tirto.id - Masa kampanye calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 tinggal menghitung hari. Masing-masing calon melangkah dengan optimistis, yakin bahwa kemenangan akan berpihak pada kubunya. Tentu sikap ini patut diapresiasi. Namun, diterima atau tidak, dua di antara mereka tetap akan kalah. Sejumlah lembaga survei mulai mengeluarkan rilis seputar elektabilitas sementara para pasangan calon.
Pada 24 Januari lalu, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dipimpin Denny JA mengeluarkan hasil survei terkait kekuatan suara para pemilih muslim di Jakarta. Temuannya mudah ditebak. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut dua mengantongi suara paling sedikit dari para pemilih muslim. Sementara itu, Agus Harimurti Yudhoyono, calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut satu mendapat dukungan suara terbanyak. Rupanya kasus dugaan penistaan agama yang tengah menjerat Ahok memberi pengaruh.
Menurut hasil survei LSI tersebut, pemilih muslim adalah mayoritas yang menguasai suara pemilih di DKI Jakarta. Dari total pemilih di DKI Jakarta, ada sebanyak 85% pemilih beragama Islam. Suara sebesar itu bisa sangat berdampak pada kemenangan pasangan calon.
Sebanyak 30,50% pemilih Muslim di Jakarta percaya bahwa Agus mampu menjaga keberagaman di DKI Jakarta. Angka ini mengalahkan Anies Rasyid Baswedan yang mengantongi 24,50% dan Ahok yang hanya 15,20%. Latar belakang Agus sebagai tentara menghasilkan citra positif di mata para pemilih muslim. Ia dianggap nasionalis sekaligus religius.
Dalam hal agama, Agus dinilai sebagai kandidat yang paling tidak kontroversial di antara yang lain. Berbeda dengan Ahok, yang citranya berangsur memburuk semenjak kasus dugaan penistaan agama mulai mencuat ke ranah publik. Rivalnya yang lain, Anies Rasyid Baswedan pun dinilai masih cukup kontroversial oleh para pemilih muslim. Sebabnya yaitu sentimen negatif terkait isu syiah, islam liberal, serta kunjungannya ke Rizieq Shihab.
Sebanyak 96,10% dari total 880 responden juga menyatakan bahwa Gubernur DKI Jakarta seharusnya mampu menjaga keberagaman dan kebhinekaan Jakarta.
Beberapa waktu belakangan ini santer terdengar bahwa organisasi muslim terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) mendukung salah satu pasangan calon DKI Jakarta, yakni Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni. Pertemuannya dengan Ma’ruf Amin, ketua Majelis Ulama Indonesia yang sekaligus adalah Rais Aam PBNU pada 7 Oktober 2016 diduga sebagai bentuk dukungan NU terhadap Agus. Dugaan ini semakin kuat karena sebelumnya pada 29 September 2016, Abdul Aziz, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DKI Jakarta menyatakan bahwa ulama-ulama NU mendukung Agus-Sylvi.
“PKB DKI menyambut kiai-kiai NU yang akan memenangkan Agus-Sylviana. Para kiai kampung dan ulama-ulama NU se-DKI Jakarta sudah merapatkan barisan untuk memenangkan Agus-Sylvi,” ujar Abdul Aziz.
Tak sampai satu bulan kemudian, yakni pada 20 Oktober 2016 Agus mengadakan silahturahmi dengan Pengurus Wilayah NU (PWNU) DKI Jakarta. Saat itu anggota Rais Syuriah PWNU DKI Jakarta, Munahar Muchtar, menyatakan hal senada dengan Abdul Aziz. “Semua anggota PWNU telah sepakat mendukung Agus-Sylvi,”ujarnya kala itu.
Berbeda dengan kedua anak buahnya, Ma’ruf Amin, tidak menjelaskan secara terbuka terkait dukungan NU pada Agus. Ia hanya menyatakan bahwa NU mendukung paslon yang memiliki banyak kesamaan dengan NU.
“Warga NU akan mendukung calon yang paling banyak kesamaannya. Misalnya sama agamanya, warna agamanya sama, programnya sama-sama ingin membela dan menyejahterakan rakyat, penampilannya santun, tidak keras, dan galak,” ujar Ma'ruf Amin.
Selama tiga bulan terakhir sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta mengumumkan periode masa kampanye, Agus memang kerap mengunjungi basis-basis pemilih muslim di Jakarta. Ia sempat gerilya di organisasi perempuan yang menginduk ke Muhammadiyah, Aisyiyah, mengunjungi habib dan ulama di Bukit Duri, serta bertandang ke majelis-majelis taklim.
Dalam survei LSI Denny JA, kesamaan agama memang menjadi indikator penting bagi para pemilih untuk menjatuhkan pilihannya. Sebanyak 71,4% dari total responden menyatakan bahwa memilih calon pemimpin yang memiliki kesamaan agama dengan dirinya adalah penting. Artinya, berdasarkan survei ini, Agus dan Anies mendapatkan keuntungan karena beragama Islam apabila dibandingkan dengan Ahok.
Bagi Gun Gun Heryanto, salah seorang pengamat politik di DKI Jakarta, dukungan pemilih muslim ini tak lantas menjamin kemenangan suatu pasangan calon. Menurut pakar komunikasi politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu, kemenangan suatu paslon didasari oleh tiga macam faktor. “Ada tiga faktor yang mempengaruhi elektabilitas pasangan calon. Yang pertama adalah kekuatan komunitas. Tokoh-tokoh politik yang mengusungnya bisa menjadi jangkar untuk meraup pemilih tradisional,” jelasnya saat dihubungi Tirto pada Senin (6/2) lalu.
Pengaruh tokoh politik seperti ketua umum partai dinilai mampu menjaring suara para pemilih tradisional. Pemilih tradisional sendiri adalah para pendukung setia tokoh politik yang bersangkutan. Turunnya Susilo Bambang Yudhoyono misalnya, ketua umum partai demokrat, bagi Gun Gun berdampak pada dua hal.
“Ia bisa menjaring suara para pendukung setia SBY. Namun harus hati-hati karena sosok SBY sendiri juga belum tentu mampu memikat para pemilih di DKI Jakarta. Apabila penilaian publik cenderung negatif. Maka ini justru bisa mempengaruhi elektabilitas AHY,” ujarnya melanjutkan.
“Faktor yang kedua yaitu kekuatan figur paslon. Faktor seperti agama, penampilan saat debat, serta statement verbal mampu mempengaruhi perilaku para pemilih. Ini terbukti pada Anies, setelah debat elektabilitasnya meningkat,” tutur dosen pasca sarjana Universitas Mercubuana tersebut.
Faktor yang ketiga menurut Gun Gun adalah soliditas atau konsolidasi antara tim suskes (timses) dengan para relawan di lapangan. “Menjelang akhir masa kampanye biasanya sering terjadi perpecahan antara timses dengan relawan,” ujarnya.
Meski begitu, Gun Gun beranggapan bahwa kantong-kantong suara tak hanya berasal dari pemilih muslim. Para pemilih rasional yang walaupun jumlahnya tidak lebih besar daripada para pemilih psikologis dan sosiologis, juga berpotensi besar memenangkan paslon. Program-program paslon dinilai bisa sangat mempengaruhi perilaku pemilih, terutama bagi pemilih yang termasuk kategori undecided voters dan swing voters.
“Para pemilih yang tinggal di kompleks-komplek itu termasuk undecided voters. Kita belum bisa memastikan apa pilihannya. Jumlahnya bisa 10 sampai 20% dari total pemilih,” lanjutnya.
Dalam tiga survei terakhir yang dilakukan Poltracking, LSI Denny JA, serta Charta Politika, Agus selalu memimpin. Besarnya jumlah para pemilih muslim memang penting. Namun suara dari para pemilih lain bukan berarti tak diperhitungkan. Jika tak berhati-hati, survei bisa melenakan padahal hari pencoblosan sudah di depan mata.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Damianus Andreas