Menuju konten utama
RUU Kesehatan

Kemenkes Tepis STR Seumur Hidup akan Suburkan Dokter Abal-Abal

Bedanya sertifikat kompetensi nantinya akan melekat dalam perpanjangan SIP yang berlaku setiap 5 tahun.

Kemenkes Tepis STR Seumur Hidup akan Suburkan Dokter Abal-Abal
Ilustrasi dokter. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan, Arianti Anaya membantah bahwa rencana pemberlakuan Surat Tanda Registrasi (STR) seumur hidup akan menggerus kompetensi dokter dan tenaga kesehatan.

“Jadi tidak benar isu yang beredar jika STR seumur hidup akan menyuburkan praktik dokter dukun atau dokter tremor atau dokter abal-abal, karena mereka tetap diwajibkan mendapatkan sertifikat kompetensi melalui pemenuhan Satuan Kredit Poin (SKP) seperti praktik yang terjadi saat ini. Jadi kualitas mereka tetap terjaga,” kata Arianti melalui keterangan tertulis, Minggu (2/4/2023).

Kemenkes menyatakan bahwa kualitas para dokter dan tenaga kesehatan akan tetap terjaga melalui sistem pemenuhan kompetensi berkala yang wajib dilalui ketika memperpanjang Surat Izin Praktek (SIP).

“Bedanya sertifikat kompetensi nantinya akan melekat dalam perpanjangan SIP yang berlaku setiap 5 tahun,” ujar Arianti.

Rencana pemberlakuan STR seumur hidup dicanangkan pemerintah melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Disebut, alasan pemberlakukan ini dilakukan sebagai upaya penyederhanaan proses penerbitan STR dan SIP yang saat dinilai saat ini terlalu berbelit-belit.

“Jadi nanti yang diperpanjang cukup SIP saja. Tujuan dari penyederhanaan perizinan ini adalah agar dokter dan tenaga kesehatan tidak banyak dibebani sehingga mereka bisa tenang menjalankan tugas mulia mereka,” sambung Arianti.

Dalam sosialisasi RUU Kesehatan baru-baru ini, Kemenkes mengusulkan pemenuhan kompetensi atau pemenuhan kecukupan SKP merupakan dasar dari pemberian SIP, dan tidak lagi diperlukan surat rekomendasi dari organisasi profesi (OP) seperti sekarang ini.

Arianti menyebut saat ini dokter dan tenaga kesehatan wajib mengurus perpanjangan STR dan SIP setiap 5 tahun sekali melalui banyak tahapan birokrasi, validasi, dan rekomendasi.

“Hal ini membuat banyak dokter dan tenaga kesehatan merasa terbebani termasuk dengan biaya-biaya yang timbul,” katanya.

Nantinya, untuk memenuhi kecukupan SKP, dokter dan tenaga kesehatan harus mengumpulkan SKP dalam jumlah tertentu yang dimasukan ke dalam sebuah sistem informasi (SI) yang dikontrol oleh Pemerintah Pusat.

“Izin praktik baru diterbitkan oleh pemerintah daerah baik Dinkes atau pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) jika dokter dan tenaga kesehatan telah memenuhi kecukupan jumlah SKP tertentu di dalam SI tersebut,” terang Arianti.

Kebutuhan dokter dan tenaga kesehatan di setiap daerah akan dilakukan dengan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Pemberiaan SIP nantinya harus mempertimbangkan distribusi dokter dan tenaga kesehatan di masing-masing daerah.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi sebelumnya menilai, pemberian STR seumur hidup dapat mengikis kompetensi dokter.

“Kalau STR berlaku seumur hidup, saya bayangkan akan muncul tenaga kesehatan termasuk dokter yang abal-abal karena kita ketahui bagaimana performa, kinerja selama periode tertentu,” kata Tulus dalam Media Briefing di Jakarta Pusat, Jumat (31/3/2023).

Dari sisi konsumen, Tulus mengkhawatirkan kompetensi yang tak teruji tersebut justru merugikan pasien. “Kalau berlaku seumur hidup siapa yang bisa mengontrol tenaga kesehatan yang bersangkutan, apalagi (diperoleh) secara online,” ujar Tulus.

Baca juga artikel terkait RUU KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz