tirto.id - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan pihaknya masih mendiskusikan ulang terkait dana saksi dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
"Perlu kita diskusikan dulu dengan Kemenkeu (Kementrian Keuangan) karena jumlahnya besar itu sampai Rp12 triliun ya. Saya kira lagi kita pikirkan," kata Tjahjo di Kantor Kemenpan RB, Jalan Sudirman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2017).
Meskipun belum menemukan titik temu, Tjahjo mengatakan yang penting adalah masing-masing Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki pengawas pemilu (panwas).
Untuk diketahui, saat ini Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah melakukan pembahasan Revisi Rancangan Undang-undang Pemilu (RUU) yang hingga saat ini belum terselesaikan.
Dari sejumlah poin pembahasan, salah satunya yakni terkait biaya saksi untuk Pileg dan Pilpres 2019 yang didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dimana pembahasan poin tersebut masih menemukan kebuntuan antara pemerintah dengan Pansus DPR.
Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR) Sunanto mengatakan bahwa ia tidak sepakat jika dana saksi didanai oleh APBN.
"Kalau dana parpol (partai politik) masih bisa diskusikan tapi kalau dana saksi, itu berlebih-lebihan. Dan itu menimbulkan parpol-parpol tidak memiliki trust (kepercayaan) kepada peserta pemilu itu sendiri. Apalagi masyarakat," ungkapnya saat dihubungi Tirto melalui telepon, pada Rabu (17/5/2017).
Ia mengatakan bahwa hal tersebut terlalu berat dan membebani negara. "Itu mengada-ada gak rasional. Karena di pengawasan itu sudah ada pengawas TPS (Tempat Pemungutan Suara) di setiap TPS. Seharusnya kan sudah ada pengawasnya, sudah ada saksi kalau percaya proses berjalan tidak ada manipulasi, itu yang harus ditujukan kan yang bentuk mereka kenapa gak percaya," tambahnya.
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Alexander Haryanto