Menuju konten utama

Kebakaran di Wilayah Padat Jakarta: Ancaman Maksimal, Miskin Solusi

Hingga 7 Juli, ada empat kebakaran terjadi per hari di Jakarta, termasuk di wilayah padat. Sayangnya infrastruktur pemadam, termasuk jumlah personel, sangat minim.

Kebakaran di Wilayah Padat Jakarta: Ancaman Maksimal, Miskin Solusi
Kebakaran di perkampungan warga di Jalan Remaja I, Gang Bedeng, Manggarai, Jakarta Selatan. (10/7/2019) siang. tirto.id/Haris Prabowo

tirto.id - Masalah yang kerap timbul saban terjadi kebakaran di DKI Jakarta adalah titik api yang sulit dijangkau petugas pemadam. Di Kecamatan Tambora, kawasan terpadat Asia Tenggara, misalnya, Dimas Andhi Ismawan (PDF) mencatat hanya 50 persen ruas jalan yang dapat dilalui kendaraan pemadam kebakaran (damkar) dengan lebar badan tiga meter.

Yang terbaru adalah kebakaran di perkampungan warga Jalan Remaja I, Gang Bedeng, Manggarai, Rabu (10/7/2019). Area yang terbakar berada di jalan kecil, tidak bisa dilewati mobil. Enam mobil damkar yang diterjunkan akhirnya mengakses lokasi kebakaran dari Pergudangan Infinia Park, kompleks ruko di samping perkampungan. Keduanya dibatasi tembok tinggi.

Beberapa warga bahkan sampai membobol sebagian tembok untuk memudahkan akses jalan.

Cerita serupa juga terjadi di Jalan Jati Bunder, Tanah Abang, pada 30 Juli 2019. Puluhan rumah terbakar. Juga di RT 11 RW 02 Kelurahan Krukut, Kecamatan Tamansari, tiga tahun lalu. Dalam dua kasus itu petugas juga kesulitan karena akses ke titik api melewati jalan sempit.

Menurut pengamat tata kota Yayat Supriatna, Damkar Jakarta semestinya punya 1001 inovasi agar masalah serupa tak terulang. Apalagi kebakaran di Jakarta meningkat sepanjang musim kemarau ini. 159 kebakaran terjadi selama Juni lalu. Satu bulan sebelumnya ada 137 kasus.

Total, sejak 1 Januari sampai 7 Juli, sudah terjadi 857 kebakaran, atau setara empat kebakaran per hari.

Salah satu yang bisa dilakukan adalah pelatihan pemadam kebakaran untuk warga sesering mungkin. "Sehingga warga siap kalau ada kebakaran," kata Yayat kepada reporter Tirto, Rabu (10/7/2019).

Sayangnya ini belum efektif meski sebetulnya sudah berjalan, kata Yayat. Juga belum dilakukan secara masif.

Hal lain yang bisa dilakukan adalah mencegah kebakaran itu sendiri. Yang mesti diupayakan, kata Yayat, adalah bagaimana desain pemukiman padat ini dapat meminimalisir kebakaran.

"Jadi begitu terjadi kebakaran, tidak ada sentuhan apa-apa, hanya bansos," tambahnya.

Segudang Masalah

Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Damkar dan PB) DKI Jakarta, Subejo, mengatakan ada tiga teknologi yang mereka manfaatkan untuk menembus kawasan padat untuk memadamkan api: motor pemadam, hidran, dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).

"Ada hidran mandiri, terus ada motor pemadam kebakaran untuk membantu," kata Subejo kepada reporter Tirto, Kamis (11/7/2019). "Bisa juga lewat APAR yang ada di kelurahan," tambahnya.

Sayang Subejo tidak bisa spesifik mengatakan ada berapa banyak hidran dan APAR yang mereka siapkan di Jakarta. Dia hanya mengatakan akan menambah terus jumlahnya sesuai dengan ketersediaan anggaran.

"Nanti juga ada penambahan pos pemadam kebakaran," tambahnya.

Per 2018 lalu, Sekretaris Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta Sugeng Wiyono mengatakan di Jakarta hanya ada 102 pos pemadam. Padahal idealnya ada 267, sesuai dengan jumlah kelurahan.

"Bahkan kalau bisa pada wilayah yang padat hunian dan penduduk terdapat empat sampai lima pos," kata Sugeng.

Sementara Danton tim Damkar Sektor 6 Kecamatan Tebet, Mulyata, mengatakan hal-hal yang jadi sebab mereka tetap sulit memadamkan api di lokasi padat penduduk. Misalnya keberadaan motor damkar. Dia bilang, motor itu sudah rusak karena memang tidak dirawat.

2012 lalu, Beritasatu mencatat Dinas Damkar DKI punya 110 unit motor damkar yang disebar di 55 kelurahan rawan kebakaran.

Kemudian soal APAR. Sama seperti motor, Mulyata mengaku: "dulu sudah pernah dikasih APAR. Karena tidak dirawat, ya gitu, akhirnya rusak begitu saja."

Sementara soal hidran, sebagaimana dicatat Tempo, pada 2018 lalu hanya 53 hidran di Jakarta Barat yang masih mengeluarkan air. Enam hidran rusak, 101 sisanya tidak lagi dialiri air sejak 2014. Di Jakarta Utara, dari 264 hidran, 39 di antaranya rusak, 94 bahkan hilang.

Masalah kian menumpuk karena jumlah personel damkar di DKI belum ideal. Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menyebut setidaknya ada 6.000 petugas, sementara saat ini hanya tersedia 4.423.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino