Menuju konten utama

Kasus WNI Disandera: Pemerintah Dinilai Tak Terbuka Soal Pembebasan

Pemerintah diduga membayar uang tebusan untuk membebaskan korban penculikan sebelumnya yang dilakukan kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina Selatan. Dugaan tersebut muncul karena selama ini pemerintah tidak terbuka mengenai proses pembebasan sandera.

Kasus WNI Disandera: Pemerintah Dinilai Tak Terbuka Soal Pembebasan
Ilustrasi Perompak. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Dua Warga Negara Indonesia (WNI) kembali jadi korban penculikan oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina Selatan.

Dosen Hubungan Internasional dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Yosef Djakababa menduga, selama ini pemerintah membayar uang tebusan untuk membebaskan korban penculikan sebelumnya.

Menurutnya, wajar saja jika kemudian muncul dugaan seperti itu, karena selama ini pemerintah tidak terbuka mengenai proses pembebasan sandera.

Selama ini pemerintah hanya mengklaim pembebasan dilakukan lewat dialog atau melalui bantuan pihak ketiga.

"Setiap ada penyanderaan ini mereka selalu mengatakan mengedepankan dialog atau melalui pihak ketiga. Tapi ya itu tadi mereka tidak pernah menjelaskan cara seperti apa yang digunakan," kata Yosef saat dihubungi Tirto, Kamis (21/2/2019).

Cara pemerintah yang seperti itulah, kata Yosef, semakin menguatkan dugaan kalau pemerintah memang membayar tebusan jika ada WNI yang disandera.

"Walaupun pemerintah Indonesia membantah pembayaran, kalau kita lihat kecenderungan penculikan terhadap WNI, itu berarti ada indikasi kalau pembayaran tebusan itu memang benar dilakukan," jelasnya.

Untuk itu Yosef mengatakan, pemerintah harus mulai memikirkan pendekatan yang lebih tegas untuk menghentikan penculikan terhadap WNI oleh kelompok bersenjata.

Ia merujuk pada saat kapal Sinar Kudus dibajak perompak Somalia. Saat itu, pemerintah sampai mengirim pasukan khusus untuk membebaskan kapal dan juga sandera.

Namun, ia mengingatkan pemerintah juga harus berkordinasi dengan negara-negara terkait. Pasalnya, selain menghormati kedaulatan negara lain, hal itu juga agar tidak memperumit keadaan di Filipina Selatan.

"Kalau kendala itu bisa diatasi dengan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, karena biar bagaimanapun kita harus menghormati kedaulatan mereka," katanya.

Dua orang warga negara Indonesia asal Wakatobi, Sulawesi Tenggara kembali menjadi korban penculikan oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf Filipina Selatan. Kedua orang itu bernama Hariadin dan Heri Ardiasyah.

Keduanya ditangkap kelompok bersenjata saat bekerja menangkap ikan di perairan Sandakan, Sabah, Malaysia, pada 5 Desember 2018. Keduanya melaut bersama 1 orang warga negara Malaysia.

Kementerian Luar Negeri mengatakan, ini adalah kasus penculikan kesebelas yang menimpa WNI di Perairan Sabah, Malaysia oleh kelompok bersenjata Filipina Selatan.

"Kasus ini adalah penculikan ke-11 yang dilakukan terhadap WNI di perairan Sabah, Malaysia, oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan," kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal lewat keterangan tertulisnya Kamis (21/2/2019).

Iqbal menjelaskan, saat ini pihaknya telah melakukan sejumlah upaya untuk membebaskan 2 WNI itu. Namun Iqbal tidak menjelaskan dengan rinci langkah yang akan diambil.

Selain itu, Kemenlu pun sudah berkomunikasi dengan keluarga di Wakatobi guna menyampaikan informasi terbaru terkait proses pembebasan.

"Pemerintah terus melakukan upaya-upaya dalam rangka pembebasan kedua WNI dari penyanderaan," kata Iqbal.

Baca juga artikel terkait KELOMPOK ABU SAYYAF atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno