Menuju konten utama

Ketua Panitia Apel dan Kemah Pemuda Islam Klarifikasi Dana Acara

Dalam kasus ini, polisi sudah memeriksa Dahnil Anzar Simanjuntak.

Ketua Panitia Apel dan Kemah Pemuda Islam Klarifikasi Dana Acara
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak didampingi Ketua Panitia Apel dan Kemah Kebangsaan Pemuda Islam Indonesia, Ahmad Fanani menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Krimsus, Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (23/11/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Ketua Panitia Apel dan Kemah Kebangsaan Pemuda Islam Indonesia, Ahmad Fanani mengklarifikasi soal dana acara yang mereka adakan di area Candi Prambanan, Yogyakarta, pada Desember tahun lalu.

Kasus soal dana ini mencuat menyusul langkah polisi yang memeriksa Ketum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai saksi terkait dugaan penyelewengan dana kegiatan tersebut.

Awalnya, kata Fanani, pihaknya sudah meminta kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) selaku inisiator saja yang menjadi panitia acara tersebut. Sejak awal, ia sudah menjelaskan kepada Kemenpora bahwa mereka memang menghindari pengelolaan dana secara langsung.

“Kami minta bentuk program, Kemenpora yang jadi panitia. Kami nanti hadir saja. Ternyata alokasi anggaran dari mereka langsung dialokasikan untuk organisasi kepemudaan. Jadi (dana) itu harus masuk ke kami,” kata dia di Polda Metro Jaya, Jumat (24/11/2018).

Lantas, Pemuda Muhammadiyah mendiskusikan soal alokasi dana itu sebab ingin meminimalkan risiko. “Kami sampaikan ke mereka, kami terima (dana) tapi lewat event organizer. Ternyata tidak bisa, harus diterima langsung,” jelas Fanani.

Maka, tambah dia, Pemuda Muhammadiyah mengajukan besaran dana seminimal mungkin. Dana penyelenggaraan Rp3,5 miliar dan mobilisasi Rp2 miliar. “Teman-teman Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang mengelola dana penyelenggaraan. Pemuda Muhammadiyah hanya anggaran mobilisasi saja,” ungkap Fanani.

Menurut Fanani, dana sebesar Rp5,5 miliar itu digelontorkan karena Kemenpora menginginkan acara mewah dalam satu waktu dan menghadirkan massa.

Ia mengatakan, acara tersebut berniat menyatukan dan ‘meneduhkan’ kondisi bangsa. Sebab, saat itu muncul potensi konflik horizontal karena isu anti-Pancasila, intoleransi anti toleransi, tudingan pemerintahan Jokowi anti-Islam, serta isu pemerintah mengkriminalisasi para ulama.

Kemudian, Fanani menambahkan, pada proses persiapan pihaknya memikirkan model kegiatan yang tepat dalam acara tersebut. Mereka mengusulkan untuk membuat pengajian akbar di beberapa kota. “Kalau tujuan ‘meneduhkan’ situasi kebangsaan, tidak cukup digelar di satu kota. Dalam imaji kami, butuh diadakan di kota-kota besar Indonesia,” jelas dia.

Selanjutnya, seiring berjalannya waktu kedua belah pihak saling berkoordinasi. Kemenpora memiliki keinginan lain, menurut pemahaman Pemuda Muhammadiyah, mereka ingin agar acara itu berupa simbolis, dihadiri presiden, mewah dan terpusat pada satu kegiatan saja.

“Agenda yang kami ajukan yaitu pengajian akbar. Tapi ada perubahan kegiatan sehingga realisasinya menjadi apel akbar di Prambanan dengan berkoordinasi dengan Menpora serta menurut permintaan dari Kemenpora dan GP Ansor,” tambah Fanani.

Acara yang bertema ‘Pemuda Hebat Jaga Bumi’ ini diikuti sekitar 20 ribu dari Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam), GP Ansor, Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU) dan organisasi kepemudaan lainnya. Kegiatan itu berlangsung pada 16-17 Desember 2017 di area Candi Prambanan, Yogyakarta.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI APEL PEMUDA ISLAM atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Alexander Haryanto