tirto.id - Konflik terus mencengkeram sebagian besar wilayah Asia. Di Asia Barat misalnya, terdapat banyak perseteruan yang belum mencapai titik damai. Konflik di Suriah merupakan salah satunya. Tetangganya, Arab Saudi dan Yaman juga mengalami krisis hubungan baik. Invasi Arab Saudi di Yaman yang juga dibantu oleh Uni Emirat Arab membuat hubungan keduanya memanas.
Jauh di Selatan, terdapat India dan Pakistan yang terus memperebutkan wilayah Kashmir. Konflik India dan Pakistan sudah berlangsung lama, sejak 1947. Hingga kini kedua negara tersebut masih bersitegang memperebutkan wilayah yang juga mulai diklaim Cina.
Sedangkan di wilayah Tenggara, konflik Laut Cina Selatan masih terus menarik perhatian dunia. Klaim wilayah dari Vietnam, Filipina, Cina, dan negara ASEAN lainnya semakin mempersulit pencapaian kata damai di wilayah ini. Di Sebelah Timur, hubungan Cina dan Jepang juga mengalami pasang surut. Pasalnya, klaim Cina di laut Cina Timur membuat Jepang geram.
Perang dan perebutan wilayah yang terjadi itu kemudian memicu negara-negara di Asia untuk beramai-ramai membeli alutsista yang sekiranya dapat mengungguli lawannya. Ini kemudian dapat dilihat dari anggaran yang kemudian mereka gelontorkan untuk membiayai pertahanan masing-masing negara.
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) melaporkan ada peningkatan anggaran pertahanan global. Anggaran pertahanan naik 1 persen menjadi 1,68 triliun dolar AS pada 2015 atau sekitar 2,3 dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Anggaran militer Amerika Serikat tentu yang tertinggi di dunia, sebesar 596 miliar dolar AS.
Namun terdapat lima negara Asia seperti Cina, Arab Saudi, India, Jepang dan Korea Selatan bercokol di bawah Amerika Serikat dengan anggaran pertahanan tertinggi. Cina mematok hingga 215 miliar dolar AS untuk anggaran militernya. Sedangkan Arab Saudi mengalokasikan 87,5 miliar dolar AS untuk anggaran pertahanannya. India menyediakan 51,3 miliar dolar AS, Jepang sebesar 40,9 miliar dolar AS dan Korea Selatan sebesar 36,4 miliar dolar AS.
Anggaran militer yang tinggi tentunya membuat negara Asia mendominasi pasar impor alutsista global. India berada pada posisi teratas, dengan menguasai 14 persen pasar impor alutsista global. Dalam lima tahun terakhir, negara di Asia Selatan tersebut terus meningkatkan alutsista.
SIPRI mencatat India terus memimpin pasar impor alutsista global sejak 2010. Posisi ini menggeser Cina yang menguasai pasar impor alutsista global sejak 2005 hingga 2009. Terdapat Arab Saudi, Cina, Uni Emirat Arab, Pakistan dan Vietnam yang juga masuk dalam daftar pengimpor alutsista terbesar dunia.
Sedangkan Vietnam, Jepang dan Filipina juga tengah gencar menambah jumlah pesawat tempur. Sudah tentu, peningkatan kekuatan militer Filipina untuk menghadang ekspansi Cina di Laut Cina Selatan. Sedangkan Jepang untuk menghadang ekspansi Cina di Laut Cina Timur.
Masing-masing negara tersebut tentunya terus meningkatkan anggaran pertahanan dan belanja pesawat tempur. Lantas siapa yang diuntungkan oleh kondisi ini?
Tentunya para produsen. Produsen pesawat tempur seperti Lockheed Martin, Boeing dan Saab bergerak dengan cepat membaca peluang pasar ini. Lockheed Martin bahkan sudah menerima pesanan sebanyak 42 unit pesawat tempur F-35 dari Jepang.
Belum lama ini, Lockheed Martin juga telah mencapai kesepakatan kontrak dengan India dalam penjualan pesawat tempur jenis F-16. Ini merupakan bagian dari rencana Perdana Menteri India Narendra Modi untuk melakukan modernisasi angkatan bersenjata India, dengan menggulirkan dana sekitar 150 miliar dolar AS.
Untuk menjaga kesinambungan kerja sama ini, Lockheed bahkan bersedia melakukan produksi F-16 di India. Sedangkan pesaing Lockheed seperti Boeing dan Saab juga menawarkan hal yang sama.
Jika berdasarkan negara, sudah tentu Amerika Serikat adalah raja dalam ekspor alutsista dunia. Negara Paman Sam ini menguasai 33 persen pasar ekspor dunia pada 2015. Data dari Aerospace Industries Association menyebutkan jika US Aerospace & Defense Industry (A&D) meraup pendapatan sebesar 142 miliar dolar AS. Asia Pasific adalah pasar bagi 37 persen dari total ekspor US A & D pada tahun 2015.
Rusia juga diuntungkan dengan adanya peningkatan pembelian peralatan militer di Asia. Kremlin menguasai seperempat pasar ekspor dunia. Dan Vietnam dan India adalah salah satu negara yang rajin membeli peralatan militer dari negara tersebut. Meskipun kini India mulai melirik produk pabrikan Paman Sam. Begitu pula dengan Vietnam yang embargo senjatanya sudah dicabut oleh negara Paman Sam tersebut.
Cina, Perancis, Jerman, Inggris Spanyol dan Italia adalah negara lainnya yang juga pemain utama dalam pasar ekspor persenjataan global.
Konflik dan senjata memang dua hal yang tak bisa dipisahkan. Di mana ada konflik, di situ ada senjata yang terjual. Konflik di Laut Cina Selatan, Timur Tengah dan Asia Selatan kemudian membawa berkah bagi para produsen peralatan militer.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti