tirto.id - Meski pemilu sudah diselenggarakan, masalah terus bermunculan. Yang paling anyar adalah masalah kepercayaan sebagian masyarakat akan hitung cepat (quick count). Prabowo Subianto meminta pendukungnya tak mempercayai lembaga survei dan tetap fokus pada perhitungan yang dilakukan KPU.
Hampir seluruh hitung cepat dari lembaga survei publik menyebut Joko Widodo-Ma’ruf Amin unggul versi hitung cepat. Namun, menurut kubu Prabowo, hasilnya berbeda dengan hitung cepat yang dilakukan tim internalnya.
"Saya hanya ingin memberikan update bahwa berdasarkan real count, kita sudah berada di posisi 62 persen. Ini adalah hasil real count," kata Prabowo dalam konferensi pers di Jalan Kertanegara, Jakarta, Rabu (17/4/2019) malam.
Ketua Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), Philips J. Vermonte, membantah pernyataan Prabowo Subianto yang menyebut lembaga survei seolah-olah membuat hitung cepat abal-abal. Persepi menggelar konferensi pers bertajuk 'Expose Data Hasil Quick Count Pemilu 2019' di Morrissey, Jakarta, Sabtu (20/4/2019). Dalam konferensi pers ini, beberapa lembaga survei anggota Persepi mempublikasikan metodologi pengambilan sampel yang digunakan.
Pada dasarnya, hitung cepat merupakan proses pencatatan hasil perolehan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dijadikan sampel. Untuk mendapatkan jumlah dan lokasi TPS yang harus dijadikan sampel, diperlukan sejumlah tahapan. Ada beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pengambilan sampel quick count. Umumnya mereka adalah gabungan dari beberapa teknik seperti stratified, cluster, dan multistage.
Konsep utama dari stratified sampling adalah mengelompokkan populasi ke dalam strata atau sub-sub populasi yang sama. Karenanya, sampel yang diambil dari setiap strata dapat merepresentasikan populasinya. Populasi quick count adalah suara sah pemilih yang tersebar di seluruh TPS di Indonesia.
Merujuk metode quick count dari lembaga survei yang kami kumpulkan, SMRC dan Indikator menggunakan metode stratified systematic cluster random sampling. Populasinya merupakan suara sah dari semua TPS di seluruh Indonesia, kemudian mereka mengelompokkan TPS menurut wilayah Dapil RI dan status desa-kota. Setelahnya, dari sub-kelompok TPS, diambil sampel secara acak dengan jumlah yang proporsional sehingga terpilih TPS yang dijadikan sampel.
Sementara itu, Indo Barometer juga menggunakan teknik stratified systematic random sampling. Populasi terlebih dahulu dikelompokkan menjadi sub-sub populasi dengan kriteria atau strata yang sama. Setelah itu, dari sub-populasi, akan diambil sampel secara acak dan proporsional, mengikuti ukuran sampel. Pengambilan secara acak ini hanya dilakukan pada unsur pertama dari sampel yg dipilih, sedangkan unsur selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu.
Hasil quick count antara satu lembaga dan lainnya biasanya berbeda, tapi jika metodenya benar, hasilnya akan berada pada kisaran angka yang mirip. Hasil hitung cepat 6 lembaga survei menunjukkan angka kemenangan pasangan Jokowi-Ma’ruf berada di 54 hingga 55 persen, sementara Prabowo-Sandiaga pada angka 44-45 persen.
Jika dilihat rekam jejaknya, quick count yang dirilis lembaga survei kredibel dalam pemilu-pemilu yang pernah ada di Indonesia hasilnya tidak jauh meleset dari real count KPU.
Hasil Real Count KPU Berbeda dengan Quick Count?
Politikus PKS Hidayat Nur Wahid melalui akun Twitter-nya @hnurwahid pada 26 April 2019 mempertanyakan kebenaran hasil quick count lembaga survei di Bengkulu yang berbeda dengan real count KPU.
“Kemenangan Prabowo-Sandi versi Real Count KPU di Bengkulu. Capres 02: 50,12%, dan capres 01: 49.88%). Itu Berbeda Prinsip & Angka Yg Jauh dengan Perolehan Quick Count oleh Lembaga [-lembaga] Survei: Capres 01 menang dengan 58,78%, capres 02 hanya diberi: 41,22%. Jadi?”
Perhitungan KPU per 29 April 2019 untuk wilayah Provinsi Bengkulu sudah 100 persen. Perhitungan 6.165 TPS yang masuk menunjukkan pasangan Prabowo-Sandiaga unggul dengan perolehan suara sebanyak 585.689 atau 50,13 persen, sementara pasangan Joko Widodo-Ma’ruf mendapatkan 582.572 suara atau 49,87 persen.
Dari empat lembaga survei yang memberikan estimasi perolehan suara Pilpres, hitung cepat Indikator dan Poltracking di Bengkulu menunjukkan estimasi yang meleset. Indikator memprediksi perolehan suara Jokowi-Ma’ruf sebesar 52,61 persen, sementara estimasi perolehan suara Jokowi-Ma’ruf dari lembaga survei Poltracking sebesar 58,87 persen.
Sekilas, nilainya sangat berbeda dengan hasil real count KPU. Namun, kita perlu melihat margin of error (MoE) dan sampelnya. Bila dibanding provinsi Jawa Tengah yang memiliki 115.407 TPS, jumlah sampel di Provinsi Bengkulu sangat berbeda. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional atau mengikuti angka populasi, sehingga semakin kecil jumlah populasinya, jumlah sampel yang diambil akan semakin sedikit.
Angka margin of error juga berbeda antara provinsi satu dan lainnya. Untuk quick count di tingkat nasional, rata-rata lembaga survei menentukan nilai margin of error di kisaran ±1% sementara untuk tingkat provinsi, nilai margin of error-nya berbeda-beda karena persebaran TPS sampel yang semakin kecil. Di Jawa Tengah, margin of error survei Indikator sebesar ±1,2%, sementara di Provinsi Bengkulu ±7,32%. Selisih angka 52,61 persen (quick count Indikator untuk Bengkulu) dengan 49,87 persen (real count KPU untuk Bengkulu) masih ada dalam rentang MoE.
Terakhir adalah soal signifikansi. SMRC, Indikator, dan Poltracking melakukan uji signifikansi dari selisih perolehan suara antara kedua pasangan di masing-masing provinsi dengan signifikansi level sebesar 0,05. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p≤0,05), ada kemungkinan posisi yang diperoleh pasangan calon saat hasil quick count tidak akan berubah. Namun, jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05, ada kemungkinan besar perubahan posisi. Pendeknya: apabila menurut quick count di suatu provinsi kemenangan Jokowi atau Prabowo signifikan, posisi itu pulalah yang akan terjadi pada real count.
Penjelasan di atas hanya sebagian dari banyak hal yang perlu diperhatikan dalam sebuah hasil penelitian. Setiap lembaga survei yang kredibel tentu akan menampilkan secara transparan bagaimana karakteristik responden dan metode pengolahan dan analisis data yang digunakan. Cermati dan pertimbangan rincian-rincian di atas jika Anda hendak menilai kredibilitas suatu hasil hitung cepat.
Editor: Maulida Sri Handayani