tirto.id - Limbah pertanian diartikan sebagai sisa dari proses produksi pertanian. Dengan kata lain, limbah pertanian merupakan bahan buangan tidak terpakai di sektor pertanian.
Limbah ini antara lain berupa jerami padi, dedak padi, kotoran ternak, serasah dan ranting tumbuhan, serta jerami kacang-kacangan, seperti jerami kedelai, jerami jagung, dan jerami kacang tanah.
Lebih spesifik, limbah-limbah pertanian tersebut dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis. Berikut ini adalah penjelasan tentang jenis-jenis pertanian dan dampaknya untuk lingkungan.
Jenis-Jenis Limbah Pertanian
Secara garis besar limbah pertanian dapat dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu limbah pra panen, limbah saat panen, dan limbah pasca panen.
Berikut merupakan uraian jenis-jenis limbah pertanian, seperti dikutip dari modul Pengelolaan Limbah Pertanian (2015):
a. Limbah pertanian pra panen
Sesuai namanya, limbah jenis ini merupakan materi-materi biologi yang terkumpul sebelum hasil utamanya diambil.
Limbah pertanian pra panen biasanya dikumpulkan sebagai sampah dan umumnya hanya dibakar.
Adapun contoh dari limbah jenis ini antara lain adalah daun, ranting, batang tanaman, media jamur, campuran makanan ternak, dan kotoran ternak.
Untuk kotoran ternak, selain lazim digunakan sebagai pupuk kandang, lebih lanjut dapat diolah menjadi bahan bakar langsung atau difermentasi menjadi biogas.
b. Limbah pertanian saat panen
Limbah jenis ini tersedia pada musim panen. Adapun contoh dari limbah pertanian saat panen ini sebagian besar berasal dari golongan tanaman serealia, seperti padi, jagung, dan sorgum. Limbah dari tanaman tersebut berupa jerami
Jerami sebagai limbah pertanian jenis ini, kalau tidak dibuang atau dibakar, umumnya dimanfaatkan sebagai kompos, bibit, serta makanan ternak ruminansia, yaitu hewan pemamah biak, seperti lembu, biri-biri, dan domba.
c. Limbah pasca panen
Limbah pasca panen dapat digolongkan ke dalam kelompok limbah sebelum diolah, dan limbah setelah diolah atau limbah industri pertanian.
Adapun yang termasuk limbah sebelum diolah contohnya adalah tempurung, sabut, dan air buah pada kelapa.
Sedangkan limbah setelah diolah dapat ditemui di penggilingan padi, antara lain adalah sekam kasar, dedak, dan menir.
Sekam dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengisi untuk pembuatan bata merah, dipakai sebagai media tanaman hias, diarangkan untuk media hidroponik, diekstrak untuk diambil silikanya sebagai bahan ampelas dan lain-lain.
Dedak halus digunakan sebagai pakan ternak ayam, bebek, atau kuda.
Sementara menir dapat dimanfaatkan sebagai campuran makanan burung, dan diekstrak minyaknya menjadi minyak bekatul atau bran oil.
Dampak Limbah Pertanian untuk Lingkungan
Limbah pertanian yang mengalami proses pelapukan atau fermentasi, baik secara alami maupun melalui bantuan aktivator–zat yang menstimulasi proses dekomposisi akan menghasilkan pupuk organik.
Lebih lanjut, Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek Sri Karyaningsih, Isnani Herianti, dan Tota Suhendrata (2008) menjelaskan bahwa pupuk organik ini merupakan pupuk yang lengkap dengan kandungan unsur makro dan mikro sebagaimana dibutuhkan tanaman, meskipun dalam jumlah yang kecil.
Dengan kandungan tersebut, pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan dapat meningkatkan produktivitas lahan.
Maka, ketersediaan pupuk organik sebagai hasil olahan limbah pertanian dalam jumlah dan kualitas yang memadai dapat menjadi dasar bagi pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
Adapun penggunaan pupuk hasil proses limbah pertanian ini memerlukan pengetahuan yang mumpuni agar pemanfaatannya tepat guna.
Apabila penggunaannya menyalahi ketentuan, limbah pertanian dapat mencemari tanah, sebagaimana dijelaskan oleh Wahono Widodo, dkk. dalam buku Ilmu Pengetahuan Alam (2017).
Misalnya, pada pemanfaatan pupuk urea dan pestisida untuk memberantas hama tanaman, jika digunakan secara terus-menerus akan merusak struktur tanah.
Tingkat kesuburan tanah akan menurun hingga tidak dapat ditanami jenis tanaman tertentu karena hara tanah semakin berkurang.
Hal tersebut terjadi sebab penggunaan pestisida bukan hanya mematikan hama tanaman, melainkan juga mikroorganisme yang dibutuhkan oleh tanah. Padahal, kesuburan tanah tergantung pada jumlah organisme di dalamnya.
Dalam jangka panjang, penggunaan pestisida pun akan mengakibatkan hama tanaman kebal terhadap pestisida tersebut.
Selain itu, pencemaran air juga dapat terjadi karena penggunaan pupuk dan bahan kimia pertanian tertentu yang berlebihan, seperti insektisida dan herbisida.
Pemberian pupuk yang berlebih tidak akan terserap oleh tumbuhan, sehingga terbuang menuju perairan. Akibatnya, terjadi blooming algae atau tumbuh suburnya ganggang di atas permukaan air.
Tanaman ganggang ini dapat menutupi seluruh permukaan air, sehingga mengurangi kadar sinar matahari yang masuk ke dalam perairan tersebut.
Akibatnya, proses fotosintesis fitoplankton terganggu karena kadar oksigen yang terlarut dalam air menurun.
Hal ini merugikan makhluk hidup lain yang berada di dalamnya, baik yang ada di perairan kolam, sungai, waduk, maupun danau.
Penulis: Syaima Sabine Fasawwa
Editor: Maria Ulfa