tirto.id - Google Doodle hari ini, Selasa (20/3/2018), muncul untuk merayakan ulang tahun ke-97 Bapak Perfilman Indonesia: Usmar Ismail. Ia adalah sineas terkemuka era 1950 hingga 1960-an, sekaligus pendiri Perfini, studio film pertama di Indonesia.
Usmar Ismail memiliki semangat juang yang tak padam untuk membangkitkan perfilman Indonesia. Semasa hidupnya, ia telah menghasilkan 33 karya film dari berbagai genre mulai dari drama, komedi satir, musikal, hingga film aksi. Tak berhenti di kursi sutradara, ia juga sempat menjajal kemampuan sebagai penulis skenario dan produser.
Dari 33 karyanya, tercatat dua film pernah menjadi box office kala itu: Krisis (1951) dan Tiga Dara(1956). Krisis, filmbergenre komedi ini mendapat penghasilan paling tinggi sejak film Terang Boelan (1938). Adapun Tiga Dara merupakanfilm musikal yang menceritakan kisah asmara tiga saudara perempuan. Film ini telah direstorasi pada 2016 silam.
Studio film pertama Indonesia, didirikan Usmar Ismail pada 30 Maret 1950. Perfini nama studio itu, memproduksi film lewat usaha patungan dengan bank nasional dua kali, satu kali yayasan di Semarang, dan satu kali dengan Kodam IX Mulawarman.
Dalam buku Sejarah Kecil 'Petite Histoire' Indonesia Volume 2, Rosihan Anwar menuliskan, dengan perusahaan luar negeri Perfini pernah joint production dengan Singapura dua kali dan satu kali dengan Italia.
Di tengah popularitas berkat jasa-jasanya membangun perfilman nasional, tak banyak yang tahu cerita tragis yang pernah dialami Usmar Ismail. Tragedi itu lantas membawanya pada kematian di usia yang cukup muda, 49 tahun.
Rosihan Anwar juga pernah mengungkapkan kisah Usmar Ismail lewat artikel “Di Balik Manusia Komunikasi” dalam buku Manusia Komunikasi, Komunikasi Manusia.
Pada 1970, Usmar Ismail, sebagai direktur Perfini bekerja sama dengan perusahaan di Italia membuat film Adventures in Bali. Namun, proses produksi dan setelah film jadi, bermasalah. Menurut perjanjian, kata Rosihan, nama Usmar sebagai sutradara akan dicantumkan dalam versi film yang diedarkan di Eropa.
“Ternyata waktu Usmar berkunjung ke Roma melihat penyelesaian film Bali itu namanya sama sekali tidak disebut. Usmar sudah ditipu oleh produser Italia,” kata Rosihan.
Film tersebut tetap dirilis dengan judul Bali pada 1971, namun gagal menggaet penonton. Di tengah kesulitan itu, Usmar masih berjuang mempertahankan Perfini dan menggaji karyawannya.
Tak lama, Usmar jatuh sakit di rumahnya akibat pendarahan di otak. Malam sebelumnya, Usmar bahkan masih sempat menyelesaikan dubbing film terakhirnya, Ananda di studio Perfini. Keluarga dan sahabat-sahabatnya semalaman menungguinya.
“Ada pikiran untuk mengadakan operasi di otaknya. Namun, untuk itu tidak mungkin lagi,” ungkap Rosihan.
Usmar meninggal dunia pada 2 Januari 1971 tanpa sempat berpesan apa-apa pada keluarganya. Ia dikuburkan di Karet diantarkan oleh para kerabat dan para insan perfilman.
Saat kematiannya, Usmar berada di rumahnya yang sederhana. Rosihan bercerita, salah seorang kerabat pernah bersimpati pada kondisi sineas handal itu saat akhir hidupnya.
“'Saya tidak mengira Usmar sebagai sutradara film terkenal begitu miskin.' Percaya atau tidak, tapi begitulah kenyataannya,” terang Rosihan.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari