tirto.id - Media asal Australia, ABC News, melaporkan kerusuhan di Papua telah menyebabkan satu orang tentara dan dua warga sipil tewas, ini merupakan informasi terakhir sejak Kamis kemarin. Hal ini menyusul kericuhan terjadi saat demonstrasi di depan kantor Bupati Deiyai, Rabu (28/8).
Kepada ABC, pengacara hak asasi manusia Veronica Koman mengatakan, protes yang berawal dari diskriminasi etnis dan rasisme itu telah berubah menjadi seruan referendum untuk merdeka.
Para pengunjuk rasa bahkan mengibarkan bendera Bintang Kejora Papua Barat, yang dilarang oleh Indonesia, dan meneriakkan "Bebaskan Papua Barat".
Masih menurut ABC, dengan mengutip pernyataan Koman, ada banyak orang Indonesia yang memberikan dukungan terkait tuntutan itu. Disebutkan juga, ada banyak tekanan pada pemerintah untuk merespons permintaan itu.
The Sydney Morning Herald, media asal Australia, mengatakan, berdasarkan video yang diperoleh dari The Associated Press, para demonstran di Abepura juga meneriakkan "Papua Merdeka" dan membentangkan poster "Kami bukan monyet".
Di antara kerumuman massa juga ada yang mengenakan ikat kepala Bintang Kejora dan memegang spanduk tuntutan referendum.
Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Sebby Sambom, membantah tuduhan bahwa mereka terlibat dalam protes kekerasan.
Menurut dia, "Ini murni tindakan yang dilakukan oleh seluruh masyarakat." Sambom bahkan menyerukan penarikan pasukan dari Papua untuk mengakhiri penyebaran protes.
Menkopolhukam Wiranto telah menginstruksikan kepada aparat keamanan agar tidak menggunakan peluru tajam dalam menanggani para demonstran.
Namun, Wiranto menolak untuk tuntutan referendum kemerdekaan. "Papua sudah secara sah menjadi bagian dari Indonesia dan itu sudah final," kata Wiranto dikutip The Sydney Morning Herald.
Ribuan Orang Turun ke Jalan di Jayapura
Setelah terjadi di beberapa titik, pada Kamis kemarin, ribuan orang turun ke jalan di Jayapura. Kerusuhan itu turut menyebabkan kerusakan dan kebakaran di Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) di Abepura. Tower telekomunikasi nirkabel atau Base Transceiver Station (BTS) milik PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) di Jayapura juga dibakar.
Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mengatakan, aksi massa di Jayapura terjadi sebagai bentuk akumulasi dari kemarahan masyarakat Papua atas banyak persoalan yang mereka hadapi.
Menurut dia, tindakan persekusi dan rasisme yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya hanyalah satu dari sekian pemicu.
Murib mengatakan, kemarahan massa tersebut juga dipicu karena penembakan di Waghete II, Tigi, Deiyai, Papua pada Rabu kemarin (28/8/2019).
"Empat warga masyarakat Deiyai ditembak aparat TNI," kata Murib.
Masalah lain yang dianggap sebagai pemicu adalah langkah pemerintah memblokir akses internet di Papua. "Sehingga yang dibakar itu [BTS] Telkomsel," ujar dia.
Untuk itu, Murib menegaskan pemblokiran terhadap akses internet di Papua sejak Rabu (23/8/2019) adalah keputusan yang salah.
Dia mengaku bersama Gubernur Papua Lukas Enembe sudah menyampaikan masalah ini kepada Presiden Joko Widodo pada Senin (26/8) lalu.
"Hari ini sudah hampir 1 pekan 5 hari akses internet di Papua lumpuh. Ini akumulasi. Selama ini belum menyampaikan semua hal," ucap Murib.
Menurut Murib, akses informasi yang terhambat itu sekaligus menunjukkan bahwa, “Otonomi khusus tidak berdaya."
"19 tahun ini otonomi khusus tidak berdaya. Ini menjadi amukan masyarakat Papua yang cukup lama. Masyarakat Papua tidak puas terhadap pemberian otonomi khusus," kata Murib.
Tanggapan Jokowi soal Kerusuhan di Jayapura
Terkait dengan situasi terkini di Papua, Presiden Jokowi mengaku telah memerintahkan Menko Polhukam, Kapolri, Kepala BIN dan Panglima TNI untuk menindak tegas pelaku pelanggaran hukum dan tindakan anarkis.
"Saya terus mengikuti [perkembangan] dan juga saya sudah mendapatkan laporan situasi terkini di Papua pada khususnya di Jayapura," kata Jokowi, di Alun-alun Purworejo, Jawa Tengah, pada Kamis malam, seperti dilansir Antara.
Ia bahkan meminta masyarakat Papua untuk tenang dan tidak melakukan tindakan anarkis atau perusakan terhadap gedung maupun fasilitas publik.
"Karena kita semuanya akan rugi apabila ada fasilitas-fasilitas umum, fasilitas-fasiltas publik, yang kita bangun bersama jadi rusak atau dirusak," ujar Jokowi.
Jokowi juga berencana akan melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh adat dan tokoh masyarakat Papua, namun tidak dalam pekan ini.
"Sebetulnya minggu ini kami rencanakan tapi belum memungkinkan dan akan kami lakukan dalam waktu yang secepatnya, baik tokoh muda, tokoh adat, dan tokoh agama," kata Jokowi.
Editor: Agung DH