tirto.id - Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno kembali berurusan dengan polisi. Ia dipanggil Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan penggelapan lahan tanah senilai Rp7 miliar. Berstatus sebagai saksi, Sandi mestinya datang memberi klarifikasi siang (21/3.2017). Namun, ia memutuskan tidak hadir.
Yupen Hadi selaku Wakil Ketua Tim Advokasi dan Hukum Tim Pemenangan Anies-Sandi mengatakan, Sandi tak bisa datang karena harus ke KPK memberikan LHKPN. Yupen menolak anggapan bahwa Sandi memilih mangkir. "Kalau ada dua hal yang wajib bagi warga negara, maka dia boleh memilih salah satu," tambah dia.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono kepada Antara menyebut bahwa pihaknya akan kembali memanggil Sandi. "Kita bisa jadwal ulang jika tidak memenuhi panggilan hari (Selasa) ini," katanya, Selasa (21/3/2017).
Yupen menjanjikan Sandi akan datang lain waktu jika dipanggil lagi. Sandi, lanjut Yupen, adalah warga negara yang baik. Hal itu terlihat saat menghadiri undangan di Polsek Tanah Abang. Sandi bahkan tiba tepat waktu. Sehingga ketidak hadiran Sandi bukanlah dengan sengaja.
Yupen menegaskan kalau Sandi sama sekali tidak terlibat dengan kasus itu. Kepada wartawan, Sandiaga memaparkan kasus ini merupakan perseteruan dua sahabat lama yang disebabkan perbedaan piilihan politik.
"Saya mengimbau pihak yang berseteru itu kalau misalnya pilihan politiknya berbeda ya jangan menyeret-nyeret salah satu calonlah. Kita boleh berbeda pilihan, nggak seharusnya langsung menjatuhkan," kata Sandiaga.
Diketahui, pada 8 Maret 2017 lalu Andreas Tjahyadi dan Sandiaga dilaporkan oleh Fransiska Kumalawati Susilo selaku kuasa hukum Djoni Hidayat ke Polda Metro Jaya. Laporan itu menyangkut penggelapan tanah senilai Rp7 miliar di Cicurug, Banten.
Djoni kecewa karena Sandi dan Andreas sulit dihubungi dan enggan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Karena itu, dia melaporkan kasus ini ke Polisi.
Secara satir, Yupen memuji sikap kepolisian yang begitu cepat dan tanggap dalam menangani laporan. Pelapor Djoni Hidayat melapor pada 8 Maret. Sehari setelahnya, keluar surat perintah penyelidikan. Serta seminggu kemudian sudah ada surat undangan untuk klarifikasi. "Kami salut dan ini luar biasa. Apabila seperti ini, tidak ada lagi tunggakan perkara. Tapi kami tetap beranggapan baik," ucapnya.
Sindiran timses Anies-Sandi ini kemudian disikapi oleh Polda Metro Jaya. Argo enggan mengaitkan kasus ini dengan urusan politis. Seperti diketahui, pencoblosan pilkada DKI Jakarta putaran kedua akan digelar 19 April mendatang.
"Kami profesional. Ada laporan, kami tindaklanjuti dulu, kalau nanti penyelidikan itu ada unsur pidana, kami naikkan ke penyidikan. Pokoknya, yang bersangkutan kami minta klarifikasi," tutur Argo.
Terkait prosedur penanganan yang relatif cepat, Argo berkilah polisi sudah bekerja sesuai prosedur. "Laporannya kan seminggu. Ada waktu, jadi tak langsung (dipanggil setelah laporan)," ujarnya.
Menggerus Elektabilitas
Ini bukan kali pertama Sandi berurusan dengan polisi. Sebelumnya Sandi sempat dipanggil Polsek Tanah Abang atas kasus dugaan pencemaran nama baik. Masalah ini memang clear, polisi merinci bahwa status Sandi hanya sebagai saksi dan tidak terlibat dalam pencemaran nama baik itu.
Tidak hanya Sandi, Anies pun sempat berurusan kasus hukum. Pada 10 Maret 2017 lalu, Anies dilaporkan ke KPK oleh dilaporkan Direktur Government Against Corruption and Discrimination (GACD) Andar Situmorang.
Anies dituding menyelewengkan dana setidaknya Rp146 miliar ketika dirinya menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dana sebesar itu dipakai untuk pameran buku yang digelar pada 13-18 Oktober 2015, Andar menuding dana proyek yang disusun Anies berlebihan dan tak sesuai dengan skala pameran itu.
Anies pun membantah tudingan Andar ini yang menurutnya salah alamat, karena anggaran Frankfurt Book Fair yang menyetujui adalah Mendikbud sebelumnya, Mohammad Nuh.
Dua minggu sebelum pencoblosan putaran pertama, Anies pun diterpa isu makelar di proyek Kementerian Komunikasi dan Informatika oleh Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) ke KPK.
Presidium Kamerad Haris Pertama menunjukan bukti transfer yang dilakukan Yudi Setiawan kepada adik Anies, Abdillah Rasyid Baswedan, sebesar Rp 5 miliar. Dalam bukti transfer itu juga ada keterangan bahwa itu adalah fee untuk proyek VSAT.
Berhubung saat itu Anies masih menjabat rektor di Universitas Paramadina, KPK menilai laporan ini salah alamat. Tak terima difitnah, tim Anies-Sandi pun melaporkan Kamerad ke polisi dengan tudingan pencemaran nama baik.
Terkait jerat kasus hukum ini yang terus mengarah pada dirinya dan Sandiaga, Anies tertawa. "Ya lucu-lucunya ada. Saya bilang ini ujian, sabar, ini ujian, sabar," ucap dia saat kampanye di Cengkareng, Jakarta Utara (14/3/2017). "Saya merasa heran. Kemarin yang dikritik tentang program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus, uang muka Rp0. Ini menjelang putaran kedua kok serangannya fitnah," tutur Anies.
Anies bilang serangan-serangan kubu lawan kepadanya dan Sandi juga seperti saling melempar tusuk gigi. "Geli-geli 'gimana gitu'," ujar Anies.
Meskipun saat ini posisi Anies-Sandi relatif aman dan belum dijerat status tersangka, Tim Anies-Sandi mesti belajar dari apa yang menimpa pasangan nomor urut satu Agus Yudhoyono dan Sylviana Murni.
Sebulan sebelum pemilihan digelar, Sylvi mesti bolak-balik berkunjung ke mabes Polri. Dia tersangkut dua kasus sekaligus: dugaan korupsi pembangunan Masjid Al Fauz di Wali Kota Jakarta Pusat (2011) dan korupsi dana hibah Kwarda Pramuka DKI Jakarta (2014-2015).
Aroma politisasi kasus Sylvi memang dikeluhkan oleh Partai Demokrat. Sampai-sampai, mantan Presiden RI ke-6 merangkap ketua PD, Susilo Bambang Yudhoyono pun berkicau di twitter: “Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar “hoax” berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang? *SBY*"
Sampai saat ini Sylvi memang belum dijerat sebagai tersangka. Pasca Agus-Sylvi kalah polisi pun terlihat seperti tak berambisi lagi mengungkap kasus ini. Usai putaran pertama lalu, Mabes Polri tak pernah terlihat lagi memanggil Sylvi.
Pada Jumat lalu (17/3/2017), Kabid Humas Polri Kombes Martinus Sitompul menyebut kasus ini tetap berlanjut. Martinus mengatakan Direktorat Tindak Pidana Korupsi saat ini kelimpahan banyak kasus. Penyidik yang menangani dua kasus tersebut sedang diperbantukan menangani kasus lain di luar kota. Dalam hal teknis penyidikan, Mabes masih menunggu menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kedua kasus itu.
Mesti Sylvi statusnya belum ditentukan jadi tersangka atau tidak, kasus ini amat mempengaruhi elektabilitas Agus-Sylvi. Dua pekan sebelum pencoblosan dari data survei yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dan Potracking Indonesia elektabilitas Agus-Sylvy cenderung turun.
Dalam survei LSI Denny JA periode 28 Januari sampai 1 Februari, elektabilitas Agus-Sylvi turun drastis menjadi 31,1 persen, padahal periode Desember-Januari mereka bisa mencapai 35-40 persen. Sementara itu Poltracking menyebut suara Agus-Sylvi bahkan anjlok sampai 25,75 persen.
Berkaca dari apa yang menimpa Agus-Sylvi, maka Anies-Sandi mesti berhati-hati!
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan