Menuju konten utama

Kecerdasan Emosional Itu Penting! Yuk, Kenali Cara Melatihnya!

Kita bisa mengenali emosi kita sendiri—dan belajar mengelolanya.

Kecerdasan Emosional Itu Penting! Yuk, Kenali Cara Melatihnya!
Header Diajeng Kecerdasan Emosional. tirto.id/Quita

tirto.id - Masihkah Intelligence Quotient (IQ) relevan untuk menentukan kesuksesan?

Faktanya, sampai sekarang, masih ada peneliti yang merujuk pada skor IQ untuk merangking negara dengan penduduk paling pintar. Mungkin juga, sebagian dari kamu yang punya anak prasekolah sedang mempertimbangkan membelikannya buku panduan tes IQ untuk persiapan masuk SD.

Rosalie Holian dari RMIT University dalam artikel “EQ Versus IQ: What’s the Perfect Management Mix?” di The Conversation menyebutkan, orang yang punya IQ tinggi memang cenderung dapat memecahkan masalah dengan baik dan solutif saat dihadapkan pada situasi baru.

“Ketika seseorang dengan IQ tinggi juga memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, yang dapat diperoleh dari pengalaman dan kualifikasi pendidikan formal, maka mereka cenderung memiliki berbagai keterampilan,” ungkap Holian. Atas dasar inilah, orang dengan IQ tinggi sering dianggap cocok menjadi pemimpin.

Ah, tapi apakah IQ adalah satu-satunya patokan? Tunggu dulu!

Memasuki dekade 1990-an, Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosional mulai dianggap tak kalah penting dari tingkat intelegensia. Pandangan ini dipopulerkan oleh Daniel Goleman, psikolog-jurnalis yang menulis buku Emotional Intelligence: Why it Can Matter More than IQ (1995). Menurut Goleman, IQ memang penting untuk membantumu dapat pekerjaan keren, tapi EQ-lah yang menentukan kecepatan perkembangan kariermu atau secepat apa kamu dipromosikan.

Menurut studi berjudul “It Pays to Have an Eye for Emotions: Emotion Recognition Ability Indirectly Predicts Annual Income” (2014), tingkat emotion recognition ability (ERA) secara tak langsung berkorelasi dengan penghasilanmu.

Dikutip dari laporannya, “[...K]emampuan emosional memungkinkan orang tak hanya memproses hal-hal sarat informasi secara efektif, namun juga menggunakan informasi itu untuk mengatur dunia sosial organisasi demi meraih kemakmuran.”

Apa yang Dimaksud Kecerdasan Emosional?

Profesor psikologi dari University of New Hampshire John D. Mayer dalam tulisan “What is Emotional Intelligence” (2004) memaknai kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk memikirkan dan menggunakan emosi dalam rangka meningkatkan daya pikir.

Menurut Mayer, kecerdasan emosional meliputi “kemampuan untuk merasakan emosi dengan benar, mengakses dan mengelola emosi untuk membantu pikiran, memahami emosi dan pengetahuan tentang emosi, dan merefleksikan emosi sehingga bisa mengatur emosi dan pertumbuhan intelektual”.

Terdapat empat cabang area kapasitas atau keahlian yang diajukan Mayer dan koleganya, Peter Salovey, untuk memayungi cakupan luas kecerdasan emosional.

Pertama adalah memahami emosi nonverbal, terutama mengidentifikasi ekspresi wajah seperti kebahagiaan, kesedihan, kemarahan, ketakutan. Kemampuanmu menangkap emosi secara akurat melalui wajah atau suara orang lain bisa menjadi awal untuk memahami emosi secara mendalam.

Header Diajeng Kecerdasan Emosional

Header Diajeng Kecerdasan Emosional. foto/IStockphoto

Kedua, menggunakan emosi untuk memfasilitasi pikiran. Contohnya, sesuatu yang kamu tanggapi secara emosional tak lain merupakan sesuatu yang sudah berhasil menarik perhatianmu, dan kelak bisa mengarahkan pikiranmu untuk memprioritaskan hal-hal penting. Contoh lainnya, ragam emosi terkait suasana hati dan mood positif juga turut mempengaruhi pemikiran kreatif.

Selanjutnya adalah kemampuan memahami emosi dalam sebuah hubungan, transisi dari satu emosi ke lainnya, dan informasi linguistik tentang emosi. Misalnya, kebahagiaan biasanya menyokong hasratmu untuk membersamai orang lain, marah mengindikasikan keinginanmu menyerang atau menyakiti orang lain, atau ketakutan yang mendorong keinginan melarikan diri.

Yang terakhir adalah mengelola emosi. Berada di zona kenyamanan emosional, menurut studi Mayer, memungkinkanmu untuk mengatur dan mengelola emosi diri sendiri—dan orang lain—demi mencapai tujuan yang dicita-citakan bersama.

Memanfaatkan dan Melatih Kecerdasan Emosional

Kamu bisa dapat segudang manfaat dengan mengembangkan kecerdasan emosional. Menurut artikel lawas yang Mayer susun bersama Peter Salovey, “Emotional Intelligence” (1990), suasana hati dan emosi secara sistematis bisa membantumu memecahkan masalah.

“Pertama, perubahan emosi dapat memfasilitasi pembentukan beberapa rencana masa depan. Kedua, emosi positif dapat mengubah organisasi memori sehingga materi kognitif lebih terintegrasi dan beragam ide dipandang lebih terkait,” papar mereka. Selain itu, emosi dapat membantumu keluar dari sebuah proses dan fokus pada kebutuhan yang lebih mendesak. Emosi juga bisa membantu kinerjamu pada tugas kecerdasan yang kompleks.

Tak kalah penting adalah mood. Menurut Mayer dan Salovey, mood positif akan berdampak baik pada pemecahan masalah kreatif. Kalau kamu punya suasana hati yang gembira, peluang memilah masalah juga besar.

Menilik pentingnya kecerdasan emosional, maka ia perlu dipupuk sedini mungkin. Yup, tentu dari masa kanak-kanak.

Menurut psikolog Bradley Busch dalam tulisannya di The Guardian, kamu bisa mulai dengan mengajarkan anakmu menjadi pendengar aktif. “Kemampuan mendengarkan aktif adalah bagian penting dari membantu menciptakan komunikasi dua arah yang sejati—dan itu jauh lebih dari sekedar memperhatikan,” kata Busch.

Pendengar aktif kelak lebih terlibat dalam dialog dan responsif terhadap orang lain melalui bahasa tubuh mereka, imbuhnya.

Selain itu, sekolah juga bisa mengajarkan murid bank kosakata untuk menyampaikan perasaan agar mereka paham perbedaan makna seperti sedih, kecewa, atau kesal.

“Cara sederhana untuk memperkenalkan ini kepada siswa adalah memainkan permainan alfabet dalam kelas. Kalian lihat berapa banyak emosi berbeda yang dapat diperoleh untuk setiap huruf dalam alfabet. Setelah itu, diskusikan perbedaan di antara masing-masing, apa yang mungkin mendorong emosi, dan bagaimana siswa dapat merespons secara pribadi,” ungkap Busch.

Header Diajeng Kecerdasan Emosional

Header Diajeng Kecerdasan Emosional. foto/Istockphoto

Kecerdasan emosional anak juga bisa dilatih dengan meningkatkan self-awareness atau kesadaran diri. Anak dengan kesadaran diri yang tinggi kemungkinan tidak akan bersikap angkuh atau sombong ketika bertemu orang lain—mereka tidak akan membiarkan citra diri yang terlampau tinggi mempengaruhi perilaku dan interaksi sosialnya.

Cara lainnya adalah dengan mengajarkan anak berempati. Empati merupakan kemampuan untuk mengambil perspektif orang lain tanpa menghakimi, mengenali emosi mereka, dan mampu menyampaikan perspektif kembali.

Kemampuan ini bisa dilatih lewat kebiasaan membaca buku cerita atau didiskusikan lewat aktivitas menonton video animasi pendek.

Nah, satu alasan penting lainnya, nih, untuk mendorong lebih sering membaca buku daripada main gawai!

*Artikel ini pernah tayang di tirto.id dan kini telah diubah sesuai dengan kebutuhan redaksional diajeng.

Baca juga artikel terkait INTELLIGENCE QUOTIENT atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Widia Primastika
Editor: Maulida Sri Handayani & Sekar Kinasih

Artikel Terkait