Menuju konten utama

Karangan Bunga dari Masa ke Masa

Karangan bunga seperti banyak terpajang di Balai Kota untuk Ahok bukanlah hal baru. Di banyak budaya dan tempat, ia punya makna dan tujuan yang berbeda-beda.

Karangan Bunga dari Masa ke Masa
Pejalan kaki sedang mengamati karangan bunga dan ucapan terimakasih kepada Ahok-Djarot yang terpasang di luar pagar Monas, Jakarta, Kamis (27/4). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Sebelum banyak orang menganggap panah Cupid sebagai lambang pertemuan dua sejoli, benda itu pernah menjadi bentuk kemarahan tragis si empunya. Alkisah Cupid, si anak Dewa Aprodite, tengah jengah-jengahnya dengan kesombongan Dewa Apollo. Untuk melampiaskan kekesalannya, ia menggunakan senjata yang ia punya untuk menghukum Apollo.

Cupid mengambil 2 anak panah yang berbeda, anak panah emas yang tajam (anak panah cinta) ditembakkan tepat di jantung Apollo, sedangkan anak panah lainnya yaitu anak panah timah yang tumpul (anak panah kebencian) ditembakkan ke arah Dafne. Akibatnya Apollo menjadi sangat mencintai Dafne sedangkan Dafne menjadi sangat membenci Apollo, dan dimulailah kejar-mengejar antara Apollo dan Dafne.

Dafne, si anak Dewa sungai Paneus, lari sampai ke ujung dunia, dan Apollo pun mengejar Dafne dengan dipenuhi birahi. Di titik kelelahannya, Dafne meminta ayahnya mengubah dirinya menjadi pohon. Dewa Paneus pun mengubah putrinya menjadi pohon Laurel (pohon salam). Panah Cupid ternyata bekerja tragis, Apollo nekad memperistri pohon salam tersebut.

“Kau tetap akan menjadi pohonku. Aku akan mengenakanmu sebagai mahkotaku. Aku akan menjadikanmu sebagai harpaku dan tempat anak panahku, dan ketika para penakluk Roma membawa kemenangan ke Capitol, kau akan dirangkai menjadi rangkaian bunga sebagai mahkota mereka. Dan seperti keabadianku, kau akan selalu hijau, dan daun-daunmu tidak akan gugur,” kata Apollo.

Sejak saat itu Apollo mengenakan rangkaian Laurel di kepalanya. Rangkaian bunga yang di masa selanjutnya digunakan sebagai simbol kemenangan dan prestasi di pesta Olimpiade di Yunani dan Roma.

Di Olimpiade kuno, tidak tersedia medali emas, perak, atau perunggu. Hanya ada satu pemenang per acara. Sang pemenang akan dimahkotai dengan karangan bunga zaitun buatan Zeus di Olympia. Untuk menghormati tradisi kuno tersebut, di tahun 2004 karangan bunga zaitun juga diberikan pada pemenang Olimpiade Musim Panas di Athena. Hal ini dilakukan karena Olimpiade diadakan di Yunani—di sini, bunga disakralkan dalam Olimpiade.

Di Polandia, karangan bunga dikenal sebagai wieniec, yang merupakan simbol utama Harvest Festival, Dozynki. Karangan bunga tersebut terbuat dari berbagai tanaman biji-bijian yang dipanen, mulai dari buah hingga kacang-kacangan, sebagai bentuk rasa syukur mereka atas hasil panen yang mereka peroleh. Wieniec kemudian dibawa ke gereja untuk diberkati pendeta. Prosesi tersebut diikuti dengan perayaan dan pesta.

Saat ini, karangan bunga hasil panen umum digunakan sebagai hiasan rumah tangga di Eropa. Menurut Encyclopedia of Religion and Ethics, karangan bunga hasil panen ini dikaitkan dengan aliran spiritual animisme. Bagi mereka, karangan bunga hasil panen adalah jimat suci. Karangan ini disusun menggunakan gandum atau tanaman panen lainnya, yang dijalin dengan benang wol warna merah dan putih. Bunga hasil panen tersebut akan digantung di pintu sepanjang tahun.

Dalam buku Plague and the Athenian Imagination: Drama, History and the Cult of Asclepius dituliskan juga mengenai karangan bunga hasil panen dalam sebuah prosesi ritual eiresione. Ritual tersebut ditujukan untuk Dionysus, Oschophoria dan Anthesteria, tiga dewa pohon anggur.

Karangan bunga hasil panen akan dibawa ke Pianopsia dan Thargelia oleh anak laki-laki muda, yang akan bernyanyi selama perjalanan. Terdapat juga karangan bunga zaitun yang akan digantung di pintu dan selanjutnya digunakan sebagai persembahan. Ritual ini dilakukan dengan pengharapan atas perlindungan terhadap kegagalan panen dan wabah penyakit.

Dalam tradisi umat Nasrani di Rusia, karangan bunga digunakan untuk persiapan musim Adven, dalam persiapan untuk Christmastide dan Epiphanytide, dan untuk merayakan dua musim liturgis yang terakhir. Karangan bunga ini, seperti hiasan Adven dan Natal lainnya, sering kali dibuat pada hari Minggu pertama Adven. Karangan bunga Adven dan Natal dibangun dari pohon evergreen yang mewakili kehidupan abadi yang dibawa melalui Yesus dan bentuk melingkar dari karangan bunga mewakili Tuhan—tanpa awal dan akhir.

Johann Hinrich Wichern, seorang Pendeta Lutheran, pernah menggunakan karangan bunga untuk mendidik anak-anak tentang makna dan tujuan Natal dan pendekatannya, sehingga memunculkan versi modern dari karangan Adven.

Pada era Victoria, karangan bunga hadir juga dalam prosesi pemakaman. Bunga mewakili kehidupan dan kebangkitan. Bunga khusus yang digunakan dalam karangan bunga tersebut adalah cypress dan willow. Dua bunga ini identik dengan suasana berkabung bagi orang-orang Victoria. Simbol karangan bunga sebenarnya telah digunakan di pemakaman sejak zaman Yunani Kuno. Karangan bunga tersebut digunakan untuk mewakili lingkaran kehidupan kekal. Karangan bunga juga bisa digunakan untuk mengenang orang-orang yang tersesat di laut. Dalam upacara tersebut, karangan bunga biasanya dihanyutkan bersama ombak menuju tengah lautan.

Dalam lingkup politik, karangan bunga menjadi simbol aliansi politik dan agama di Inggris pada periode Renaisans. Jack Goody dalam The Culture of Flowers menyebutkan bahwa pembaharu Protestan seperti kaum Puritan melihat karangan bunga—yang mereka asosiasikan seperti May Day, sebagai pengaruh pemalsu pagan yang menghancurkan moralitas Kristen. Jack Goody juga menyebutkan perkara tentara yang menyita karangan bunga di Oxford pada May Day 1648.

Selama penggulingan Charles I di Inggris, karangan bunga melambangkan simpati Royalis atau kelompok pro-kerajaan. Di Bath, Somerset, penobatan Charles II dari Inggris ditandai dengan sebuah prosesi 400 gadis dengan warna putih dan hijau, membawa mahkota emas, mahkota yang terbuat dari bunga, dan karangan bunga yang terbuat dari laurel yang dicampur dengan tulip. Prosesi ini dipimpin oleh istri walikota sendiri.

Di Indonesia, karangan bunga identik dengan perayaan, baik perayaan kebahagiaan seperti upacara pernikahan, perayaan wisuda, ulang tahun, sampai dengan perayaan kematian. Termasuk juga sebagai ucapan terima kasih, yang baru-baru ini warga Jakarta lakukan kepada Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat. Ribuan karangan bunga tersebut berdatangan di Balai Kota sejak Jumat (21/04/2017). Hingga sekarang, (28/04/2017), Balai Kota diramaikan warga sebagai tempat wisata karangan bunga.

infografik-karangan bunga-masa-ke-masa

Seni Merangkai Bunga

Bunga yang hadir di banyak ritual upacara tentunya juga mempertimbangkan sisi estetika dan melibatkan seni dalam teknik perangkaiannya. Seni merangkai bunga berkembang di seluruh negara, salah satunya ikebana di Jepang. Keunikan ikebana adalah bentuk penyusunan bunga yang linier dan mengutamakan sisi kesederhanaannya. Ikebana memanfaatkan berbagai bunga dan rumput-rumputan. Rangkaian bentuk dalam ikebana didasarkan tiga titik yang mewakili langit, bumi, dan manusia.

Seni merangkai bunga ini berawal dari tradisi persembahan bunga di kuil Buddha di Jepang. Perkembangannya pun bersamaan dengan perkembangan agama Buddha di Jepang. Berbeda dari Jepang, seni merangkai bunga di Amerika lebih banyak dipengaruhi oleh perpaduan budaya timur dan barat. Ciri khasnya adalah buket bunga menggunakan vas yang tinggi.

Di Eropa, merangkai bunga sebagai seni formal pertama kali didokumentasikan di kalangan orang Belanda pada abad ke-18. Pengaturan merangkai bunga tersebut digunakan untuk menghias rumah-rumah keluarga kaya aristokrat.

Di Inggris, karangan bunga mulai populer dalam bentuk S yang selanjutnya disebut karangan bunga kurva Hogarthian. Mulai diperkenalkan juga karangan berbentuk lingkaran dan piramida. Karangan bunga tersebut bisa ditemui di perjamuan makan.

Di Indonesia sendiri, kita dapat menemukan sejumlah bentuk karangan bunga, mulai dari hand bouquet untuk upacara pernikahan, wisuda, dan ulang tahun, sampai dengan karangan bunga papan untuk perayaan hari jadi atau ucapan terima kasih.

Sudahkah Anda mengirim karangan bunga hari ini?

Baca juga artikel terkait SEJARAH atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yulaika Ramadhani
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Maulida Sri Handayani