Menuju konten utama

Kisah Rio Ferdinand dan Sulitnya Menjadi Ayah Tunggal

Bagaimana perjuangan menjadi ayah tunggal tanpa pendamping?

Kisah Rio Ferdinand dan Sulitnya Menjadi Ayah Tunggal
Mantan pemain Manchester United, Rio Ferdinand bersama anak perempuannya. FOTO/Getty Images

tirto.id - Belle, si gadis cantik di pedalaman Perancis itu tumbuh menjadi anak yang kutu buku dan gemar membaca. Ia menjadi primadona dan pilihan banyak orang, meski tak sedikit yang menganggapnya aneh. Gadis cantik itu mandiri, cerdas, memiliki pengetahuan luas, dan bisa diandalkan. Ini tentu bukan hasil didikan semalam, ia tak memiliki ibu dan sedari kecil dirawat oleh ayah tunggal yang tak menikah. Di balik indah kisah Beauty and The Beast kita sebenarnya bisa melihat bahwa perjuangan menjadi seorang ayah tunggal bukan sesuatu yang mudah.

Ada banyak kisah perjuangan ayah tunggal atau single father dalam mendewasakan anaknya. Tidak hanya dalam kisah Beauty and The Beast, dalam film india klasik Kuch-Kuch Hota Hai, kita bisa melihat akting khawatir, posesif, protektif dan penyayang Shah Rukh Khan yang menjadi ayah tunggal setelah ditinggal mati istrinya. Menjadi seorang ayah tunggal dengan anak tanpa istri bisa jadi berat, terutama jika mereka mesti berpisah karena kematian. Kerap kali para suami harus bertahan dari duka dan tetap bersikap kuat di hadapan anak mereka.

Baru-baru ini salah seorang mantan pemain klub bola Manchester United, Rio Ferdinand merilis film dokumenter tentang bagaimana ia menghadapi kematian istrinya. Ferdinand bercerita bagaimana rumitnya hidup usai kematian pasangan dan merawat anak saat istri tak ada. Ia dirundung duka dan tak mampu berfungsi normal. Saat itu, kedua anaknya Lorenz dan Tate masih berusia sembilan dan enam tahun. Ia bahkan tak bisa menjalankan tugas-tugas sederhana seperti membuat janji bertemu dengan dokter.

“Di lapangan sepak bola kamu tak perlu melakukan apapun sampai kamu bermain di lapangan,” katanya. “Semua dilakukan untukmu… lantas saat kami liburan segala hal dipersiapkan oleh Rebecca,” katanya. Ia sendiri merasa bahwa tak mampu merawat dua anaknya saat istrinya meninggal. Ia merasa apa yang ia lakukan untuk anaknya tidak akan pernah cukup, karena ia tak akan pernah bisa menggantikan peran ibunya.

Yang paling susah dilakukan Ferdinand adalah menjelaskan kepada dua anaknya cara untuk menghadapi duka akibat kematian. Ia sendiri sampai hari ini masih belum bisa menerima dan kerap kali harus menghadapi rasa sedihnya sendiri. Seperti saat kedua anaknya mendapatkan kartu ucapan dari dokter, ia mesti menjelaskan bahwa kematian ibunya adalah hal yang alami dan bukan kesalahan dokter.

Kebanyakan laki-laki yang sudah menikah banyak tergantung pada istrinya, terutama untuk mengurus rumah tangga dan anak-anaknya. Ketika istri meninggal, laki-laki harus serta merta menjalankan perannya sebagai pencari nafkah, sekaligus mengurus rumah tangga dan anak-anaknya. Akan menjadi mudah jika ada keluarga yang membantu. Mendapatkan pendamping pengganti memang bisa menjadi salah satu solusi. Namun, hal itu tidak akan mudah karena melibatkan anak-anak yang belum tentu bisa begitu saja menerima hadirnya "ibu baru".

Keadaan menjadi lebih sulit manakala si pria tak kunjung bisa mengatasi depresinya karena ditinggal meninggal istri. Berkalang duka, emosi tak stabil, membuat kehidupan menjadi lebih rumit. Jika ini yang terjadi, maka yang harus dilakukan adalah segera mencari pertolongan. Ia bisa bicara dengan keluarga atau sahabat terdekat agar duka tidak membuat hidupnya terhenti. Yang paling penting adalah ia harus bisa menguasai dirinya dan melanjutkan hidup demi anak-anaknya.

Keadaan ayah tunggal akan lebih "ringan" jika perpisahan terjadi karena perceraian. Apalagi perceraian diikuti dengan hubungan yang tetap baik, sehingga anak-anak hasil dari pernikahan bisa tetap terurus dengan baik. Si ayah tetap bisa bekerja sama dengan baik dengan si ibu meski terpisah. Bagian terberat adalah jika anak tidak dalam pengasuhan dan tidak setiap saat berada di dekatnya.

Misalnya Andrian Donny, ayah satu anak yang bercerai dari pasangannya bertahun lalu. Sebagai ayah ia kerap memiliki beban karena harus bekerja dan jauh dari anaknya. Bagi Donny waktu bersama anak adalah yang paling utama. Ia menjalani hidup sebagai pria lajang dengan satu anak dan seringkali menghabiskan waktu bersama anaknya. Namun secara umum anak Donny dirawat oleh istrinya.

“Jika rindu kepada anak pada jam 11 malam sedangkan anak bersama ibunya, ayah tidak bisa senantiasa melepaskan rindunya saat itu juga,” katanya.

Infografik Ayah Lajang

Donny lebih beruntung, setidaknya ia punya rekan dalam merawat anak meski tidak hidup bersama. Saat ini di Amerika ada 14 juta ibu dan ayah yang tak memiliki pasangan dalam merawat anak. Entah karena kematian atau status mereka yang hilang. Dunia mengenal Single Parent Day yang dirayakan setiap 21 Maret. Ide perayaan ini muncul dari artikel yang ditulis oleh Janice Moglen, seorang ibu dengan dua anak yang telah bercerai. Ia berharap ada hari perayaan orang tua lajang yang mendapatkan pengakuan serupa hari ibu dan hari ayah.

Single Parent Day dihadirkan untuk mereka para orang tua yang merawat anak mereka tanpa pamrih. Orang tua lajang bekerja dengan beban ganda karena mereka mesti merangkap peran sebagai ayah dan ibu sekaligus. Terkadang orang tua tunggal mesti merawat anak mereka sembari bekerja, menyelesaikan pekerjaan domestik, dan mendampingi tumbuh kembang mereka. Di banyak negara menjadi orang tua lajang berarti kehilangan hak mengasuh anak karena mereka dianggap tidak mampu secara ekonomi dan waktu.

Dalam sensus yang dilakukan oleh pemerintah Amerika pada 2013, diketahui bahwa 80,6 persen orang tua tunggal di Amerika adalah ibu. Sebanyak 45 persen di antaranya berpisah atau bercerai, 1,7 persen menjanda, dan 34 persen di antaranya tak pernah menikah. Banyak orang tua tunggal memprioritaskan anak mereka daripada diri sendiri. Ini yang membuat mereka bekerja keras dan kerap melupakan waktu bersenang-senang untuk diri sendiri.

Donny membenarkan hal tersebut. Baginya kesejahteraan psikologis anak adalah hal yang paling utama. Itulah mengapa saat ia bercerai, hal paling rumit dalam hidupnya adalah menjelaskan kepada anak kenapa orang tuanya berpisah. “Ini bukanlah pekerjaan sekali lalu selesai, anak akan selalu bertanya kenapa orang tuanya berpisah sampai dewasa. jika perpisahannya berat, yang menyebabkan kedua orang tua tidak saling berbicara dan tidak akrab, kekhawatiran bahwa anak akan tumbuh dengan nilai bahwa membenci itu baik selalu ada,” jelasnya.

Donny menyebut kompromi adalah kunci utama dalam merawat anak bersama. Ia pribadi telah menerapkan financial planning dengan alokasi untuk kebutuhan anak sehari hari, kebutuhan sekolah anak, kebutuhan asuransi kesehatan, juga kebutuhan pendidikan di masa yang akan datang.

“Saya mengalokasikan 4/9 dari penghasilan bulanan saya untuk anak. Dan ini disampaikan kepada calon partner saya. mungkin ini yang menjadi tidak favorable bagi calon mertua,” urai Donny.

Donny menyebut bahwa kadang interaksi dengan anak bisa sangat ajaib. Pertanyaan-pertanyaan mereka kerap kali membuat pasangan yang berpisah, baik karena kematian atau perceraian, mesti memutar otak untuk memberikan jawaban yang sesuai. Misalnya perkara menepati janji dan bagaimana anak bisa sangat rumit. Donny pernah membatalkan janji yang kemudian selalu diingat anak, ia sendiri merasa bahwa itu adalah kesalahan.

“Janji adalah janji,” katanya.

Ia percaya menjadi orang tua tunggal tidak memberikan kita alasan untuk tidak mendidik anak dengan benar. Anak-anak harus tetap mendapatkan kasih sayang yang utuh dan masa depan yang lebih baik, sama dengan keluarga yang utuh lainnya.

Baca juga artikel terkait SINGLE PARENT atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti