tirto.id - Rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk melibatkan dua startup digital, yakni Traveloka dan Tokopedia di bisnis umrah dikritik Kementerian Agama (Kemenag). Alasannya, keinginan itu tidak sesuai dengan UU No.8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Hal itu diungkapkan Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Arfi Hatim. “Pengembangan umrah digital harus berangkat dari prinsip penyelenggaraan umrah dilakukan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU),” kata Arfi saat dikonfirmasi reporter Tirto, Senin (22/7/2019).
Oleh sebab itu, ia menekankan bahwa Traveloka dan Tokopedia tidak dapat menjadi pihak yang menyelenggarakan ibadah umrah. Namun demikian, kedua startupunicorn tersebut bisa terlihat dalam pengembangan umrah berbasis digital.
Artinya, kata Arfi, jemaah yang akan berangkat umrah bisa memilih dua cara. Pertama, mendaftar di PPIU secara langsung sebagaimana yang berjalan selama ini. Kedua, memilih paket PPIU yang ada di marketplace dengan keberangkatan tetap oleh PPIU.
“Umrah digital dikembangkan dengan semangat meningkatkan standar manajemen sesuai kebutuhan masyarakat di era digital. Karenanya, PPIU juga dituntut untuk terus berinovasi memanfaatkan teknologi informasi,” kata Arfi menambahkan.
Menurut Arfi, untuk pengembangan umrah digital ini, maka Kemenag akan dibentuk task force, yang diharapkan bisa merespons diskusi inovasi secara cepat. Sebab, kata Arfi, di era digital, rentan terjadi perubahan model bisnis, proses bisnis, hingga ekosistem di sejumlah sektor, termasuk umrah.
Ia mengatakan, Kemenag dan Kominfo akan terus berkoordinasi untuk mensinergikan kebijakan sesuai ranahnya. Kominfo berwenang mengatur perusahaan digital, sedangkan Kemenag berwenang mengatur penyelenggaraan umrah.
“Kami akan sinkronkan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat sekaligus menjamin umat Islam dapat beribadah dengan baik,” kata Arfi menambahkan.
Ditentang DPR
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis menolak wacana pelibatan Traveloka dan Tokopedia dalam pelaksanaan umrah, apabila keduanya berperan sebagai penyelenggara.
“Karena penyelenggara itu juga ada persyaratannya. Ada unsur bimbingan di situ. Itu yang melaksanakan harus orang-orang keumatan dan beragama Islam juga,” kata Iskan saat dihubungi, Senin (22/7/2019).
Politikus PKS ini mengaku, Komisi VIII DPR yang bermitra dengan Kementerian Agama memang belum membahas hal tersebut dengan Menag Lukman Hakim Saifuddin. Menurut dia, lembaganya baru membahas masalah ini dengan Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus.
Iskan mengatakan, dari pembahasan yang dilakukannya itu, jika kedua startupunicorn berperan sebagai penyelenggara umrah, maka hal itu tidak sesuai dengan regulasi yang ada.
“Dalam UU Haji dikatakan pelaksanaan haji itu dilaksanakan oleh travel-travel yang sudah mendapatkan izin dari Kemenag,” kata Iskan menegaskan.
Sebab, kata Iskan, umrah merupakan praktik ibadah dan tidak melulu perihal bisnis semata. “Jadi tidak boleh melakukan itu [menjadi penyelenggara]. Kalau sekadar penjual tiket, ya tidak apa-apa. Boleh saja kalau umpamanya unicorn ini sebagai marketplace saja,” kata dia.
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi I DPR Arwani Thomafi. Jika mau melibatkan startup digital, ia justru prihatin dengan nasib Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) sebagai penyelenggara sah sebagaimana yang termaktub dalam UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Proses dan tahapan yang dilakukan PPIU berliku dan melalui proses yang tidak mudah. Jangan sampai keberadaan dua unicorn dalam bisnis perjalanan umrah ini justru melahirkan disharmoni bagi pelaku penyelenggara perjalanan ibadah umrah,” kata politikus PPP ini.
Arwani menyatakan, apabila keberadaan dua unicorn tersebut hendak dilibatkan dalam umrah, maka semestinya pemerintah menyiapkan terlebih dahulu regulasi dan mengajak duduk bersama seluruh stakeholder.
“Jangan sampai rencana fasilitasi pemerintah justru menimbulkan sikap tidak adil yang dirasakan oleh penyelenggara perjalanan ibadah umrah,” kata Arwani.
Penjelasan Menkominfo Rudiantara
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menjelaskan ihwal pelibatan Traveloka dan Tokopedia dalam pelaksanaan ibadah umrah di Indonesia. Menurut dia, hal tersebut sebagai upaya menindaklanjuti tawaran Arab Saudi.
"Pemerintah Saudi Arabia, Muhammad bin Salman [MDS] bin Abdulaziz al-Saud punya visi 20-30, visi digital salah satunya umrah. Peningkatan umrah, dari 10 juta menjadi 30 juta,” kata Rudiantara saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin kemarin.
Sementara itu, kata dia, pemerintahan Arab Saudi sudah tidak memungkinkan lagi membangun zam-zam tower dalam 10 tahun ke depan. Sehingga, menurut dia, Arab Saudi akan memberdayakan hotel-hotel yang ada di sana.
“Nah, ini bisnis besar. Kita ini representasi dari 10 persen orang yang pergi umrah. Dari 10 juta lebih dikit, kita nomor dua. Nomor pertama Pakistan,” kata Rudiantara.
Berdasarkan visi tersebut, kata Rudiantara, membuat Arab Saudi mulai mencari penyedia aplikasi yang berhubungan dengan perjalanan di seluruh dunia. Mereka hendak membuat aplikasi yang dapat melayani ibadah umrah.
Kesempatan tersebut yang coba dimanfaatkan Rudidiantara untuk memasukkan Traveloka dan Tokopedia dalam bisnis umrah ini. Alasannya, kata Rudiantara, kedua unicorn tersebut memiliki kredibilitas di bidangnya.
Rudiantara menepis anggapan anggota DPR RI yang menilai bahwa peran Traveloka dan Tokopedia sebagai penyelenggara umrah. Sebab, kata Rudiantara, hal itu ditangani oleh pihak-pihak travel konvensional yang selama ini sudah bekerja sama.
“Yang saya ingin secure 10 tahun ke depan, saya tidak ingin Indonesia hanya menjadi pasar dari aplikasi yang dikembangkan secara internasional. Karena misalkan kita dapat tawaran dari aplikasi internasional, kita dapat apa? Memang kita ada regulasi, tapi yang mengeluarkan visa itu Saudi Arabia,” kata dia.
Sementara itu, Public Relation Lead Tokopedia, Ekhel Chandra Wijaya mengatakan hingga saat ini perusahaannya belum bisa berkomentar, termasuk soal produk apa yang bakal dikeluarkan untuk mendukung rencana pemerintah tersebut.
“Sekarang kami masih perlu elaborasi program itu lebih jauh. Jadi pastinya kami akan selalu berpegang pada prinsip kami untuk membangun jembatan kolaborasi dan fokus pada kemitraan yang sejalan dengan visi kami untuk mendorong pemerataan ekonomi secara digital,” kata dia saat dihubungi, pada Jumat (19/7/2019).
Ia juga belum mau berkomentar saat ditanya apakah nantinya rencana pengembangan startup itu bakal melibatkan agen perjalanan umrah yang sudah ada.
Yang jelas, kata dia, “semua pihak pokoknya yang sejalan dengan visi kami akan kami bahas dan perhitungankan, tapi lebih dari itu kami tidak bisa berkomentar lebih lanjut lagi.”
Adapun Ferry Unardi dari Traveloka, yang kini fokus sebagai perusahaan digital di bidang pariwisata, belum memberikan respons pertanyaan reporter Tirto terkait kritik anggota dewan serta pengusaha perjalanan umrah konvensional.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz