Menuju konten utama

Keragaman Budaya Indonesia Hadir dalam Film Pilihan FFI 2018

Empat film yang masuk Nominasi Film Cerita Panjang Terbaik Piala Citra 2018 menampilkan ide, lanskap, kekayaan kuliner, dan bahasa khas masyarakat Jawa, Kalimantan, Bali, Madura, hingga Nusa Tenggara.

Keragaman Budaya Indonesia Hadir dalam Film Pilihan FFI 2018
Trailer Film Aruna dan lidahnya. FOTO/Palari Films.

tirto.id - Malam penganugerahan Piala Citra 2018 yang digelar pada Minggu (9/12/2018) di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta, mengusung tema “Film Bagus, Citra Indonesia”. Pesan yang ingin disampaikan adalah keragaman budaya khas Indonesia yang hadir dalam film-film pilihan Festival Film Indonesia (FFI) selaku penyelenggara.

Beberapa film yang masuk Nominasi Film Cerita Panjang Terbaik, misalnya, menampilkan lanskap nusantara yang luas. Keragaman itu meliputi banyak aspek, mulai dari lokasi syuting, pemeran pendukung, ide cerita, hingga bahasa dalam dialognya tidak Jawa-sentris.

“Kekayaannya bukan hanya menyoal lokasi, tapi juga narasi. Topik-topik yang muncul semakin banyak, seperti spiritualitas, kuliner, sampai perjuangan minoritas. Perkembangan ini pantas disambut dengan baik,” mengutip rilis yang diterima Tirto.

Sutradara Mouly Surya menangkap keindahan padang sabana di daerah Sumba dalam Marlina: Si Pembunuh dalam Empat Babak. Ide Sekala Niskala diambil dari tradisi dan kepercayaan masyarakat Bali. Dialog dalam film yang disutradarai Kamila Andini ini juga memakai bahasa penduduk Pulau Dewata.

Aruna dan Lidahnya melibatkan sineas lokal asal Kalimantan Barat, dan sukses menyorot kehidupan masyarakat Pontianak dan Singkawang. Selain di Jakarta dan Surabaya, sutradara film Edwin juga mengambil gambar di Pamekasan, Madura. Ada total 21 makanan lokal khas Indonesia yang dipamerkan dalam film ini.

Keragaman Indonesia juga hadir dalam film-film lain yang tersebar ke dalam 22 nominasi. Seleksinya bersifat internal serta melibatkan kolaborasi dengan berbagai asosiasi profesi, komunitas, lembaga pendidikan, dan media.

Ketua Komite FFI Lukman Sardi mengatakan kolaborasi itu dimaksudkan karena FFI berfokus terhadap peningkatan kualitas Piala Citra. Tahun ini FFI merangkul Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbang Film) Kemendikbud, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), LSF (Lembaga Sensor Film (LSF), Badan Perfilman Indonesia (BPI), dan lain-lain.

“Semua program FFI pun akan dibiayai bersama oleh semua unsur pemerintah serta mitra swasta yang mempunyai perhatian dan kepentingan sama,” jelas Lukman Sardi.

Tahun ini Piala Citra memasuki babak baru karena FFI telah berubah status sebagai entitas mandiri. Melalui Surat Keputusan (SK) Ketua Umum BPI, Komite FFI dibentuk dengan masa kerja tiga tahun (2018-2020).

Lukman Sardi dibantu jajaran pengurus lain, yakni Catherine Keng (Sekretaris), Edwin Nazir (Keuangan dan Pengembangan Usaha), Lasja F. Susatyo (Program), Nia Dinata (Penjurian), dan Coki Singgih (Komunikasi).

“Mulai tahun ini FFI akan memasuki babak baru. Dari semula program penghargaan tahunan, FFI kini menjadi sebuah entitas yang beroperasi sepanjang tahun dan kerjanya berfokus pada usaha- usaha meningkatkan kualitas film Indonesia untuk memperkuat sisi budaya dan estetika film,” ungkap Leni Lolang, Ketua Bidang Festival Dalam Negeri dan Penghargaan BPI.

Baca juga artikel terkait FFI 2018 atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Film
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan