tirto.id - Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo membantah menerima fee proyek pengadaan monitoring satelit senilai Rp222 miliar di Bakamla.
Bantahan Arie disampaikan saat bersaksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Dharmawansyah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Fahmi didakwa menyuap empat pejabat Bakamla senilai 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp120 juta untuk mendapatkan proyek monitoring satellite di Bakamla.
Bantahan Arie mengemuka saat jaksa penuntut umum KPK Kiki Ahmad Yani menanyakan apakah sebagai Kepala Bakamla, Arie memerintahkan untuk menerima fee tersebut.
"Saya tidak pernah memerintahkan, saya mengarahkan kepada aturan," kata Arie.
Arie juga mengelak mengetahui jatah sebesar 7,5 persen yang diterima anak buahnya di Bakamla. Ia baru mengetahui ada jatah sebesar itu dari pemberitaan media massa setelah KPK melakukan OTT. Sepengetahuannya dari pemberitaan, uang itu diterima Eko Susilo Hadi dan Bambang Udoyono.
Selain itu Arie mengelak bahwa saat bertemu Bambang Udoyo dalam acara ulang tahun Bakamla pihaknya mengonfirmasi pemberian fee tersebut, sebagaimana disampaikan Bambang pada sidang sebelumnya.
"Bukan, yang saya tanya mana laporan dari Jerman," jawab Arie.
Kepala Bakamla itu baru kali ini menghadiri sidang sebagai saksi karena pada panggilan pertama ia bertugas ke Manado dan panggilan kedua Arie pergi ke Australia. Arie baru menghadiri panggilan setelah pimpinan KPK menyurati Panglima TNI untuk memerintahkan Arie hadir dalam persidangan.
Dalam dakwaan Arie disebut meminta jatah 7,5 persen dari total anggaran pengadaan proyek "monitoring satellite" di Bakamla. Permintaan itu disampaikan pada sekitar Oktober 2016 di ruangan Arie yang menyampaikan kepada Eko Susilo Hadi agar meminta jatah 15 persen nilai pengadaan untuk Kabakamla, sedangkan 7,5 persen untuk Bakamla dan akan diberikan dulu sebesar 2 persen.
Empat pejabat Bakamla yang diduga disuap Fahmi Darmawansyah adalah mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi dan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) TA 2016 sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro; Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura; Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan 104.500 dolar Singapura; dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp120 juta.
Kasus ini terkuak setelah KPK melakukan OTT pada Rabu 14 Desember 2016 di ruang kerja Eko Susilo. Dalam OTT itu KPK menyita uang Rp2 miliar. Uang tersebut diduga diberikan Fahmi terkait dengan pengadaan satelit monitoring di Bakamla.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH