tirto.id - Ada peristiwa tidak biasa dalam pertandingan Serie B Italia antara tuan rumah Virtus Entella dan Vicenza pada Selasa, 4 Oktober 2016 lalu. Dalam pertandingan liga kasta kedua Italia tersebut, sejarah baru telah tercipta: untuk pertama kalinya seorang pemain dihadiahi kartu hijau.
Sejarah itu bermula saat penyerang Vicenza, Cristian Galano, mendapatkan umpan dari sisi kanan pertahanan Virtus Entella saat pertandingan memasuki menit ke-50. Ia langsung menusuk ke dalam kotak penalti dan berancang-ancang melepaskan tembakan.
Melihat seorang pemain Virtus mendekatinya dan berusaha menutup ruang tembak, pemain berusia 25 tahun itu langsung melepaskan tembakan spekulasi. Sayangnya, tembakan Galano melambung jauh ke atas mistar gawang.
Wasit Marco Mainardi yang memimpin pertandingan sontak menunjuk ke sudut lapangan sebagai tanda sepak pojok dihadiahkan bagi Vicenza. Keputusan Mainardi langsung diprotes oleh para pemain Virtus. Mereka menganggap bola tersebut tidak mengenai pemainnya sebelum meninggalkan lapangan.
Mainardi akhirnya menoleh ke arah Galano yang mengakui bahwa bola tadi tidak mengenai satu pun pemain Virtus. Ekspresi mantan pemain tim nasional Italia U-19 itu datar-datar saja. Mendengar pengakuan Galano, Mainardi langsung meralat keputusannya dan memberikan tendangan gawang bagi Virtus.
Belakangan, pihak pengelola Serie B mengumumkan bahwa aksi fair play Galano tersebut diganjar dengan hadiah kartu hijau. Kartu hijau sebenarnya lebih merupakan simbol penghargaan bagi pemain yang dianggap menjunjung tinggi sportivitas. Tidak ada kartu yang dikeluarkan wasit di tengah pertandingan, namun pengelola Serie B memastikan akan selalu mencatat setiap pemain yang mendapatkan kartu hijau. Pemain dengan kartu hijau terbanyak selanjutnya akan mendapatkan penghargaan di akhir musim.
Sejarah Kartu dalam Sepakbola
Kartu hijau memiliki fungsi yang berbeda dengan dua “saudaranya”, kartu merah dan kartu kuning. Apabila kartu merah dan kartu kuning berkonotasi negatif, maka kartu hijau adalah perlambang dari sesuatu yang baik.
Kartu kuning dihadiahkan sebagai peringatan terakhir saat seorang pemain dianggap melakukan pelanggaran keras terhadap lawan atau tindakan-tindakan lainnya yang mencederai sportivitas. Seorang pemain yang sudah dua kali dihadiahi kartu kuning maka otomatis mendapatkan kartu merah. Kartu merah sendiri hanya dikeluarkan untuk mengusir seorang pemain dari lapangan. Sebagai catatan, kartu kuning dan kartu merah juga bisa diberikan kepada anggota tim lainnya, seperti pelatih, ofisial tim, atau pemain cadangan.
Laman FIFA menyatakan bahwa kartu kuning dan merah berasal dari gagasan seorang wasit asal Inggris bernama Ken Aston pada 1967.
Aston—yang juga berprofesi sebagai guru--mengaku, penemuannya terispirasi dari hal sederhana yaitu lampu lalu lintas.
“Saat saya berkendara di Kensington High Street, lampu lalu lintas menyala merah. Saya berpikir, 'Kuning tandanya hati-hati, merah tandanya kamu harus berhenti,” paparnya seperti dikutip dari laman FIFA. Akhirnya, ia mulai mengusulkan penggunaan kartu kuning sebagai peringatan seorang pemain untuk berhati-hati, dan kartu merah untuk menghentikan keikutsertaannya dalam pertandingan.
Sebelum mendapatkan ilham tersebut, Aston selalu dipusingkan oleh berbagai kericuhan yang dialaminya sewaktu memimpin pertandingan. Sebagai salah satu wasit terbaik Inggris, Aston beberapa kali ditugaskan memimpin pertandingan penting seperti laga Piala Dunia dan final Piala FA.
Dua pertandingan yang paling membekas bagi Aston adalah pertandingan antara Italia melawan tuan rumah Cili dalam laga Piala Dunia 1962 serta saat dirinya mengawasi pertandingan antara Argentina melawan tuan rumah Inggris pada Piala Dunia 1966.
Laga antara Italia dan Cili berjalan sangat panas hingga dijuluki sebagai “Battle of Santiago”. Sebelum laga, media massa kedua negara turut memanas-manasi suasana dengan menjelek-jelekkan tim lawan. Tak heran, pertandingan ini akhirnya berlangsung brutal. Bahkan polisi sampai harus masuk ke dalam lapangan untuk meredakan perkelahian antara kedua tim.
“Saya tidak sedang mewasiti sepakbola saat itu. Saya harus bertindak sebagai umpire dalam manuver militer!,” akunya. Aston akhirnya mengusir dua pemain Italia dan berkali-kali harus melerai pertengkaran di lapangan.
Pertandingan kedua adalah laga antara tuan rumah Inggris melawan Argentina dalam perempatfinal Piala Dunia 1966. Laga tersebut juga kerap diinterupsi perkelahian. Aston, yang saat itu sudah pensiun sebagai wasit, sampai harus ikut masuk lapangan untuk menarik kapten Argentina, Antonio Rattin, yang dikeluarkan setelah melakukan pelanggaran.
Aturan kartu kuning dan merah selanjutnya pertama kali diujicobakan pada Olimpiade 1968 serta Piala Dunia 1970. Selanjutnya, sistem ini diwajibkan penggunaannya mulai 1982.
Kartu Hijau dan Penghargaan Terhadap Sportivitas
Penggunaan kartu hijau mulai diresmikan pada awal musim kompetisi 2016/2017 di Serie B Italia. Sebelumnya, penggunaan kartu hijau sudah terlebih dahulu diperkenalkan di kompetisi Priavera—kompetisi antar tim yunior di Italia. Aturan ini awalnya dimaksudkan untuk menanamkan nilai sportivitas secara dini kepada pemain-pemain muda di Italia.
Di satu sisi, aturan ini ditegakkan untuk mempromosikan fair play di kalangan pemain.
“Penghargaan ini ditujukan kepada mereka yang mewujudkan sebuah pertandingan seutuhnya, dan bukannya sebuah pertarungan yang dipengaruhi oleh insting-insting binatang,” papar seorang pejabat Liga Italia kepada FOX Sports.
Di sisi lain, kartu hijau adalah upaya untuk membenahi citra Liga Italia yang akhir-akhir ini semakin memburuk. Pada awal musim ini, pelaksanaan Serie B sempat diundur karena skandal pengaturan skor yang melibatkan beberapa klub. Hasilnya, otoritas liga sampai harus mendemosi klub Catania sebagai salah satu pelakunya ke Serie C setingkat dengan divisi tiga.
Kontroversi pengaturan skor ini bukanlah yang pertama kalinya terjadi di Italia. Pada 2006 lalu, Italia juga dihebohkan dengan skandal pengaturan skor yang melibatkan klub-klub raksasa seperti Juventus, AC Milan, dan Lazio. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Calciopoli. Hasilnya, otoritas liga sampai harus mendemosi sang juara Serie A musim sebelumnya, Juventus, ke Serie B, dan menjatuhkan hukuman pengurangan poin bagi klub-klub lainnya.
Jika ditarik lagi ke belakang, sepakbola Italia pernah juga diwarnai skandal judi bola pada awal dekade '80-an, atau yang lazim dikenal sebagai Totonero. Skandal ini juga menyeret keterlibatan beberapa pemain-pemain bintang Italia masa itu seperti Paolo Rossi.
“Olahraga ini sudah terlalu keruh dengan adanya berbagai kontroversi yang membuat para suporter jadi malas ke stadion […] Kartu hijau hanyalah bagian dari inisiatif-inisiatif yang akan kami kembangkan baik di dalam maupun luar lapangan,” papar Presiden Serie B, Andrea Abodi, kepada BBC.
“Kami sangat gembira dapat menjadi laboratorium bagi Serie A. Tapi, keputusan [untuk menggunakan kartu hijau] tidak ada pada kami. Kita semua harus bekerja keras untuk menyelamatkan reputasi liga ini,” paparnya.
Semoga penggunaan kartu hijau ini dapat menjadi titik balik bagi pelaksanaan fair play, tidak hanya di Italia, tetapi juga di seluruh dunia.
Respect!
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti