tirto.id - Pemerintah memutuskan untuk memberlakukan aturan peniadaan mudik Lebaran 2021. Keputusan ini bagian dari langkah mencegah risiko peningkatan kasus penularan virus corona (Covid-19) yang biasa terjadi saat masa libur panjang.
Guna memastikan peraturan itu dipatuhi oleh masyarakat, Satgas Penanganan COVID-19 meminta seluruh pemerintah daerah (pemda) menggencarkan sosialisasi kebijakan peniadaan mudik.
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito pada saat berbicara dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta pada Kamis, 29 April 2021.
"Pemerintah daerah harus mensosialisasikan secara jelas, antara periode pengetatan mobilitas dan peniadaan kegiatan mudik. Sosialisasi harus dilakukan hingga ke akar rumput hingga masyarakat dapat memahami dengan baik kebijakan mudik yang dikeluarkan pemerintah," kata Wiku, seperti dilansir laman resmi Satgas Covid-19.
Wiku juga mengingatkan bahwa pemda harus segera membuat landasan hukum yang kuat terkait kebijakan mudik di wilayahnya masing-masing.
Dia menambahkan, pemerintah pusat sudah melakukan rapat koordinasi bersama pemda terkait hal ini untuk persiapan pelaksanaan kebijakan peniadaan mudik lebaran 2021.
Dalam penjelasannya, Wiku juga menerangkan detail ketentuan peniadaan Mudik Lebaran 2021, yang penting untuk diketahui oleh masyarakat.
Kebijakan pemerintah dalam pembatasan perjalanan mudik Lebaran 2021 terbagi dalam 3 periode, yang berlangsung sejak pekan keempat April hingga minggu ketiga Mei 2021.
1. Tahap pra-larangan mudik Lebaran 2021
Pada 22 April - 5 Mei 2021, kegiatan perjalanan masih diperbolehkan dengan pengetatan mobilitas penduduk, melalui pemberlakuan syarat hasil negatif COVID-19 yang berlaku 1x24 jam.
2. Tahap larangan mudik Lebaran 2021
Selama 6 - 17 Mei 2021, ketentuan peniadaan mudik Lebaran 2021 diberlakukan. Selama periode tersebut, perjalanan hanya diizinkan bagi mereka yang memiliki kepentingan pekerjaan, urusan mendesak, dan keperluan nonmudik tertentu.
"Dalam periode ini (6-17 Mei 2021), perjalanan mudik dilarang," Wiku menegaskan.
Di periode 6 - 17 Mei 2021, pelaku perjalanan yang termasuk dalam pengecualian larangan mudik harus membawa 2 dokumen, yakni surat negatif COVID-19 dan surat izin bepergian atau surat izin keluar masuk (SIKM) dari pihak berwenang.
"Kedua dokumen ini akan diperiksa petugas di lapangan," ujar dia.
Merujuk isi Surat Edaran Satgas COVID-19 Nomor 13 Tahun 2021 [PDF] dan addendum SE [PDF] tersebut, larangan mudik dikecualikan bagi mereka yang melakukan perjalanan dengan keperluan mendesak untuk kepentingan nonmudik, yaitu:
- Bekerja/perjalanan dinas
- Kunjungan keluarga sakit
- Kunjungan duka anggota keluarga meninggal
- Ibu hamil yang didampingi oleh 1 orang anggota keluarga
- Kepentingan persalinan yang didampingi maksimal 2 orang
- Kepentingan nonmudik tertentu lainnya yang dilengkapi surat keterangan dari Kepala Desa/Lurah.
Sementara SIKM atau surat izin tertulis sebagai salah satu dokumen persyaratan untuk melakukan perjalanan, selain surat tes negatif Covid-19, terbagi dalam 3 kategori:
- Surat izin tertulis/SIKM bagi pegawai instansi pemerintahan/ASN, pegawai BUMN/BUMD, prajurit TNI dan anggota Polri ditandatangani oleh pejabat setingkat Eselon II
- Surat izin tertulis/SIKM untuk pegawai swasta ditandangani pimpinan perusahaan
- SIKM/surat izin tertulis bagi warga umum nonpekerja maupun pekerja informal ditandatangani oleh Kepala Desa/Lurah.
3. Tahap pasca-larangan mudik Lebaran 2021
Pada periode tanggal 18 - 24 Mei 2021, kembali diberlakukan peraturan pengetatan mobilitas yang persyaratannya sesuai dengan periode sebelum peniadaan mudik (pra-larangan mudik).
Editor: Agung DH