tirto.id - Senin (24/6/2019), puluhan penggemar Newcastle United berkumpul di depan patung Sir Bobby Robson yang berada di halaman Stadion St James’ Park, markas Newcastle. Mereka datang tidak membawa kegembiraan, melainkan untuk protes. Kala itu, mereka ingin Mike Ashley, yang dinilai tidak becus mengurus klub, untuk segera angkat kaki.
Protes itu sebetulnya sudah dipendam jauh-jauh hari, sejak Ashley mulai menjadi pemilik Newcastle pada 2007. Namun, fans Newcastle terpaksa kembali menyuarakannya dengan lantang karena Ashley dinilai mengambil keputusan buruk terhadap aset terbaik yang dimiliki Newcastle pada saat ini: ia memilih untuk tidak memperpanjang kontrak Rafael Benitez, pelatih Newcastle, yang akan berakhir pada 30 Juni 2019.
Sebelum protes itu terjadi, klub memang memajang pengumuman “kami telah berjuang keras untuk memperpanjang kontrak Rafa dalam periode signifikan.” Sayangnya, bagi para penggemar The Magpies, usaha keras itu dianggap tipu daya belaka.
Alasan Benitez Pergi
Sejak Rafel Benitez bergabung bersama Newcastle pada akhir musim 2015-2016, ia bercita-cita mengembalikan nama besar Newcastle di kancah sepakbola Inggris. Namun, keadaan Newcastle ternyata amat jauh dari harapannya. Mereka compang-camping, sihir Benitez tak mempan, dan Newcastle tak selamat dari jeratan degradasi.
Setelah itu, saat fans Newcastle berpikir pelatih sekaliber Benitez tidak akan mau melatih di Championship, mantan pelatih Liverpool itu justru memilih bertahan. Sayangnya, kabar gembira itu tidak diikuti kebijakan klub: Newcastle hanya akan membeli pemain berusia di bawah 25 tahun yang mempunyai prospek untuk dijual kembali. Klub juga menolak tuntutan Benitez untuk memperbaiki tempat latihan.
Semula, Benitez mau menerima keadaan itu. Ia lantas berhasil meracik skuat Newcastle yang apa adanya menjadi pemenang. Lewat tangan dingin Benitez, Newcastle langsung kembali ke Premier League pada musim 2017-2018. Dan selama memimpin Newcastle di Premier League dalam dua musim terakhir, Benitez juga mampu menunjukkan kapasitasnya sebagai pelatih berkelas.
Ia--yang selama tiga setengah musim di Newcaslte hanya membeli seorang pemain dengan harga di atas 15 juta paun--berhasil membuat Newcastle finis di peringkat ke-10 di Premier League musim 2017-2018 dan peringkat ke-13 pada musim 2018-2019. Dalam dua musim tersebut, Newcastle bahkan pernah mengalahkan Chelsea, Arsenal, Manchester United, hingga Manchester City.
Keberhasilan itu kemudian membuat Benitez kembali ke tujuan semula: mengembalikan Newcastle menjadi salah satu klub besar di Premier League. Namun, Ashley ternyata tak mau mengubah pendiriannya.
Saat Benitez ingin Newcastle mengubah kebijakan transfer pemain, Ashley menolak. Ketika ia menginginkan anggaran belanja yang lebih besar, Ashley hanya menyediakan dana tak lebih dari 50 juta paun. Dan ketika ia kembali menginginkan perbaikan tempat latihan, Ashley masih bersikap acuh.
Padahal, tulis Harry Savill, kontributor Guardian, “Musim panas 2019 ini, Ashley sudah banyak melakukan pelanggaran: jersey Puma anyar Newcastle dijual dengan harga 65 paun, paling mahal di sepakbola Inggris. Ditambah dengan itu dan pendapatan besar dari hak siar televisi yang kelewat besar, Newcastle tanpa malu menaikkan harga tiket musiman sebesar 5% [...]”
Dari sana Benitez pun tak punya pilihan selain mengucapkan selamat tinggal. Parahnya, saat Newcastle mengumumkan kepergian Benitez, Ashley ternyata tidak memberitahu Benitez terlebih dahulu. Ia tahu kabar itu dari temannya.
Masa Depan Suram
Selain ditanggapi dengan protes, kepergian Benitez juga disesalkan pandit sepakbola Inggris. Salah satunya adalah Alan Shearer, mantan penyerang dan pelatih Newcastle. Dalam salah satu kolomnya di The Sun, ia menilai kepergian Rafa tersebut sebagai “sebuah keputusan berantakan dan parodi yang tidak masuk akal.”
Selain itu, seperti fans Newcastle, Shearer juga ikut menyalahkan Ashley. Menurutnya, Ashley tidak cukup mempunyai ambisi untuk memperbaiki keadaan Newcastle.
Yang menarik, pernyataan Shearer ternyata tidak sepenuhnya tepat sasaran: Ashley tidak hanya mempunyai ambisi, tapi juga membuat Newcasle menjadi berantakan.
Sejak Ashley membeli Newcastle dengan harga 135 juta paun 2007, Newcastle nyaris tak pernah berprestasi. Malahan, selain hanya menjadi tim genap-genap di Premier League, mereka juga dua kali terjerembab ke jurang degradasi.
Selain itu, menurut The Times, Ashley setidaknya juga pernah tiga kali berencana menjual klub. Terakhir, pada Mei 2019, The Magpies bahkan dikabarkan akan menjadi milik Sheikh Khaled bin Zayed Al Nehayan dari Qatar. Namun, sampai sekarang, Newcastle ternyata tak pernah pindah tangan.
Dari sana, ditambah dengan kepergian Benitez, Savill lantas punya pandangan tentang keadaan Newcastle yang sekarang. Ia menulis, “Latihan pra-musim akan dimulai 10 hari lagi [4 Juli 2019]: Newcastle tidak mempunyai pelatih, tidak membeli pemain baru, tidak memiliki harapan.”
Editor: Abdul Aziz