tirto.id - Pemerintah telah siap menerapkan integrasi pembayaran Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) pada 29 September 2018 pukul 00.00 WIB. Skema soal tarif tidak akan diubah.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Herry Trisaputra Zuna, mengakui ada beberapa yang masih kontra terhadap skema tarif integrasi tol JORR. Kendati demikian, Herry mengatakan bahwa kebijakan ini adalah kebutuhan untuk efisiensi pembayaran alat angkut logistik.
"Untuk efisiensi seharusnya jauh hari kita lakukan. Kita dengar dari asosiasi, pihak-pihak logistik bahwa memang ini ditunggu karena sekarang sudah terlambat dari sisi waktu," ujar Herry dalam Forum Merdeka Barat (FMB) 9 Jakarta pada Rabu (26/9/2018).
Herry menampik jika ada pihak yang menganggap kebijakan ini untuk menguntungkan atau menambah pendapatan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).
"Bahwa kebijakan ini untuk efisiensi, bukan untuk menambah pendapatan badan usaha. Itu jelas, itu tegas," ujar Herry.
Integrasi transaksi JORR bakal dilakukan pada Seksi W1 (SS Penjaringan-Kebon Jeruk), Seksi W2 Utara (Kebon Jeruk-Ulujami), Seksi W2 Selatan (Ulujami-Pondok Pinang), Seksi S (Pondok Pinang-Taman Mini), Seksi E1 (Taman Mini-Cikunir), Seksi E2 (Cikunir-Cakung), Seksi E3 (Cakung-Rorotan), Jalan Tol Akses Tanjung Priok (Rorotan-Kebon Bawang), dan Tol Ulujami-Pondok Aren.
Saat integrasi ini berlaku, tarif bagi kendaraan golongan I untuk jarak jauh dan dekat adalah Rp15.000. Sementara kendaraan golongan 2 dan 3 dikenakan tarif Rp22.500. Untuk kendaraan golongan 4 dan 5 harus membayar tarif senilai Rp30.000.
Selama ini, kendaraan golongan I yang melintas dari Simpang Susun Penjaringan menuju Tol Akses Pelabuhan Tanjung Priok harus membayar tarif Rp34.000. Sementara untuk kendaraan golongan 5, dikenai tarif hingga Rp94.500 dalam sekali jalan.
Dengan kebijakan ini membuat jarak pendek menjadi lebih mahal dan jarak jauh lebih murah. "Ya tadi kami sampaikan kebijakan ini tentu tidak bisa menyenangkan semua pihak, yang kami utamakan adalah yang memang kita adalah logistik," ujarnya.
Ia kemudian menyarankan kepada masyarakat untuk menggunakan jalan nasional umum sebagai alternatif. "Kepada pihak yang lain (non-logistik) punya opsi dengan jalan non tol, ada publik transport yang digunakan, dan tujuan kami ke depan adalah mengembangkan publik transport," ujarnya.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, Bambang Prihartono mengatakan kebijakan ini mendukung target pemerintah untuk mengembalikan fungsi tol dengan menjaga kelancaran arus dengan rata-rata kecepatan tempuh kendaraan 60-70 kilometer/jam (Km/jam).
"Sekarang sudah mengarah ke sana menjaga rata-rata tempuh kendaraan 60-70 Km/jam. Pada 2019 kami juga akan menghadirkan bus ke pemukiman. Saat ini sudah 500 unit baik Transjabodetabek dan JR (Jabodetabek Residence) Conection. Target saya 1000 sebetulnya," ujar Bambang.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yandri Daniel Damaledo