaksi berjalan dalam jangka panjang.
Industri tersebut antara lain petrokimia, farmasi serta besi dan baja, padahal bahan bakunya bisa mulai disiapkan di dalam negeri. Kebijakan ini juga bisa mencegah terjadinya mesin pertumbuhan ekonomi yang terlalu "panas" (overheating).
"Kalau kita mengeluarkan BPJS tapi industri farmasinya tidak jalan, sama saja subsidinya jatuh ke negara lain. Maka kita dorong induk industri farmasi terutama bagi barang industri dan barang modal untuk general chemical," ujar Darmin.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh