tirto.id - Kebutuhan menjadi eksis di media sosial membuka jalan bisnis menciptakan tempat wisata dengan spot foto yang layak diinstagramkan. Peluang inilah yang dilirik beberapa pemerintah daerah untuk membuat kampung-kampung tematik. Selain bertujuan menata lokasi-lokasi kumuh, kehadiran kampung tematik juga meningkatkan daya ekonomi warga sekitar.
Belakangan, fitur explore di Instagram ramai dihiasi foto-foto dengan latar belakang tembok berwarna biru-merah muda. Dua sejoli bergandengan tangan. Si pria, berada di sisi tembok biru, dan perempuannya di sisi tembok merah muda. Sepintas, mereka seperti berada di dua tempat berbeda.
Latar foto hits tersebut berada di Kampung Jodipan, Malang. Jika mengetik tagar “Jodipan” di pencarian Instagram, Anda akan menemukan ragam foto rumah berwarna-warni. Ada juga tangkapan layar yang memperlihatkan gambar-gambar tiga dimensi. Seperti ilusi menarik kepala dinosaurus, berjalan di tembok besar China, atau ilusi dimakan ikan hiu.
Baca juga:Selfie Boleh, Mati Jangan
Kampung Tridi dan Kampung Warna-warni Malang merupakan salah satu kampung tematik terkenal di Indonesia. Kedua kampung ini masing-masing berada di kelurahan Kesatrian dan Jodipan, Malang. Untuk menyusuri kedua kampung ini, pengunjung terlebih dulu harus melewati sebuah jembatan kaca yang membentang di atas sungai Brantas. Total, terdapat 225 rumah telah dicat berwarna-warni.
“Kalau difoto pakai drone (dari atas) warna kampung ini membentuk pelangi dan matahari terbit. Jadi kita bukan sekadar ngecat, ada motifnya,” kata Nuryanto, Sekretaris Desa setempat saat memberikan penjelasan kepada pengunjung.
Proyek pengecatan rumah warga dimulai pada Agustus 2016, selama lima bulan, dan menghabiskan cat sebanyak 4 ton. Khusus membuat gambar tiga dimensi, warga mendatangkan seniman airbrush Malang, sementara biaya pelukisan, dibantu oleh Pemerintah Kota Malang dan sponsor.
Selain Malang, terdapat kampung tematik serupa yang mencuri hati para pengguna Instagram, yakni Kampung Pelangi, Desa Radusari, Semarang. Kampung ini sengaja dicat warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, serupa warna pelangi. Keindahan Kampung Pelangi ini tak hanya diminati wisatawan lokal, tapi juga dilirik dunia Internasional, beberapa situs berita luar negeriseperti Independent dan Mirror pun turut memberitakannya. Walikota Semarang, Hendrar Prihadi, mengatakan, perbaikan kampung yang semula kumuh menjadi cantik ini memakan biaya hampir mencapai Rp300 juta.
Baca juga:Bagian Kiri Wajah adalah Sudut Selfie Terbaik
Tak hanya Malang dan Semarang, kampung-kampung tematik juga menjamur di Balikpapan, Lubuklinggau, bahkan Jakarta. Di ibukota negara Indonesia yang terkenal padat penduduk ini, terdapat Kampung Bebas Rokok di Penas, Jakarta Timur. Kampung Bebas Rokok memang belum sepenuhnya berbentuk tematik. Pengecatan warna-warni serta lukisan-lukisan yang berada di tembok-tembok warga masih kalah jumlah dibandingkan kampung tematik di Malang dan Semarang.
“Belum ada bantuan juga dari pemerintah, semuanya masih swadaya,” kata Sumiati, penggerak Kampung Bebas Rokok, kepada Tirto.
Konsep kampung ini adalah meniadakan aktivitas merokok, baik di ruang publik maupun ruang privat warga. Beberapa sisi kampung juga tertera himbauan dan tulisan untuk tidak merokok berupa gambar grafiti. Tentu tak mudah bagi Sumiati memprakarsai gerakan anti rokok di kampung ini. Namun, hal itulah yang membuat Kampung Bebas Rokok menarik wisatawan lokal maupun mancanegara, seperti Thailand, Polandia, dan Jepang. Nilai lebih lainnya, kampung ini belum menerapkan tarif masuk bagi para pengunjung.
“Selama ini gratis saja, hanya ibu-ibu setempat suka buat kerajinan tangan dari koran bekas dan membuat tasbih untuk souvenir tamu. Tapi belum untuk dijual.”
Baca juga:Manfaat Berhenti Merokok
Kampung Tematik Mendongkrak Ekonomi Warga
Meski punya beragam tema, terdapat satu persamaan kampung-kampung tematik di Indonesia: pemukiman kumuh yang disulap menjadi tempat wisata populer nan cantik. Banyaknya pengunjung pun turut membuat perekonomian warga terangkat.
Di Malang, wisatawan yang akan masuk ke Kampung Tridi dan Kampung warna-warni masing-masing dikenakan tiket masuk sebesar Rp2.500 dan Rp2.000 per orang. Harga itu sudah termasuk gantungan kunci unik hasil kerajinan tangan ibu-ibu setempat, meski belum biaya parkir kendaraan.
Baca juga:Produk Kerajinan Indonesia Diminati Mancanegara
Kepada Tirto, Sekretaris Desa Nuryanto mengatakan, di hari kerja kampung ini bisa menarik kedatangan wisatawan hingga 200 orang per hari. Jumlah ini meningkat menjadi 500 orang pada hari Sabtu dan menjadi 800-1500 orang di hari Minggu. Maka, setidaknya, dalam sebulan, masing-masing kampung tersebut dapat mengantongi kas masuk sebesar Rp 12-26 juta dari tiket saja.
“Uangnya dikelola untuk perbaikan gambar, jalan kampung, ornamen-ornamen, dll. Di waktu tertentu saat ada sisa hasil usaha, akan dibagikan ke warga dalam bentuk sembako.”
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani