tirto.id - Bicara soal pemain tengah di bola basket, banyak orang akan langsung mengingat nama Wilt Chamberlain. Pemain yang terakhir kali berkarier di tim Los Angeles Lakers itu punya sejarah mencetak angka yang luar biasa. Dalam satu pertandingan melawan New York Knights pada 1962, misalnya, ia mencetak 100 poin. Bahkan, sampai sekarang, atlet sekaliber Michael Jordan tidak bisa menyamai rekor tersebut.
Chamberlain memang luar biasa, tapi dia hanya berhasil menjadi juara NBA dua kali sejak debut pada 1959. Satu orang yang bisa dibilang menghambat jalannya adalah Bill Russell, atlet kulit hitam yang selama 13 tahun berkarier di Boston Celtics memberikan 11 kali juara.
Banyak orang percaya Russell dan Chamberlain adalah rivalitas paling awal dalam sejarah NBA. Mereka berdua memperebutkan titel sebagai pemain tengah paling piawai pada masanya. Gaya bermain mereka serupa. Pun pengaruh untuk tim.
Keduanya menjadi daya tarik tersendiri. Contohnya, penonton Celtics biasanya hanya sekitar 7.500 setiap pertandingan, tapi ketika Chamberlain bermain, jumlahnya mencapai 14 ribu.
Berikut beberapa perbandingan keduanya:
Chamberlain punya tinggi 218 cm atau 8 cm lebih menjulang. Jumlah permainan Chamberlain mencapai 1.045, sedangkan Russell hanya 963.
Urusan pertahanan yang menjadi kebanggaan Russell seperti rebound (bola pantul) dan block juga berhasil diungguli. Chamberlain mencatat total 23,924 reboundatau rata-rata 22,9 per permainan. Russell di bawahnya dengan 21.620 rebound. Angka ini, meski lebih dari empat dekade berlalu, tidak berhasil dilewati siapa pun.
Sedangkan untuk urusan block (blokir) tembakan, meski tidak ada catatan resmi, orang-orang memperkirakan keduanya mencatat 6 atau 8 per pertandingan.
Spekulasi ini tidak terlalu mengherankan mengingat keduanya hampir selalu bermain di atas 40 menit. Pemegang rekor block NBA saat ini, Hakeem Olajuwon, hanya bermain rata-rata 35 menit setiap permainan dan punya total block sebanyak 3.830. Jika Russell benar melakukan block 6 kali setiap permainan saja, maka totalnya mencapai 5.898.
Kemampuan mencetak angka pun Chamberlain unggul. Ia bisa mencetak 60 poin dengan mudah, sementara Russell mencetak dua digit poin saja selalu terasa berat.
Ada yang berpendapat hal ini karena Russell lebih banyak mengoper. BleacherReport mencatat sepeninggal Bob Cousy (playmaker Celtics) semua serangan bertumpu pada Russell. Enam musim setelah Cousy pensiun, Russell selalu mencatatrata-rata 4,6 assist setiap permainan.
Ringkasnya, secara individual, Chamberlain sebenarnya lebih unggul dari Russell--terlepas dari block dan assist yang tak dicatat secara resmi.
Pertanyaannya, bagaimana Russell bisa mengalahkan Chamberlain hampir dalam setiap perebutan gelar juara?
BleacherReport menjabarkan berbagai faktor tersebut secara ringkas: Chamberlain selalu tampil ciamik ketika liga berlangsung, tapi Russell tampil mengagumkan di babak playoff; Chamberlain selalu sibuk memikirkan statistiknya tentang total rebounds dan poin yang bisa didapat, tapi Russell hanya haus akan kemenangan.
Secara garis besar, Russell tidak peduli tentang rekor yang dia buat. Apa yang penting baginya adalah kemenangan tim. Chamberlain juga tentu ingin tim menang, tapi target itu harus dicapai dengan dia sebagai pencetak angka. Megabintang seperti Michael Jordan dan Kobe Bryant punya keegoisan yang sama: yang baik bagi mereka adalah baik buat tim.
Keduanya juga tipe yang mudah bekerja sama, tapi Russell membuktikan diri sebagai team-player yang jauh lebih efektif dari semuanya. Chamberlain, MJ, dan Bryant tak pernah berhasil membawa timnya menang juara NBA 11 kali.
Ada sebuah cerita menarik tentang kerja sama tim Russell dari analis basket NBA Bill Simmons. Dia mengaku pernah mendapat cerita dari Bryant ketika berdiskusi dengan Russell tentang kiat memotivasi rekan setim tanpa harus seperti merendahkan mereka.
Bryant terkenal sangat tegas kepada rekannya di Lakers, bahkan saat latihan. Sementara Russell cukup berbeda. Russell tidak pernah menghardik rekan setimnya. Tidak satu kali pun selama 13 tahun. Dia memilih untuk menutupi kekurangan mereka.
Klaim Simmons diperkuat dengan cerita dari Russell sendiri. Dalam sebuah wawancara pada 1997, Russell bercerita bagaimana dia meyakinkan rekan setimnya Don Nelson--yang baru saja dibuang oleh Los Angeles Lakers--bahwa kekurangannya tidak bisa melakukan rebounds tidak akan menjadi masalah.
“Aku mengangkat beban negatif dari pundaknya dan dia sekarang bisa melakukan hal-hal yang nyaman, yang lebih tidak melelahkan, dan membuatnya jadi pemain yang lebih baik,” ucap Russell.
Mantan pelatih Chamberlain di Los Angeles Lakers, Butch van Breda Kolff, juga punya cara unik untuk membedakan karakter anak didiknya dan Russell. Dia mengatakan begini: “Bill akan bertanya: 'apa yang harus kulakukan untuk membuat rekan setimku membaik?' Di sisi lain, Chamberlain akan bertanya, 'Apa situasi terbaik untukku?'”
Meski di lapangan bersaing ketat dan bahkan baku hantam, hubungan keduanya di luar cukup baik.
Pada wawancara dengan Bob Costas pada 1976, Chamberlain bercerita tentang kedatangan Russell ke rumahnya pada hari Thanksgiving sebelum pertandingan. Keduanya makan dan tidur bersama, dan keesokan harinya Russell membantai Chamberlain di lapangan.
“Ibuku mengatakan di kemudian hari: kita tidak seharusnya memberikannya makan enak besok-besok,” kata Chamberlain sambil tertawa.
Dalam sebuah acara di tahun yang sama dan keduanya duduk berdampingan, sang pembawa acara mengatakan bahwa perdebatan “siapa yang lebih hebat: Bill Russell atau Wilt Chamberlain?” adalah sesuatu yang lazim ditemukan pada era 1960-an. Tapi, hingga sekarang, jawaban orang-orang pun tetap saja sama: mereka masih kebingungan dan memang tak ada jawaban definitif.
Terlepas dari itu, Bill Russell adalah salah satu pemain basket terhebat yang pernah dimiliki NBA. Dalam NBA Award 2017, Russell menunjuk nama-nama besar seperti Shaquille O’neal atau Kareem Abdul-Jabbar dan mengatakan: “Aku akan membantai kalian.” Pernyataan itu disambut gelak tawa semua orang.
Sebagian tahu itu bercanda, sebagian lain bisa berspekulasi bahwa “pembantaian” memang akan terjadi jika mereka lahir di era yang sama.
Editor: Rio Apinino