tirto.id - Cedera diartikan sebagai rusaknya jaringan akibat adanya kesalahan teknis, benturan, atau aktivitas fisik yang melebihi batas beban latihan sehingga menimbulkan rasa sakit.
Hal ini disebabkan karena pembebanan latihan yang terlalu berat sehingga otot dan tulang tidak lagi dalam keadaan anatomis.
Adapun, macam-macam cedera yang mungkin dapat terjadi dibagi menjadi 7 jenis, yaitu:
- Memar
- Cedera pada otot atau tendon dan cedera ligamen
- Dislokasi
- Patah tulang
- Melepuh
- Kram otot
- Pendarahan pada kulit
Pembagian Cedera Otot
Dikutip dari modul PJJ Penjasorkes Kelas IX (2020) yang membagi cedera pada otot menjadi 2, yakni:
1. Strain
Strain adalah cedera yang terjadi pada otot dan tendon. Strain biasanya disebabkan oleh adanya regangan yang berlebihan.
Gejala yang terjadi pada strain ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
- Nyeri yang terlokalisasi
- Kekakuan
- Bengkak
- Hematom di sekitar daerah cedera.
Strain dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:
- Tingkat I, yakni merupakan kondisi inflamasi ringan dan tidak terdapat robekan.
- Tingkat II, strain pada tingkat ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga hal ini berpengaruh terhadap berkurangnya kekuatan otot.
- Tingkat III, Strain pada tingkat ini memerlukan tindakan operasi atau bedah dan dilanjutkan dengan fisioterapi dan rehabilitasi. Hal ini dikarenakan pada tingkat ini terdapat kerobekan yang parah atau bahkan sampai putus sehingga diperlukan tindakan tersebut.
2. Sprain
Sprain adalah cedera yang disebabkan adanya peregangan yang berlebihan sehingga terjadi cedera pada ligamen. Gejala yang terjadi pada sprain di antaranya:
- Nyeri
- Bengkak
- Tidak dapat menggerakan sendi
- Kesulitan menggunakan ekstremitas yang cedera.
a) Tingkat I
Pada cedera tingkat ini, menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkakan dan rasa sakit pada daerah yang cedera. Sprain tingkat 1 ditandai dengan adanya terdapat hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang putus.
Pada sprain tingkat 1 ini cukup ditangani dengan istirahat, karena cedera ini akan sembuh dengan sendirinya sehingga tidak diperlukan pertolongan atau pengobatan yang spesifik.
b) Tingkat II
Pada tingkat 2, cedera yang dialami akan menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut.
Hal ini menyebabkan diperlukannya tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cedera tidak dapat digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs. Biasanya istirahat selama 3-6 minggu.
Secara spesifik, cedera tingkat II terjadi karena lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih separuh serabut ligamentum yang utuh.
c) Tingkat III
Yakni suatu kondisi seluruh ligamen putus sehingga kedua ujungnya terpisah. Ha ii berakibat pada munculnya rasa yang sangat sakit pada persendian yang bersangkutan, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, hingga terdapat gerakan yang abnormal.
Pada tingkat ini diperlukan pengobatan medis yang serius dengan penanganan oleh tim medis dan harus dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan dioperasi. Namun, penting dalam melakukan pemberian pertolongan pertama terlebih dahulu.
Cara Mengatasi Cedera Sprain dan Strain
Dilansir dari situs APKI dan EMC Healthcare, pengobatan cedera biasanya diawali dengan melakukan metode “RICE”, yaitu: Rest, Ice, Compression, and Elevation.
Hal ini bertujuan untuk membantu menghilangkan rasa sakit, mengurangi pembengkakan, dan mempercepat penyembuhan.
- Rest, yaitu dilakukan dengan cara menghentikan aktivitas dan mengistirahatkan anggota tubuh yang cedera.
- Ice, yakni melakukan tindakan mengompres dengan es pada area cedera selama 15 menit dan dilakukan pada setiap dua jam. Hal ini dilakukan dengan menggunakan handuk di antara kulit dengan es.
- Compression, yakni tindakan membalut bagian tubuh secara ketat dengan perban pada yang mengalami cedera dan menekan bagian tersebut agar tidak terjadi pembengkakkan.
- Elevation, yakni dilakukan dengan cara mengangkat anggota tubuh yang cedera agar lebih tinggi dari posisi jantung. Hal ini bertujuan agar transportasi aliran darah kembali lancar.
Penulis: Anisa Wakidah
Editor: Maria Ulfa