Menuju konten utama
Kekerasan Seksual Anak

Kemensos Beri Terapi Psikososial ke 11 Anak Korban Kekerasan

Kemensos akan terus berkoordinasi dengan psikiater dan psikolog klinis untuk pemulihan psikososial korban.

Kemensos Beri Terapi Psikososial ke 11 Anak Korban Kekerasan
Ilustrasi Kekerasan Seksual. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kementerian Sosial memberikan terapi psikososial untuk 11 anak korban kekerasan fisik dan seksual yang dilakukan oleh guru mereka sendiri di Surabaya, Jawa Timur. Semua korban masih duduk di kelas empat Sekolah Dasar (SD). Saat ini, guru pelaku kekerasan sudah tidak dipekerjakan lagi di sekolah tersebut.

Proses pendampingan dan terapi psikososial dilakukan oleh Direktorat Rehabilitas Sosial Anak Kementerian Sosial bekerja sama dengan Sentra Terpadu “Prof. Dr. Soeharso” Surakarta.

“Kami langsung bertolak ke Surabaya. Di sana, kami bergabung dengan pemerintah daerah setempat, menemui anak-anak ini untuk memberikan terapi psikososial,” kata psikolog Sentra Terpadu “Prof. dr. Soeharso” Surakarta, Ratna Yanuar Anugrah Putri, lewat keterangan tertulis sebagaimana dikutip Tirto, Minggu (12/3/2023).

Pada 26 Februari lalu, Ratna dan tim dari Kementerian Sosial dengan para korban dan orangtua untuk melakukan pendekatan awal. Kata Ratna, terapi psikososial kepada korban dilakukan dengan mengajak mereka dinamika kelompok dan terapi bermain.

“Karena kita baru pertama kali bertemu, jadi kita ajak mereka dinamika kelompok, menggambar, dan bercerita. Kita kasih pendekatan awal ke anak-anak itu,” kata dia.

Dengan mengajak anak-anak ini berkegiatan demikian, kata Ratna, diharapkan anak dapat mengekspresikan diri, menurunkan kecemasan, membantu penerimaan diri dan mengurangi dampak psikis pasca kejadian. Satu hari setelahnya, tim mulai mengarah pada kejadian kekerasan yang mereka alami. Tim menggali cerita dari anak-anak menggunakan metode pendekatan body mapping.

“Kita minta anak-anak untuk menggambar anggota tubuh mereka. Tujuannya, yang pertama, tentunya, pengenalan diri mereka sendiri. Kedua, sambil kita memberikan edukasi pengenalan tubuh mereka, melalui gambar itu, kita juga menggali bagian mana dari tubuh mereka yang merasakan sensasi tidak enak ketika peristiwa pelecehan itu terjadi,” kata Ratna.

Satu hari setelahnya, 28 Februari, tim melakukan konseling individual kepada masing-masing anak. Tim juga membawa anak-anak untuk pemeriksaan ke dokter dan psikiater.

“Anak-anak terbuka dan komunikatif. Setelah metode body mapping sehari sebelumnya, mereka jadi lebih bisa menyampaikan apa yang mereka pikirkan dan rasakan, kemudian bisa menceritakan kronologis kejadian yang mereka alami,” ucapnya.

Terkait pemeriksaan ini, Kemensos akan terus berkoordinasi dengan psikiater dan psikolog klinis dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas Gading Surabaya untuk pemulihan psikososial korban. Selain memberikan intervensi langsung kepada anak-anak, Kemensos juga memberikan dukungan psikososial kepada keluarga korban dan memberikan edukasi terkait pengasuhan anak.

“Kami melakukan home visit dua kali, Rabu dan Kamis. Pertama, kami melihat situasi rumah seperti apa, menggali dan konseling pribadi dengan orangtua anak. Esoknya, kita ke sana lagi untuk memberikan bantuan,” tuturnya.

Bantuan dari Kemensos diberikan kepada 11 anak melalui bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) berupa sembako, nutrisi, perlengkapan kebersihan, perlengkapan sekolah, hingga paket permainan anak.

Sementara, bantuan ATENSI kewirausahaan untuk pemberdayaan keluarga korban juga diberikan kepada 6 dari 11 orangtua korban. Mereka diberikan modal untuk usaha jualan mainan dan aksesoris anak, usaha jualan baju, usaha jualan kue kering dan frozen food, serta usaha jualan sembako.

Selain itu, Kemensos juga memfasilitasi perpindahan sekolah salah seorang siswa dari sekolah lamanya ke sekolah baru di Kecamatan Kenjeran, Surabaya dan membayarkan biaya pendaftaran, serta perlengkapan sekolahnya.

Kemensos akan tetap berkoordinasi dengan Dinas Sosial, DP3APPKB, dan Kepala Sekolah untuk pendampingan dan pendidikan korban berkelanjutan. Pemerintah daerah setempat juga memberikan pembinaan, pengawasan dan pemantauan berkelanjutan untuk sekolah dan guru agar kejadian tersebut tidak terulang kembali.

11 siswa SD di Surabaya ini menjadi korban kekerasan fisik dan seksual oleh guru wali kelas saat pelajaran cinta indra perasa. Dengan dalih menguji kepekaan siswa, pelaku melakukan oral seks kepada 9 siswa perempuan, sedangkan 2 orang siswa laki-laki menjadi saksi terjadinya pencabulan tersebut.

Siswa laki-laki tersebut juga pernah mengalami kekerasan fisik dari pelaku. Atas pengakuan salah seorang siswa kepada orangtuanya, kejadian tersebut akhirnya terungkap.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz