Menuju konten utama

Ketika Para Guru Dituntut Keluar dari Zona Nyaman

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memahami betul bahwa guru juga perlu berbagi dan saling belajar.

Ketika Para Guru Dituntut Keluar dari Zona Nyaman
Ilustrasi Guru. foto/istockphoto

tirto.id - Pandemi COVID-19 merepotkan semua orang, tak terkecuali Widat (17), pelajar sebuah SMA swasta di kawasan Jakarta Timur. Kondisi darurat membuatnya harus menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun, pembelajaran lewat internet ini dianggap tak ideal. Hambatan terbesar dalam belajar di rumah adalah suasana yang tak kondusif dan absennya pendampingan guru secara fisik.

“Guru hanya memberikan soal ujian via WhatsApp, lantas para murid menjawab pertanyaan di lembar jawaban secara manual. Setelah selesai, lembar jawaban itu difoto dan dikirim balik,” terang Widat.

Pilihan menggunakan WhatsApp itu dikritik oleh kakak Widat, Fadiyah (24). Menurutnya, hal ini membuktikan bahwa sekolah, terutama para guru, kurang siap untuk melakukan pengajaran lewat internet. Padahal, sambung Fadiyah, ada banyak teknologi lain yang lebih baik untuk proses belajar online, semisal Google Clasroom atau Zoom.

“Iya, sayang guru Widat belum mengoptimalkan teknologi,” ujar Fadiyah.

Apa yang dibilang Fadiyah tak sepenuhnya salah. Pandemi yang datang tiba-tiba mengguncang segala tatanan yang sudah terbangun sejak lama, salah satunya pendidikan. Kegiatan sekolah yang biasanya berlangsung dengan tatap muka dan relasi dua arah, kini berjalan sebaliknya. Karena perubahan mendadak ini, banyak murid dan guru yang merasa gugup sekaligus gagap beradaptasi. Persoalan kian runyam karena selama ini banyak guru yang belum mengoptimalkan teknologi dalam mengajar.

Apa yang terjadi sekarang ini pernah dicuit oleh Najwa Shihab, pembawa acara Mata Najwa dan pendiri Narasi TV. Pada 2015, dengan cuitan serupa nubuat, Najwa menuliskan, “Sekolah perlu terus membuka diri pada perubahan, guru jangan segan beradaptasi dengan kebaruan.”

Najwa benar belaka. Pandemi ini membuat banyak guru harus keluar dari zona nyaman. Mau tak mau, para guru harus bahu-membahu, saling bantu, agar proses belajar mengajar berjalan dengan lancar. Para guru harus memahami bahwa bukan hanya kemampuan murid yang berbeda, tapi juga kemampuan guru itu sendiri. Sebab itu, para guru perlu keluar dari zona nyaman dan kembali belajar sesuatu yang baru.

“Satu-satunya cara untuk benar-benar belajar dan tumbuh sebagai individu, mau itu murid atau orang dewasa adalah keluar dari zona nyaman kita. Di situlah level pembelajaran paling optimal,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.

Pentingnya Guru Berbagi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memahami betul bahwa guru juga perlu berbagi dan saling belajar. Karena itu, mereka merilis portal Guru Berbagi yang akan menjadi wadah bagi para guru untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman.

“Portal ini bertujuan untuk mendukung proses pembelajaran jarak jauh yang dilakukan saat ini. Ada guru yang sudah terbiasa, namun ada juga yang belum terbiasa,” kata Supriano saat meluncurkan portal Guru Berbagi, dan kala itu menjabat sebagai Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud.

Infografik Ruang baru Para Guru

Infografik Ruang baru Para Guru. tirto.id

Ada tiga fitur utama di situs Guru Berbagi. Pertama, Rencana Program Pembelajaran (RPP), sebuah laman tempat para guru, komunitas, atau praktisi pendidikan bisa mengunggah RPP buatannya. Para guru bisa mengunduh RPP ini secara gratis. Sejak diluncurkan pada 31 Maret 2020, hingga saat ini, tercatat ada 12 ribuan konten RPP yang dibagikan di situs Guru Berbagi.

Fitur kedua adalah ‘Artikel’ yang dibagi menjadi tiga sub tema, yakni Tips, Bacaan, dan Refleksi Pembelajaran. Pencarian di fitur artikel bisa disaring berdasarkan jenjang dan kelas. Adapun fitur ketiga adalah ‘Aksi’, yang berisi informasi seputar jadwal kegiatan berbagi maupun belajar bersama yang disiarkan secara daring. Kegiatan di fitur Aksi ini telah dilakukan oleh kemendikbud, komunitas guru, dan organisasi penggerak pendidikan lainnya. “Saat ini Guru Berbagi tengah melakukan terobosan dengan menyiapkan fitur baru, yaitu berbagi video tentang best practices pembelajaran”, kata Santi, Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan.

Dalam berbagi RPP, para guru dibebaskan untuk mengunggahnya. Tentu saja ada beberapa ketentuan, semisal dokumen harus berbentuk PDF, ukuran maksimal 2 MB, hingga nama dokumen yang memuat judul dan kelas. Ketentuan lain adalah: dokumen tidak memuat unsur SARA dan intoleransi, juga bukan merupakan hasil plagiasi.

“Konten RPP yang dikirimkan adalah sepenuhnya tanggung jawab pengguna. Kemendikbud berhak menurunkan RPP yang tidak sesuai ketentuan,” ujar Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, Praptono.

Guru Berbagi adalah ruang pembuktian metode pembelajaran dengan metode hibrida, alias kombinasi. Dengan metode ini, guru dan siswa akan menggabungkan penerapan teknologi dengan tatap muka, daring dan luring. Hanya saja, menurut Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril, hingga saat ini proses pembelajaran dengan metode tatap muka baru bisa dilakukan di sekolah yang berada di zona hijau dan sudah memenuhi berbagai persyaratan ketat. Per 13 Juli 2020, Mendikbud Nadiem sudah mengizinkan sekolah tatap muka di 104 Kabupaten/ Kota.

Gebrakan Guru Berbagi disambut dengan baik oleh para guru dan tenaga pengajar lain. Ahmad Fikri Dzulfikar yang tergabung dalam Google Educators Group mengatakan bahwa Guru Berbagi memberikan jawaban dan panduan penting terhadap banyak kebutuhan, termasuk dirinya yang sedang mencari format RPP tahun 2020.

“Saya masih mencari format RPP digital ini, dan laman ini adalah jawaban bagi kami. Semoga dengan laman ini saya bisa mendapatkan banyak ilmu,” ujar guru yang mengajar di SMP Ar Rafi’ Drajat, Bandung.

Per 3 Juli 2020, laman Guru Berbagi sudah diakses 5,9 juta kali, dengan jumlah pengunjung mencapai lebih dari 950 ribu. Ada 1,2 juta file yang sudah diunduh, termasuk materi dan RPP untuk berbagai jenjang pendidikan. Hal demikian membuktikan, para guru berani keluar dari zona nyaman. Mereka yang sebelumnya tak terbiasa dengan proses PJJ, kini berani untuk belajar hal baru, dan yang penting: para guru rela berbagi untuk sama-sama maju memerangi segala aral.

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis