Menuju konten utama

Kasus FPI Versus GMBI, Polri Tempuh Jalur Diversi

Kepolisian Resor Bogor Kabupaten, Polda Jawa Barat menempuh jalur diversi dalam menyelesaikan kasus pengerusakan markas Ormas yang melibatkan anak di bawah umur.

Kasus FPI Versus GMBI, Polri Tempuh Jalur Diversi
Ribuan massa dari Front Pembela Islam (FPI) menggelar aksi di depan mabes Polri di Jl. Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin, (16/1). Mereka menuntut agar Kapolri Jendral Tito Karnavian agar mencopot Irjen Pol Anton dari jabatannya di Kapolda Jawa Barat. Tirto.ID/Andrey Gromico.

tirto.id - Terkait kasus perusakan dan pembakaran markas GMBI, Kepolisian Resor Bogor Kabupaten, Polda Jawa Barat menempuh jalur diversi karena melibatkan anak di bawah umur.

"Untuk penanganan terhadap anak di bawah umur, kami memberikan pendampingan. Polres Bogor melakukan diversi, ini sesuai dengan amanat undang-undang," kata Kapolres Bogor Kabupaten, AKBP Andi Moch Dicky, di Cibinong, Selasa (17/1/2017), seperti dikutip dari Antara.

Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Seperti yang diketahui, dari 20 orang yang diamankan Polres Bogor pasca kejadian perusakan dan pembakaran markas ormas GMBI di Ciampea, sebanyak 12 orang masih dilakukan penahanan dan delapan orang lainnya dibebaskan, karena tidak memenuhi unsur dan bukti.

Dari 12 orang tersebut, lima di antaranya masih berstatus pelajar dan anak di bawah umur. Sedangkan tujuh orang lainnya, dua orang guru dan sisanya pelajar dengan usia 18 tahun ke atas.

"Jika mediasi dengan korban berhasil, akan dibuat surat keputusan dari pengadilan. Diversi merupakan alternatig dari pengadilan untuk penyelesaian perkara pidana anak," kata Dicky.

Menurut Dicky, dari hasil diversi jika telah disepakati, maka anak-anak yang terlibat pidana perusakan dan pembakaran markas Ormas akan diberi pembinaan, agar menghilangkan budaya kekerasan yang dilakukan sejak dini.

"Tentu ini memprihatinkan untuk kita, anak-anak di bawah umur melakukan kekerasan, mereka perlu mendapat pembinaan lebih lanjut supaya karir kriminalnya tidak berkembang," katanya.

Ia menyebutkan, pembinaan dilakukan oleh pemerintah, dan Bapas, upaya dilakukan untuk menghilangkan perilaku kekerasan yang telah dilakukannya.

"Mereka terlalu responsif sekali, hingga bertindak cepat melakukan aksi pengerusakan dan pembakaran. Ini sangat mengkhawatirkan," katanya.

Sementara itu, untuk tujuh pelaku perusakan dan pembakaran lainnya masih dilakukan penahanan. Polisi masih memproses permintaan penangguhan, untuk mempercepat proses penyidikan.

"Tujuh orang lainnya, akan mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatan yang dilakukan," katanya.

Namun, lanjut Dicky, ada beberapa hal yang akan meringankan para pelaku karena bersikap kooperatif dan berani bertanggungjawab, dan mengakui perbuatannya.

"Patut disambut baik komitmen mereka, mengakui perbuatannya. Ini hal-hal yang meringankan mereka, mereka mengaku terbawa emosi," katanya.

Dicky menambahkan, Polres Bogor berupaya secepat mungkin menyelesaikan perkaranya, oleh karena itu penangguhan penahanan masih diproses. Langkah tersebut dilakukan agar proses penyidikan mempunyai kepastian hukum lebih cepat.

"Kalau dilakukan penangguhan penahanan, kadang dalam pemeriksaan setiap dipanggil tidak datang, kita harus mencari-cari, jadi lambat. Penahan ini belum tentu ia bersalah, kita kedepankan azas praduga tidak bersalah," katanya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, terjadi perusakan dan pembakaran kantor salah satu ormas yakni GMBI di Kecamatan Ciampea, pada Jumat (13/1) dini hari sekitar pukul 02.51 WIB. Tidak ada korban jiwa, namun aksi berhasil diredam. Polres Bogor Kabupaten menjembatani proses mediasi antara dua ormas yang terkait yakni GMBI dan FPI, disaksikan oleh Ketua MUI Kabupaten Bogor, dan perwakilan Pemkab Bogor.

Dalam pertemuan mediasi tersebut, kedua ormas sepakat untuk saling menahan diri, dengan menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada aparat Kepolisian, serta menghindari terjadi aksi lanjutan.

Sementara itu, FPI Kabupaten Bogor menegaskan pelaku perusakan dan pembakaran bukanlah anggota Front Pembela Islam tetapi para simpatisan yang berasal dari santri dan guru yang merasa tersulut emosinya atas kejadian penyerangan di Bandung, yang melukai salah satu anggota FPI dari Ciampea yang juga berstatus ketua RT serta guru bagi masyarakat sekitar.

Baca juga artikel terkait FPI atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hard news
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri