tirto.id - Kapolri Jenderal Idham Azis baru-baru ini kembali merotasi jabatan di jajaran Korps Bhayangkara. Salah satunya Kabareskrim yang akan dijabat oleh Irjen Pol Listyo Sigit Prabowo.
Sejak Idham Azis didaulat sebagai Kapolri, posisi Kabareskrim kosong dan hanya menyisakan Wakabareskrim Antam Novambar dan jajaran lainnya.
Yang menjadi pertanyaan banyak pihak mengenai penyelesaian kasus penyiraman air keras Novel Baswedan yang sudah berjalan dua tahun lebih, namun nihil hasil.
Ada kah harapan terhadap Kabareskrim yang baru saja terpilih? Bagaimana respons publik?
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), Asfinawati, mengaku pesimistis kasus Novel Baswedan akan terungkap kendati posisi Kabareskrim yang sempat kosong berminggu-minggu telah diisi.
Pasalnya, menurut Asfin, penanganan kasus Novel yang sempat dipegang oleh Idham saat menjadi Kabareskrim tak ada perkembangan sama sekali, bahkan hingga dirinya menjadi Kapolri sekarang.
"Ditambah, Presiden telah memberikan tenggat waktu kepada Kapolri Idham Azis untuk menyelesaikan kasus tersebut hingga awal Desember. Namun, pada kenyataannya tidak ada sama sekali perkembangan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi untuk mengungkap siapa aktor di balik penyerangan Novel," kata Asfin saat dihubungi wartawan Tirto, Sabtu (7/12/2019) siang.
Asfin juga memberikan beberapa penjelasan bagaimana kasus Novel Baswedan tak berkembang selama ini dan justru mengalami pembiaran oleh negara.
Setidaknya, kata Asfin, pasca penyerangan Novel Baswedan pada 11 April 2017 hingga hari ini, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan 15 pernyataan mengenai kasus tersebut. Salah satunya yaitu pada 31 Juli 2017 melalui Twitter resmi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ia mengklaim pernyataan bahwa pengusutan kasus Novel Baswedan terus mengalami kemajuan. Namun pada awal Desember 2018, Presiden Jokowi seolah-olah menutup mata dengan kerja-kerja kepolisian yang tidak dapat menemukan aktor penyiraman akhir keras yang menimpa Novel Baswedan," katanya.
Pesimistis Kasus Novel Bisa Terungkap
Bagi Asfin, alih-alih bersikap realistis terhadap proses pengusutan kasus yang dinilai sulit oleh kepolisian, Jokowi tidak pernah melakukan evaluasi terhadap tim yang dibentuk oleh kepolisian.
"Setidaknya terdapat tiga tim yang sudah dibentuk oleh kepolisian," lanjut Asfin.
Tim pertama dibentuk oleh Kapolri Tito Karnavian pada 12 April 2017 yang merupakan gabungan dari Polres Jakarta Utara, Polda Metro Jaya, dan Mabes Polri. Selama proses pengungkapan kasus, Kapolda Idham Azis pernah menyampaikan bahwa telah ada 166 orang yang terlibat dalam Satgasus dengan memeriksa 68 orang saksi, 38 rekaman CCTV, dan 91 toko penjual bahan-bahan kimia per 14 Maret 2018.
Tim kedua dibentuk oleh Kapolri Tito Karnavian pada 8 Januari 2019 melalui surat tugas nomor: Sgas/3/I/HUK.6.6./2019.
Tim gabungan di bidang penyelidikan dan penyidikan kasus penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan merupakan rekomendasi dari hasil laporan tim pemantauan proses hukum Novel Baswedan yang dibentuk oleh Komnas HAM RI.
Tim tersebut beranggotakan 65 orang, 53 orang di antaranya berasal dari Polri. Tim yang diketuai oleh Kapolda Metro Jaya Idham Azis telah memeriksa 74 orang, 38 rekaman CCTV, dan 114 toko penjual bahan-bahan kimia yang juga melibatkan kepolisian dari Australia. Salah satu rekomendasinya yaitu membentuk tim teknis lapangan.
Tim ketiga yang dibentuk oleh Kapolri Tito Karnavian yaitu tim teknis kasus Novel Baswedan berdasarkan rekomendasi dari tim gabungan. Kapolri mengeluarkan Surat Perintah Tugas (Sprint) pada 1 Agustus 2019 yang diketuai oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Nico Afinta dengan bertanggung jawab kepada Kabareskrim Polri Idham Azis. Tim teknis memiliki anggota sebanyak 120 orang yang bertugas selama enam bulan.
Namun, Presiden Jokowi menolak permintaan tersebut dengan menyatakan bahwa awal Desember akan menyampaikan hasil temuan tim teknis. Dan kita tahu, hingga saat ini nihil.
"Banyaknya tim yang dibentuk oleh kepolisian tidak linear dengan hasil kerjaan yang telah memakan waktu selama dua tahun delapan bulan. Apalagi Kapolri saat ini yaitu Idham Azis merupakan ketua dalam tiga tim yang telah dibuat," kata Asfin.
Selain itu, kata Asfin, dengan tidak terselesaikannya kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan merupakan satu bukti nyata juga bahwa Presiden Joko Widodo tidak memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi, khususnya perlindungan bagi pembela HAM.
Tak Ada Kemauan dari Polri?
Menurut peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, Zaenur Rohman, pengungkapan kasus Novel Baswedan bukan hanya perkara pengisian posisi Kabareskrim.
Menurut Zaenur, dengan Kabareskrim yang baru pun tidak ada jaminan bahwa kasus Novel akan terungkap, jika memang komitmen Polri belum kuat.
"Menurut saya, penyelesaian kasus Novel itu sangat bergantung pada internal Polri. Kalau internal Polri sungguh-sungguh ingin selesaikan kasus Novel, saya percaya Polri akan bisa. Ini kembali lagi ke kemauan Polri. Kalau kemampuan, saya kira Polri mampu ungkap kasus itu. Pertanyaannya adalah apakah mau atau tidak?" kata Zaenur, Sabtu sore.
Menurut Zaenur, lebih baik Jokowi memberikan perintah yang lebih jelas dan tegas lagi kepada Polri, meski sebelumnya telah memberi perintah untuk mengungkap kasus Novel dalam waktu tiga bulan dan itu sudah lewat.
"Seharusnya ada batas waktu yang diikuti dengan konsekuensi. Nah, konsekuensi itu yang tidak pernah diikutkan dalam perintah Presiden selama ini," katanya.
"Misalnya, Presiden memberi perintah dan memberi tenggat waktu, tambahan satu bulan lagi, jika tidak mampu maka pejabat-pejabat yang ditugasi akan dicopot. Misalnya kaya gitu. Itu baru akan ada satu usaha yang lebih sungguh dan komitmen yang tinggi," lanjutnya.
Hingga Sabtu sore, tak ada jawaban dari Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono ketika ditanya wartawan Tirto mengenai pesimisme publik dengan Kabareskrim baru terhadap kasus Novel Baswedan. Pesan singkat WhatsApp wartawan Tirto tak dibalas.
Namun, Selasa lalu ia sempat membahas perkembangan kasus Novel. Ia memastikan Tim Teknis masih bekerja untuk menguak pelaku dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
Selain mengumpulkan alat bukti, penyidik juga masih mendalami bukti-bukti yang ada.
“Tetap bekerja mencari siapa pelakunya dan mengumpulkan semua alat bukti,” kata Brigjen Pol Argo Yuwono, di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri