Menuju konten utama

Kala Trabzonspor Mengakhiri Dominasi Klub Istanbul di Liga Turki

Di musim 2021/22, Trabzonspor sukses mengakhiri dominasi klub-klub Big 3 di Liga Turki. Akankah jadi pembuka era baru di Liga Turki?

Kala Trabzonspor Mengakhiri Dominasi Klub Istanbul di Liga Turki
Klub-klub "Big 3" Turki asal Istanbul Beşiktaş, Fenerbahçe & Galatasaray. tirto.id/iStockphoto

tirto.id - Dari segi peringkat koefisien UEFA, Turki memang hanya berada di peringkat 20, sedikit di atas negara-negara (dan liga) macam Siprus dan Israel. Namun, di luar urusan peringkat semenjana itu, ada aspek-aspek lain yang membuat persepakbolaan di negeri interkontinental itu jauh lebih berkesan bagi publik.

Sebut saja atmosfer stadion yang mengganas dengan tifo ikonik, gairah tinggi dan keriuhan para fans di media sosial, berlabuhnya sejumlah pemain top sebelum menuju MLS atau liga-liga di Timur Tengah, hingga kejayaan Galatasaray dan timnasnya pada awal 2000-an.

Perkara berikutnya tak lain adalah dominasi tiga tim besar asal Istanbul, yaitu Beşiktaş, Fenerbahçe, dan Galatasaray. Mengarahkan pandangan ke Süper Lig Turki seolah tak ubahnya menyaksikan rivalitas dan dominasi ketiga klub Istanbul tersebut. Klub-klub dari kota terbesar sekaligus pusat ekonomi itu bergantian mewakili Turki di kancah Eropa—kendati pencapaian tertinggi sejauh ini hanyalah juara Piala UEFA.

Maka wajar publik sepak bola umumnya menganggap klub-klub Big 3itu sebagai wajah sepak bola Turki. These Football Timesmencatat, gabungan suporter ketiga tim itu saja mencapai 80 persen dari 83 juta populasi Turki. Sejak Süper Lig dibentuk pada 1959, 57 dari 66 pegelaran dimenangkan salah satu dari ketiganya.

Di Turki bahkan sampai muncul sebuah klise,"Bahkan sekadar jersei tim besar [klub-klub big 3] pun bisa ikut dan mengakhiri liga di peringkat ketiga."

Pada periode terkini, itu berarti sepuluh tahun dominasi. Sejak keajaiban yang dihadirkan Bursaspor dengan merebut juara musim 2009/10, klub-klub Big 3 bergantian menjuarai Süper Lig. Dominasi mereka baru bisa dipatahkan oleh “klub pelat merah” İstanbul Başakşehir pada musim 2019/20.

Namun, Big 3 kembali mendominasi pada musim berikutnya. Pada musim 2020/21, Beşiktaş memuncaki klasemen akhir dengan hanya unggul selisih gol atas Galatasaray di peringkat kedua dan dibuntuti Fenerbahçe di peringkat ketiga dengan jarak dua poin.

Hegemoni tiga klub besar Istanbul itu baru benar-benar berakhir pada musim 2021/22 lalu. Mereka kepayahan menjalani liga dan trofi harus terbang ke kota lain untuk pertama kalinya dalam 12 musim. Si penakluk tiga raksasa itu adalah Trabzonspor.

Klub Keempat Turki

Dengan dominasi sedemikian rupa, memang patut dipertanyakan, ke mana gerangan klub-klub dari kota lain? Apakah klub-klub ibu kota, seperti Ankaragücü atau Gençlerbirliği, tak cukup kuat untuk menyaingi klub-klub Istanbul?

Faktanya, kota-kota lain memang nyaris tak ada yang bisa menyaingi tradisi sepak bola Istanbul. Beberapa musim terakhir, adaKonyasporyang sempat digadang-gadang mampu menumbangkan dominasi Big 3 dan Istanbul. Klub asal kota Konya itu memang sempat dua kali menyeruak ke posisi ketiga klasemen akhir dalam tujuh musim terakhir. Namun, nyatanya ia tak mampu menggeser salah satu Big 3 dari klasemen teratas.

Jika ada klub yang mampu memanggul beban untuk mematahkan supremasi itu, ia haruslah klub yang punya tradisi dan pengalaman juara. Modal itu ada pada Trabzonspor. Dengan gelar pada musim 2021/22 lalu, klub asal kota Trabzon di Tepi Laut Hitam itu telah mengumpulkan tujuh gelar juara liga—persis di bawah capaian klub-klub Big 3.

Trabzonspor adalah "klub Anatolia" (klub-klub dari Turki bagian Asia) terbesar dan bisa juga disebut "klub keempat Turki". Ia bahkan bisa bersaing dengan Fenerbahçe memperebutkan gelar juara musim 2010/11. Kala itu, klub berjuluk Badai Laut Hitam itu menempati peringkat kedua liga, di bawah Fenerbahçe yang terlibat skandal pengaturan pertandingan besar-besaran—sebagai informasi tambahan, gelar milik Fener kemudian tak jadi dicopot.

Usai penantian panjang selama 38 tahun—tepatnya sejak merebut juara pada musim 1983/84, skuad arahan Abdullah Avcı itu akhirnya berhasil menjuarai liga pada musim lalu. Ini adalah gelar mayor pertama bagi sang manajer yang punya rekor dipecat lantaran gagal membawa tim nasional Turki ke Piala Dunia 2014 dan dua kali menjadi runner-up liga bersama Başakşehir.

Pada musim lalu, Trabzonspor bisa dibilang punya skuad paling mumpuni dan, yang terpenting, mampu tampil padu. Skuadnya diisi nama-nama top, mulai dari kiper tim nasional Uğurcan Çakır, hingga trio Anthony Nwakaeme, Anastasios Bakasetas, dan Edin Višća di sektor penyerangan. Mereka juga punya pemain-pemain jebolan Serie A, seperti Bruno Peres, Vitor Hugo, playmaker veteran Marek Hamšík, dan Andreas Cornelius yang menjadi top skorer klub.

Dengan skuad macam itu, kesuksesan Trabzonspor tak bisa dibilang sebagai kejutan. Ada nilai gaji yang tak bisa dibilang kecil yang ditawarkan ke para pemainnya. Dengan kata lain, kemampuan finansial klub memang mendukung mereka untuk meraih kejayaan. Malahan, pada 2020, Trabzonspor dilarang tampil di Eropa selama setahun lantaran gagal memenuhi peraturan Financial Fair Play.

Padahal, Trabzonspor cukup rajin menjadi wakil Turki di turnamen level Eropa. Bahkan jika diingat-ingat, klub ini semenjak dekade lalu pun telah terbiasa merekrut pemain-pemain berpengalaman—termasuk jawara Eropa seperti Jose Bosingwa dan Florent Malouda. Dari segi bisnis, ia juga tak segan mencari sumber pembiayaan di luar pakem, seperti dari pembangunan PLTA hingga meluncurkan koleksi NFT.

Di samping tradisi dan catatan sejarah, klub berseragam claret dan biru ini tampaknya merupakan salah satu klub Turki yang dikelola dengan rapi.

Infografik Dominasi Big 3 Liga Turki

Infografik Dominasi Big 3 Liga Turki. tirto.id/Sabit

Pemerataan Kekuatan Istanbul & Anatolia

Kesuksesan Trabzonspor juga tiba seiring melemahnya klub-klub Big 3. Beşiktaş terlempar dari zona Eropa, sedangkan Galatasaray bahkan sempat bersaing dengan klub-klub papan bawah demi menghindari relegasi sebelum akhirnya menempati posisi 13 di klasemen akhir.

Sementara itu, jagoan Istanbul bagian Asia alias Fenerbahçe sempat terseok-seok di awal musim. Mesut Özil dkk. akhirnya berhasil bangkit, melewati Konyaspor dan Başakşehir, hingga membayangi Trabzonspor di peringkat kedua. Situasi ini mungkin bukan sesuatu yang bakal bertahan lama, mengingat klub-klub besar selalu menemukan caranya sendiri untuk kembali ke kancah persaingan utama.

Melemahnya klub-klub Big 3 saat ini juga bisa diartikan sebagai distribusi kekuatan yang lebih merata. The Analystmenilai, "Selepas biaya siaran yang dihasilkan oleh liga melonjak dan jumlah pemain asing yang diizinkan meningkat, tingkat persaingan klub-klub Anatolia pun meningkat. Di samping itu, penampilan tandang Beşiktaş, Fenerbahçe, dan Galatasaray juga tidak seperti dulu."

Keruntuhan dominasi Big 3 sebetulnya telah dibicarakan, kalau bukan dinantikan, jauh-jauh hari. Pada 2018 lalu, kolumnis sepak bola lokal Serkan Akcan mengatakan, “Jika sebuah tim ingin mengakhiri musim di peringkat ketiga, pertama-tama ia harus melakukan perencanaan yang tepat. Misalnya, Anda harus memilih pemain yang tepat untuk tim Anda dan membuat mereka bertindak sesuai dengan semangat klub. Anda harus mengelola klub Anda dengan baik agar bisa sukses di lapangan."

Berbagai aspek elementer itu tampak luput dari perhatian klub-klub Big 3 dan, sebaliknya, kian dipacu implementasinya oleh tim-tim underdog. Melihat hasil-hasil terkini yang mampu diraih Başakşehir atau klub Anatolia lain seperti Trabzonspor, bukan tak mungkin mereka tengah mengincar posisi yang lebih tinggi lagi daripada “sekadar” peringkat ketiga.

Pada musim 2022/23 yang akan datang, divisi teratas Liga Turki kian diramaikan klub-klub asal Istanbul berkat promosinya Ümraniyespor dan İstanbulspor dari TFF 1 Lig (divisi kedua Liga Turki). Ini berarti akan ada delapan klub Istanbul di antara 20 klub peserta Süper Lig.

Kehadiran lebih banyak klub Istanbul memang tampak superior, tapi klub-klub Anatolia juga lebih siap untuk mengakhiri dominasi itu. Sang jawara tak lagi mesti datang dari lingkup Big 3 atau kota terbesar di Turki. Dengan pemerataan kekuatan finansial klub-klub lain atau pun pengelola yang ambisius, Liga Turki mungkin bakal memasuki era baru.

Baca juga artikel terkait FENERBAHCE atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Olahraga
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Fadrik Aziz Firdausi