tirto.id - Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Anak Bangsa Gerakan Anti Penodaan Agama melaporkan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri atas dugaan penistaan agama saat pidato ulang tahun PDI-P ke-44 di JCC, Selasa (10/1/2017).
Saksi pelapor Baharuzaman mengatakan, dirinya menilai Megawati menodai agama Islam saat anak Presiden Soekarno itu berpidato di HUT PDI-P.
Ia merasa tersinggung saat Megawati berbicara tentang ramalan masa depan dan mengatakan bagian itu telah menistakan ajaran umat Islam, berikut ucapan Megawati:
Para pemimpin yang menganut ideologi tertutup pun memposisikan diri mereka sebagai pembawa 'self fulfilling prophecy', peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan yang akan terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana, padahal notabene mereka sendiri tentu belum pernah melihatnya.
"Padahal saya sebagai muslim, kehidupan setelah kehidupan fana itu adalah hari akhir, dan itu jelas tercantum dalam rukun iman, sedangkan rukun iman itu adala dalam al quran, ibu Mega mengatakan seperti ramalan, dengan kata lain seolah-olah apa yang difirman oleh Allah itu seolah olah tidak benar," ujar Baharuzaman usai konferensi pers di Perkantoran Mellys, Jalan Asem Baris, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2017).
Selain itu, Baharuzaman juga membantah bahwa pernyataan Megawati hanya merujuk pada umat Islam. Ia justru mengajak umat agama lain untuk melaporkan hal yang sama apabila tersinggung. Pria berkacamata ini mengklaim kalau ajaran hari akhir tidak hanya di Islam. Oleh karena itu, agama lain bisa melaporkan pernyataan Megawati.
"Saya rasa di dalam agama manapun, saya juga banyak teman-teman kristiani, kenapa mereka ibadah, kenapa ibadah, karena ingin masuk surga, sedangkan surga itu adanya di hari akhir, setelah kehidupan fana ini," tutur Baharuzaman.
Meski demikian, Baharuzaman enggan menyikapi istilah ideologi tertutup. Namun, ia menegaskan kalau dirinya merasa kecewa dengan pernyataan Megawati.
"Saya tersakiti," tutur Baharuzaman yang membantah sebagai mantan Ketua FPI Jakarta Utara.
Baharuzaman mengklaim dirinya tidak bisa bertemu dengan Megawati secara langsung karena hanya rakyat biasa.
"Saya ini kan orang kecil, bagaimana punya akses ke Bu Mega. Beliau kan seorang anak deklarator dan mantan presiden, mana mungkin ada akses buat saya?" tutur Baharuzaman.
Cerita Proses Pelaporan
Ketua Aliansi Anak Bangsa-Gerakan Anti Penodaan Agama, Damai Hari Lubis mengaku kalau Baharuzaman sempat berdiskusi dengan rekan-rekan Aliansi Anak Bangsa-Gerakan Anti Penodaan Agama Damai sebelum melapor. Mereka pun sempat berdiskusi tentang dugaan penistaan agama tersebut.
"Sempat sama rekan saya diskusi karena bahan diketahui umum," ujar Damai kepada Tirto.
Damai mengaku, Baharuzaman berdiskusi dengan dirinya dan Azam Khan, salah satu penasehat hukum Baharuzaman. Dalam pertemuan tersebut, Damai mengklaim ada sekitar lima orang, termasuk dirinya sendiri. Baharuzaman pun bercerita tentang adanya dugaan penistaan agama.
"Oh iya dia menceritakan (isi pidato)," ujar Damai.
Damai menegaskan, poin yang dinistakan sesuai dengan isi laporan Baharuzaman, yakni bagian 'akhir dunia'. Ia tidak mengetahui tentang istilah ideologi tertutup dan lain-lain. Akan tetapi, mereka fokus bagian dunia akhir.
Damai menegaskan, pelaporan dilakukan atas nama aliansi. Ia mengaku tidak mau menjadi pelapor karena pihak yang mau melapor adalah Baharuzaman.
"Dia yang mau melapor, saya mendampingi," ujar Damai.
Sementara itu, kuasa hukum Baharuzaman, Azam Khan menegaskan, pelaporan Baharuzaman berawal saat pelapor menyaksikan pidato Megawati di televisi. Setelah itu, pelapor berinisiatif merekam pidato tersebut.
"Setelah melihat di TV, beliau mencoba untuk merekam, akhirnya mencari tahu rekaman lebih banyak sekali. Maksudnya dicek kebenaran rekaman itu. Setelah dicek dipelajari. Setelah dipelajari baru dia konfirmasi kepada kita," ujar Baharuzaman.
Baharuzaman pun langsung berbicara panjang lebar dengan dirinya dan sejumlah masyarakat yang tergabung Aliansi Anak Bangsa-Gerakan Anti Penodaan Agama. Selama pembahasan, Azam mengaku ada sekitar 20 orang yang ikut dalam pembahasan, termasuk Baharuzaman. Pembahasan terus berlangsung hingga Minggu (22/1/2017). Dalam pembahasan sendiri, mereka sudah membedah adanya kemungkinan penistaan atau tidak dari isi pidato Megawati.
"Pasal mana yang harus diambil ini kira-kira? Kalau Pasal 156 bisa namun itu kan global. Tapi kalau pasal 156a, oh ya lebih tepat. Oh apa isinya? Tentang kentalnya penodaan agama karena didasari dengan kebencian menyebar pidato," tutur Azam yang juga anggota Aliansi Anak Bangsa-Gerakan Anti Penodaan Agama.
Mereka pun akhirnya melihat Megawati menodai agama pada bagian peramal. Azam mengatakan, Megawati sudah menodai rukun iman Islam yang ke-5, yakni iman terhadap hari kiamat. Padahal, iman terhadap hari kiamat tertuang dalam Al-Quran sehingga dapat dikategorikan sebagai penodaan agama.
"Itu Alquran loh ya bukan hadis. Ketentuan Allah. Kami sebagai orang Muslim yaitu lah pelapor, wah ini gak bisa ini. Harus kita minta tanggung jawab," tegas Azam.
Setelah berembug, Baharuzaman bersama Azam pun akhirnya melapor ke Bareskrim saat Habib Rizieq diperiksa. Mereka pun menyerahkan barang bukti berupa rekaman video dan transkrip video. Transkrip yang diserahkan adalah transkrip dari Baharuzaman sendiri. Azam pun menegaskan, transkrip utuh ala kadarnya dan tidak diubah seperti kasus Buni Yani.
"Dia sendiri cuma saya pelajari. Ya sudah. Yang penting benar sesuai apa yang dipidatokan," tutur Azam.
"Itu lah yang kita berikan ke polisi jadi kita tidak menambah tidak mengurangi. Ya itulah aslinya. Bukan seperti yang Buni Yani yang pakainya dihilangkan," tambah Azam.
Oleh karena itu, Azam berharap, kasus penodaan agama ini tetap diproses secara hukum. Apabila ingin diselesaikan secara dialog, pria berkulit hitam ini berharap agar Megawati sendiri yang turun, bukan lewat pesuruhnya.
"Saya kira ya kalau tepat Bu Mega ya lah jangan menyuruh-nyuruh yang lain begitu. Karena Bu Mega yang bicara," tutur Azam.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto