tirto.id - Presiden Joko Widodo memastikan pemerintah akan menghentikan ekspor bahan mentah selama kepemimpinan periode keduanya. Jokowi pun mewacanakan untuk menghentikan ekspor bahan mentah emas di masa depan.
Hal itu diungkapkan Jokowi dalam acara HUT PDI Perjuangan ke-49 yang dihadiri secara daring dari Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (10/1/2022). Jokowi memastikan pemerintah akan terus melakukan kemandirian bangsa dan hilirisasi Industri. Jokowi ingin mengubah sistem Indonesia yang selalu ekspor bahan mentah sejak jaman penjajahan.
“Hilirisasi industri, industrialisasi akan terus ditingkatkan karena kita tidak ingin sejak VOC kita selalu mengirim bahan-bahan mentah, mengirim raw material ke luar negeri untuk menghasilkan nilai tambah dan membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya," kata Jokowi.
Jokowi pun mengatakan pemerintah sudah menyetop ekspor nikel sejak 2020 demi mendapatkan nilai tambah dan membuka lapangan pekerjaan. Pada 2022 ini, pemerintah akan menghentikan ekspor bauksit. Pada 2023, pemerintah berencana menghentikan ekspor bahan mentah tembaga.
“Tahun depan juga akan kita setop lagi ekspor bahan mentah tembaga karena dampak dari hilirisasi industri ini akan sangat besar selain membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya bagi rakyat ini juga akan memberikan nilai tambah yang besar," kata Jokowi.
Jokowi menyampaikan dampak konkret dari penghentian ekspor bahan mentah. Dalam kasus nikel, Indonesia umumnya mendapatkan uang Rp25 triliun hanya dengan ekspor bahan mentah. Namun Indonesia mendapatkan uang 21 miliar dolar AS atau setara Rp280 triliun setelah melarang ekspor mentah dan mulai mengekspor barang setengah jadi dan barang jadi.
Oleh karena itu, pemerintah akan mendorong hilirisasi dan menghentikan ekspor bahan mentah. Ia pun menyebut ekspor mentah emas juga akan dihentikan pemerintah.
“Lompatan yang sangat besar inilah yang ingin kita lakukan untuk bahan-bahan mineral yang kita miliki baik itu nikel, bauksit, tembaga, timah maupun emas dan lain-lainnya," kata Jokowi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz