Menuju konten utama

JPU Beberkan Alasannya Tunda Pembacaan Tuntutan Ahok

Ketua Tim JPU menyatakan salah satu pertimbangan ditundanya pembacaan tuntutan adalah adanya surat dari Kapolda Metro Jaya.

JPU Beberkan Alasannya Tunda Pembacaan Tuntutan Ahok
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menaiki mobil usai menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (11/4). Sidang lanjutan dengan agenda tuntutan ditunda hingga Kamis (20/4) karena jaksa penuntut umum belum siap dengan surat tuntutan. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta pada Majelis Hakim agar agenda pembacaan tuntutan untuk terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada persidangan kasus penodaan agama hari ini, Selasa (11/4/2017), ditunda. Ali Mukartono, Ketua Tim JPU menyatakan salah satu pertimbangan ditundanya pembacaan tuntutan adalah adanya surat dari Kapolda Metro Jaya.

"Kalau memang saudara Penuntut Umum belum siap terhadap tuntutannya ya sesuai dengan jadwal persidangan yang sudah kita sepakati hari ini kan mestinya tuntutan, sidang berikutnya pledoi karena hari ini tidak sempat atau belum selesai menyusun tuntutannya maka sidang berikutnya tanggal 17 begitu ya?" tanya Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta.

"Perlu kami kemukakan Majelis bahwa beberapa waktu yang lalu Kejati DKI Jakarta menerima tebusan surat dari Kapolda yang ditujukan kepada Ketua PN Jakarta Utara, karena tidak selesainya putusan dakwaan tidak ada hubungannya dengan surat Kapolda. Namun demikian, untuk menentukan penuntutan sekiranya bisa dipertimbangkan surat dari Kapolda ini," jawab Ali sebagaimana dikutip dari Antara.

"Saudara Jaksa tanggal 17 siap tidak?" tanya Hakim Dwiarso.

"Kami mohon dipertimbangkan yang ini Majelis," jawab Ali.

"Siap tidak saudara, kalau saudara tidak siap juga tidak apa-apa karena tuntutan itu suatu kewajiban kalau saudara tidak siap ya kita ikuti nanti dengan pertimbangan saya berikan kepada Penasihat Hukum jangan sampai Penasihat Hukum juga rugi dengan pembelaannya," tanya Hakim Dwiarso.

"Kami belum memastikan sekarang Majelis karena untuk kepastiannya mohon kiranya kami minta dua minggu dari sekarang kalau diperkenankan," jawab Ali.

"Selama saya jadi hakim tidak pernah saya nunda dua minggu. Seminggu dulu dicoba kalau saudara belum siap lagi baru satu minggu lagi," kata Hakim Dwiarso.

"Kami upayakan kalau gitu," jawab Ali.

Majelis hakim pun menanyakan kepada penasehat hukum. Para penasehat hukum tidak keberatan dengan penuntut umum. Mereka justru mengajukan tanggal 21 April apabila persidangan tidak bisa ditunda 2 minggu.

"Alangkah baiknya kalau tidak bisa 2 minggu, setidaknya tanggal 21 april," ujar Trimoeldja Soedjadi selaku ketua penasehat hukum Basuki Tjahaja Purnama.

Majelis Hakim langsung komplain mendengar usulan penasehat hukum. Akhirnya para penasehat hukum kembali mengajukan persidangan diundur hingga tanggal 20 April.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya meminta kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara menunda persidangan dengan mempertimbangan masalah keamanan jelang Pilkada.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo juga sepakat penundaan sidang setelah menerima tembusan surat dari Polda Metro yang ingin mengantisipasi masalah keamanan.

Sementara, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mendukung permintaan Polda Metro Jaya agar sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ditunda.

"Saya dukung kalau ada rencana Polri dan Kejaksaan mau mengajukan permintaan [menunda] dan jadwal itu sepenuhnya tanggung jawab hakim," ujar dia di Jakarta, Sabtu (8/4/2017).

Sidang dapat ditunda sampai Pilkada DKI selesai yang diperkirakan kurang dari satu bulan, ucap dia, agar situasi kembali tenang dulu.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari